Kopi TIMES

Pertaruhan Kualitas Demokrasi Di Tahun Pemilu 2019

Minggu, 14 April 2019 - 16:11 | 199.83k
Sutriyadi (FOTO: TIMES Indonesia)
Sutriyadi (FOTO: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam beberapa tahun terakhir kita selalu dikejutkan oleh sebuah data yang menunjukkan terjadinya kemunduran kualitas demokrasi di Indonesia. Berdasarkan hasil rilis Divisi Intelligence Unit (EIU) yang dimuat di salah satu majalah Inggris The Economist menunjukkan, dari skala 0-10, skor rata-rata Indonesia dari tahun 2016 sampai tahun 2018 mengalami penurunan. Tahun 2016 berada di angka 6,97, tahun 2017 berada diangka 6,39 dan di tahun 2018 berada di angka 6,38. Sementara kalau dilihat dari rangking indeks demokrasi dunia, dari 167 negara Indonesia di tahun 2018 bedara di peringkat ke-65. Naik satu peringkat dibandingkan tahun 2017 yang berada di peringkat 66, walaupun masih jauh mengejar capaian di tahun 2016 yang berada diperingkat 48.

Data di atas dapat kita pahami bahwa walaupun di tahun 2018 Indonesia naik ranking satu tingkat dibandingkan tahun 2017, akan tetapi kalau dilihat dari skornya kualitas demokrasi masih dibawah capaian tahun 2017. Artinya dapat disimpulkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir perkembangan kualitas demokrasi di Indonesia semakin tahun semakin mengalami penurunan. EIU membuat kategorisasi negara demokrasi menjadi empat tipe, yaitu demokrasi penuh (full democracy), demokrasi cacat (flawed democracy), rezim hibrida (hybrid regime) dan rezim otoriter (authoritarian regime).

Penentuan skor indeks demokrasi di atas didasarkan pada lima indikator, yaitu proses pemilihan umum dan pluralisme, kebebasan sipil (civil liberties), fungsi pemerintahan, partisipasi politik, dan budaya politik. Dari indikator-indikator tersebut, masing-masing negara diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat tipe rezim demokrasi. Dan berdasarkan indikator-indikator yang ada, Indonesia dinobatkan oleh EIU sebagai negara demokrasi cacat di The Economist Intelligence Unit 2018 Democracy Index.

Tentu ada banyak faktor yang pempengaruhi menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia. Akan tetapi secara garis besar terdapat dua hal yang dapat mempengaruhi merosotnya kualitas demokrasi di beberapa negara di dunia. Pertama, kekecewaan masyarakat terhadap implementasi demokrasi itu sendiri. Kedua, terabaikannya hak-hak asasi manusia dalam sebuah negara yang juga sangat berpengaruh terhadap kualitas demokrasi.

Karena dalam prakteknya, tidak sedikit implementasi demokrasi kita justru bertentangan dengan keinginan dan harapan masyarakat dan juga mengabaikan hak-hak asasi manusia. Misal, pelayanan publik yang tidak baik, kebebasan penyatakan pendapat dan berekspresi yang dibatasi, kasus korupsi yang semakin merajalela, penegakan hukum yang masih bersifat diskriminatif dan manipulatif, munculnya peraturan yang seakan-akan membuat pejabat kebal hukum  dan terkesan jauh dari rakyat, pendistribusian sumber daya ekonomi yang hanya berputar dikalangan segelintir elit saja, serta masih banyak lagi yang lainnya. Hal tersebut yang dapat menimbulan rasa kekecewaan masyarakat terhadap demokrasi.

Masuknya Indonesia sebagai kategori negara flawed democracy karena ditandai dengan adanya pemilihan umum yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta menghormati kebebasan sipil, namun kelemahannya belum terbangunnya budaya politik yang sehat. Sepintas demokrasi di Indonesia hanya fokus pada upaya untuk memenuhi hak-hak politik warga negara saja dengan diselenggarakannya pemilihan umum baik di pusat maupun di daerah-daerah. Sementara hak-hak sipil dalam beberapa kasus sebagaimana yang sudah disebutkan di atas terabaikan. Sehingga puncak kekecewaan masyarakat tersebut biasanya terjadi dalam pemilihan umum.

Oleh karena itu, dibutuhkan kejelian para penyelenggara pemilu, aparat sipil negara dan elit politik bangsa ini untuk menjaga dan memumbukan iklim demokrasi yang sehat. Elit politik bukan malah memancing emosionalitas publik demi meraih kekuasaan. Sehingga rakyat dikorbankan dan kehilangan daya rasionalitasnya di dalam menghadapi momentum pemilu 2019 ini. Tentu akan sangat disayangkan sekali jika demokrasi Indonesia semakin hari semakin terpuruk hanya gara-gara perebutan kekuasaan 5 tahunan, mengingat semangat berdemokrasi inilah yang sejatinya menjadi pemicu runtuhnya rezim Orde baru menuju era reformasi yang saat ini sudah menginjak usianya lebih 2 desawarsa.

Di awal era reformasi, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara paling berprestasi  dengan perkembangan demokrasi paling pesat di dunia. Sistem yang terlalu sentralistik dan tertutup di era Orde baru langsung berubah secara cepat menjadi sistem desentralisasi dan terbuka. Sehingga pada akhirnya rakyat Indonesia dapat memilih wakilnya untuk mengisi kursi pimpinan di eksekutif dan legislatif, baik di pusat maupun di daerah.

Dari sisa waktu yang ada, penulis mengajak segenap bangsa agar tetap memamfaatkan waktu yang ada untuk terus melakukan pembenahan terhadap kecacatan demokrasi di negeri ini. Pemilu 2019 akan menjadi momentum yang tepat untuk mengkonsolidasikan demokrasi jika kita sama-sama komitmen pada cita-cita awal reformasi. Amerika Serikat dan Inggris Raya saja membutuhkan ratusan tahun untuk membangun sistem demokrasinya. Namun jika kita tidak ada niatan untuk merubah, terutama para jajaran elit politik negeri ini, lantas kepada siapa lagi kita bisa berharap.

* Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Malang periode 2018-2019

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES