Kopi TIMES

Suara Kartini dalam Politik

Minggu, 21 April 2019 - 08:35 | 249.26k
Sugeng Winarno, Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (Grafis: TIMES Indonesia)
Sugeng Winarno, Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANGHARI INI, 21 April adalah hari lahir Raden Ajeng (RA) Kartini. RA Kartini yang lahir pada 21 April 1879 itu tentu bangga karena cita-citanya terus diperjuangkan hingga sekarang. Seandainya RA Kartini masih hidup, tentu beliau tersenyum senang melihat kiprah para perempuan Indonesia yang keberadaannya sudah setara dengan laki-laki. Dalam bidang politik, suara Kartini dalam pemilu 2019 juga sangat diperhitungkan.

Kartini yang dulu memang bukanlah Kartini yang sekarang. Kalau RA Kartini dulu perjuangannya tak banyak ditempuh lewat jalur politik. Suara jeritan RA Kartini yang sedang dipingit waktu itu ditulisnya dalam surat-surat yang akhirnya di bukukan dalam Door Duisternis Tot Licht  atau Habis Gelap Terbitlah Terang. Bentuk kegelapan zaman dulu tentu berbeda dengan kegelapan zaman sekarang.

Kartinidee3bc05b443ee08.jpg

Putri Raden Mas Adipati Ario Sosrodiningrat dan MA Ngasirah itu memang hanya mengenyam pendidikan formal sampai usianya beranjak 12 tahun saja. Namun spirit dan gagasan Kartini untuk memajukan kaum perempuan menjadi tauladan perempuan Indonesia. RA Kartini banyak menjadi inspirator mereka yang bergelar akademik professor doktor. Ide, gagasan, dan cita-cita RA Kartini kini terlihat dari kiprah para perempuan Indonesia dalam segala bidang.

Partisipasi Politik Kartini
Dalam pilpres dan pileg tahun ini, suara perempuan mencapai tak kurang dari 90 juta pemilih. Angka ini tentu tak bisa dibilang kecil. Potensi perempuan turut mewarnai dalam bidang politik memang sangat besar. Kiprah Kartini dalam bidang politik sudah tak bisa dianggap enteng. Para perempuan kekinian kini tak hanya sebagai obyek pelengkap. Perempuan juga tak bisa dipandang hanya sekedar konco wingking.

Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2019 mencapai 3.200 dari 7.985 caleg yang memperebutkan 575 kursi DPR. Persentase keterwakilan perempuan mencapai 40,08 persen. Angka itu meningkat hampir 50 persen dari Pemilu 2014 sebesar 2.467 orang. Di samping itu, dari 14 partai politik nasional, ada empat partai yang mencalonkan perempuan paling banyak yakni Partai Golkar, Demokrat, NasDem, Gerindra, dan PDI Perjuangan.

Hari-Kartini.jpg

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu 2019 juga melebihi target yang telah ditetapkan. Menurut KPU, partisipasi masyarakat dalam pilpres dan pileg mencapai 80,90 persen. Angka ini melampauhi target yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 77,5 persen. Perempuan turun menyumbang meningkatnya partisipasi politik dalam pemilu tahun ini. Para perempuan tak hanya datang ke TPS untuk mencoblos, namun saat kampanye mereka juga banyak terlibat.

Partisipasi perempuan dalam politik ditunjukkan sejak massa kampanye. Lihat saja masing-masing kandidat capres-cawapres dan caleg punya pendukung yang masif dari kaum perempuan. Munculnya relawan perempuan pendukung Prabowo-Sandi dan pendukung Jokowi-Makruf turut mewarnai masa kampanye politik. Kelompok emak-emak ini selalu antusias mendukung semua kontestan pemilu. Para perempuan itu tak mau kalah dengan kaum laki-laki dalam urusan politik.

Berdasarkan data dari Kominfo pengguna mayoritas media sosial adalah remaja milenial dan ibu-ibu. Maka tak heran kalau para emak-emak itu banyak menyuarakan dukungan dan aspirasinya lewat media sosial. Sepanjang massa kampanye bahkan hingga pasca kampanye banyak narasi-narasi politik yang dicipta dan diviralkan kaum perempuan di media sosial. Para perempuan ingin perjuangan dan gagasan tentang perempuan diakomodasi oleh para politisi.

Kenyataan tingginya partisipasi perempuan dalam pemilu tahun ini mengindikasikan bahwa para perempuan sudah tak lagi memandang politik sebagai dunianya laki-laki. Perempuan kekinian tak lagi apatis pada politik. Sebagian besar kaum ini sudah melek politik, tak lagi apolitik. Banyak kelompok perempuan yang memperjuangkan kepentingannya lewat jalur politik. Hal ini karena melalui politik kebijakan-kebijakan yang pro perempuan akan terwujud.

Kartini Memimpin
Emansipasi perempuan ditunjukkan dengan tampilnya perempuan mengisi berbagai sektor pekerjaan. Emansipasi tak hanya diterjemahkan dalam urusan pendidikan semata, seperti perjuangan awal RA Kartini. Jajak pendapat lewat telepon yang dilakukan Litbang Kompas yang melibatkan 500 responden menunjukkan bahwa mayoritas responden (34,8 persen) memaknai emansipasi ketika perempuan dapat ikut bekerja. Sebanyak 28,0 persen mengatakan emansipasi ketika perempuan bisa menjadi pemimpin di semua bidang.  Dan sebesar 20,6 persen responden menilai emansipasi ketika perempuan bisa sekolah tinggi (Kompas, 21/4/2019).

Salah satu bukti bahwa para Kartini kekinian sudah dipercaya dalam dunia politik adalah munculnya para pemimpin perempuan. Di Jawa Timur misalnya, saat ini dipimpin oleh seorang gubernur perempuan. Sejumlah kota di Jawa Timur juga dipimpin oleh walikota perempuan, diantaranya Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, Dewanti Rumpoko, Walikota Batu, Ika Puspitasari, Walikota Mojokerto, dan Rukmini Buchori, Walikota Probolinggo.

Kartini.jpg

Sementara beberapa kabupaten di Jawa Timur juga dipimpin oleh bupati perempuan. Puput Tantriana Sari, Bupati Probolinggo, Mundjidah Wahab, Bupati  Jombang, Ika Puspitasari, Anna Muawanah, Bupati Bojonegoro, Faida, Bupati Jember, dan Haryanti Sutrisno, Bupati Kediri.

Pada level menteri kita juga mengenal sejumlah sosok perempuan seperti Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri, Susi Pujiastuti, Menteri Kelautan, Rini Soemarno, Menteri BUMN, Nila F Moeloek, Menteri Kesehatan, Puan Maharani, Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Yohana Susana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tidak hanya itu, Indonesia juga pernah dipimpin oleh presiden perempuan, Megawati Soekarno Putri. Perempuan Indonesia bisa membuktikan mampu menjadi pemimpin politik. Dunia politik yang selama ini banyak didominasi kaum laki-laki (markulinitas politik) pelan-pelan telah terpatahkan. Perempuan sebagai pemimpin politik tak saja di Indonesia, banyak politisi perempuan pada level dunia.

Seandainya RA Kartini masih hidup tentu beliau senang melihat para perempuan yang telah terus berjuang dan mengukir prestasi dalam segala bidang. Perjuangan kaum perempuan lewat politik juga menjadi pilihan penting mengingat melalui para politisi perempuan diharapkan kebijakan-kebijakan yang pro perempuan bisa diwujudkan. Semoga dengan banyaknya caleg perempuan yang lolos dalam pemilu 2019 ini bisa menjadi jembatan perjuangan para Kartini di negeri ini. Selamat Hari Kartini! (*)

*) Sugeng Winarno, Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES