Pendidikan

Cara Sekolah di Australia Menanamkan Pendidikan Karakter, Ini Kisah Anik Sudiartini

Kamis, 18 April 2019 - 20:04 | 404.23k
Anik Sudiartini saat berada di Point Cook College Australia, satu-satunya Kepala SMK di Jatim yang dipilih Kemendikbud (FOTO: Anik for TIMES Indonesia)
Anik Sudiartini saat berada di Point Cook College Australia, satu-satunya Kepala SMK di Jatim yang dipilih Kemendikbud (FOTO: Anik for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Semua negara menyadari, bahwa pendidikan karakter itu penting. Termasuk juga di Negara Australia. Bahkan, Negeri Kanguru ini, sangat mengedepankan pendidikan karakter. Begini kisah seorang kepala Sekolah SMK di Bondowoso, Anik Sudiartini, saat belajar sistem pendidikan selama 21 hari di sana.

Kepala Sekolah SMK PP Tegalampel itu sendiri, mengikuti Pelatihan School Leadership and Supervision yang diikuti kepala sekolah dan pengawas sekolah dari berbagai sekolah di Indonesia.

Kegiatan itu, merupakan program dari Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Republik Indonesia, dan tidak semua sekolah bisa mengikuti. Hanya kepala sekolah dan atau sekolah-sekolah yang dianggap berprestasi. 

Pada TIMES Indonesia, perempuan yang akrab disapa Bu Anik itu, mulai bercerita bahwa ada hal yang perlu dicontoh, diimplementasikan di Indonesia khususnya di Bondowoso, yaitu adalah disiplin dan pendidikan karakter.

“Di sana betul-betul ditanamkan sejak dini (pendidikan karakter, red). Sehingga di sana juga ada cara atau panduan, bagaimana menilai karakter. Sudah ada bukunya,” katanya, Kamis (18/4/2019).

Menurutnya, anak-anak atau peserta didik yang mempunyai grade bagus di karakter mereka, langsung diberi sertifikat. Bukan prestasi ranking satu yang diberi sertifikat, tapi grade pendidikan karakternya.

Bahkan waktu ia ke Highvale Secondary School untuk mengikuti program shadowing, di sana ia dibawa ke aula, pesertanya anak-anak kelas I, II dan III. Ada semacam pertunjukan, semua pesertanya duduk, di pentas itu ada anak-anak organisasi, kalau di Indonesia OSIS beserta gurunya juga. Sementara disampingnya adalah guru pendamping.

“Mereka sangat menghargai apa yang ditampilkan di atas. Ini contoh aja, tidak ada yang bicara. Meskipun penampilannya is not interesting misalnya, tapi mereka sangat menghargai dan menghormati orang lain,” kisahnya.

Di sana, kata dia, sudah ada buku untuk anak dan orang tua. Penilaian untuk anak, misalnya kalau di dalam kelas bagaimana anak itu berperilaku. Kalau di luar juga bagaimana, jadi ada indikatornya. Sehingga guru jadi mudah bagaimana cara mengobservasi dan memantau siswanya.

Ia mengaku sudah melakukan di SMK. Namun, ia akan terus meningkatkan edukasi tentang hal itu. Menurutnya, character building terus akan ditingkatkan dan itu menjadi keharusan semua sekolah.

Masih menurutnya, peningkatan character building itu, intinya ada di guru dan tenaga kependidikan. Guru atau tenaga pendidik harus memberikan contoh.

“Itu yang terus kita gali karena bagaimanapun, dengan beragamnya siswa atau SDM yang berbeda. Kita harus punya semangat sebagai agent of change, karena kita sebagai agen perubahan. Sementara untuk terus menanamkan karakter otomatis harus dari kita dulu. Sehingga yang lain kan bisa mencontoh,” katanya.

Ia juga menceritakan, bahwa di sebuah sekolah setingkat SD di Australia, ada namanya Friendship Stop, yaitu suatu tempat apabila anak tidak punya teman bermain, mereka berdiri di situ.

Kalau ada anak berdiri di tempat itu, berarti anak tadi tidak punya teman bermain. Sehingga, nanti ada yang akan mengajaknya bermain. Kalaupun tidak ada siswa lain yang mengajaknya main, maka gurunya wajib menghampiri anak tersebut. Dua sekolah yang ia datangi ada tempat yang namanya Friendship Stop.

Namun demikian, pihakya tidak akan menerapkanya di SMK, karena murid SMK rata-rata sudah bisa berkomunikasi, dan bersosialisasi. “Kami akan menerapkan penanaman karakter, misalnya lebih pada penambahan tulisan-tulisan motivasi, untuk mengedukasi kita, guru, tenaga pendidikan, siswa termasuk orang tua,” paparnya.

Selain disiplin yang dapat dipelajari dari Pendidikan di Australia, adalah proses pembelajaran, yakni penerapannya sudah betul-betul student center.

Guru yang mengajar, suara atau penjelasan guru dan gestur tubuhnya asyik dilihat siswa. Cara mengajarnya dikaitkan dengan realita, penjelasannya sangat kontekstual. Itu yang perlu dicontoh. “Waktu itu gurunya mengajar tentang logam, materi tentang logam itu dibawa ke kehidupan nyata seorang murid. Misalnya ditanya di rumahnya alat-alat yang ada logamnya dan lain-lain, itu SMA. Artinya anak-anak aktif,” jelasnya.

Waktu itu gurunya sudah siap, artinya memang skenario di kelas itu sudah disiapkan sebelumnya. Gurunya mau ngajar materi A besok, itu diatur terlebih dulu bagaimana skenario di kelasnya. “Sehingga kita tahu, kalau kelas ini kondisinya bagaimana, saya harus seperti ini nanti. Maka enjoy betul untuk pembelajaran di kelas, ini yang harus kita eksplor terus upgrade dan update,” katanya.

Update dalam artian, sebagai guru atau tenaga pendidik, harus mempunyai metodologi pembelajaran yang update, karena mengajar itu mengasyikkan.

Baginya, dengan mengajar merupakan seni berkreasi, karena anak mau tidur tergantung guru, anak mau aktif tergantung guru. Intinya, salah satu yang penting adalah kualitas SDM seorang guru.

Adapun sekolah-sekolah yang didatangi oleh Anik Sudiartini, untuk mengetahui sistem pendidikan karakter di Australia, diantaranya Point Cook College, Clayton North State School. Ia mengaku banyak mendapat pembelajaran tentang leadership dan sistem pendidikan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Bondowoso

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES