Politik

DKPP: Pemilu Harus Dibangun Atas Dasar Filsafat

Selasa, 26 Maret 2019 - 21:08 | 42.42k
Diskusi bertajuk 'Filsafat Pemilu dan Pemilu Bermartabat' di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019). (Foto: Rahmi Yati Abrar/TIMES Indonesia)
Diskusi bertajuk 'Filsafat Pemilu dan Pemilu Bermartabat' di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019). (Foto: Rahmi Yati Abrar/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Teguh Prasetyo mengatakan, pemilu harus dibangun atas dasar filsafat. Pasalnya, Indonesia terbentuk karena adanya satu komitmen politik.

"Komitmen ini harus dijaga agar tidak bubar. Nah ini dasar dari sebuah kepemiluan. Pemilu harus dibangun atas dasar keberpijakan filsafat," ujarnya dalam sebuah diskusi bertajuk 'Filsafat Pemilu dan Pemilu Bermartabat' di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Sementara itu, menurut dia ada tiga nilai filsafat pemilu. Dintaranya, nilai demokrasi, nilai persatuan dan nilai ketuhanan.

"Kalau tidak ada nilai di atas, nanti bisa chaos karena Indonesia terdiri dari berbagai agama, suku dan budaya. Kajian kepemiluan harus diprioritaskan, bukan hal-hal teknis yang diprioritaskan," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU RI Nur Syarifah menyebut, filsafat pemilu ini merupakan sebuah hal yang menarik.

"Saya sependapat. Dalam pembentukan Undang-undang, harus ada peninjauan filsafat, kebutuhan pengaturannya seperti apa untuk dimasukkan dalam norma," tukasnya.

Namun lanjut dia, jika dengan kesibukan jelang pemilu saat ini KPU RI membentuk kajian filosofis dan teknis, mungkin belum berjalan komprehensif.

Sebab, yang terjadi adalah KPU RI atau Bawaslu RI saat ini harus melayani 24 jam. Menurut Syarifah ini bisa dibilang tidak manusiawi lagi. "Ini faktual, kerja penyelenggara tidak hanya 8 jam, tapi menjadi 24 jam," imbuh dia.

Lebih lanjut dia menyebut, jika nantinya ada filsafat, itu bukanlah untuk peserta melainkan bagi penyelenggara pemilu. "Kita mengelola 591 satuan kerja, 895 ribu dikalikan 9 orang, belum lagi pengawas dari Bawaslu, itu berapa. Dengan dukungan uang yang juga tidak memadai, bayangkan kerja di TPS itu harus 24 jam ketika H-1, belum lagi berdampak pada sanksi," tuturnya.

Oleh karenanya, Syarifah mengaku sependapat dengan anggota DKPP terkait filsafat tentang pemilu tersebut. "Nah saya meyakini ucapan profesor tadi, saya melihat bahwa jangan-jangan ada kekurangan dari kajian filsafat dalam kepemiluan," tandas Syarifah. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES