Politik

LSI Denny JA Ikut Komentari Survei Litbang Kompas

Selasa, 26 Maret 2019 - 18:20 | 44.07k
Diskusi bertajuk 'Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019). (FOTO: Rahmi Yati Abrar/TIMES Indonesia)
Diskusi bertajuk 'Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019). (FOTO: Rahmi Yati Abrar/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Lembaga riset LSI Denny JA turut menanganggapi survei Litbang Kompas pada bulan Maret 2019 yang baru-baru ini menuai polemik.

Menurut Peneliti LSI Denny JA Ikrama Masloman, dalam mengkaji sebuah survei harus dibandingkan dengan lembaga survei lainnya. Namun, dirinya mengakui kredibilitas dan independensi dari lembaga Litbang Kompas tersebut.

"Saya ingin menyampaikan kenapa data berbeda," ujarnya dalam sebuah diskusi bertajuk 'Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Ikram menyebut, sebuah survei memiliki dua perbedaan. Ada yang hanya dilakukan sekali, ada juga yang beberapa kali guna melihat sebuah tren.

Dikatakannya, data survei dari Litbang Kompas pada bulan Maret itu hanya bisa untuk membaca dinamika pada bulan tersebut. Sebab, dinamika politik cenderung cepat berubah.

"Contohnya di Jawa Barat soal meningkatnya suara Ahmad Syaikhu dan Sudrajat yang menyalip ke posisi 2. Artinya ada perubahan yang cepat," ungkapnya mencontohkan.

Selain itu, hasil survei yang berbeda juga bisa disebabkan kendala di lapangan. Misal, responden tidak menjawab dengan sungguh-sungguh soal pilihan politiknya saat pemilu 2019.

Begitu juga dengan responden kalangan menengah ke atas. Ikram mengungkap terkadang ada kendala bagi tim survei untuk menemui responden dari kalangan tersebut.

"Lembaga survei gagal dalam memotret masyarakat kalangan menengah, yang rumahnya pagarnya tinggi," imbuhnya.

"Jadi yang membuat hasil survei berbeda itu saat survei itu dilakukan," sambung dia.

Di sisi lain lanjutnya, survei juga tidak bisa memprediksi angka golput. Bisa saja responden mengaku memilih salah satu paslon, namun saat hari pemungutan suara tidak memilih sama sekali.

"Jadi golput di pemilih 01 dan 02 itu belum bisa terlihat di survei. Tergantung Militansi," tandas peneliti LSI Denny JA tersebut ketika mengomentari Survei Litbang Kompas. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES