Kopi TIMES

Emosi dan Rasio Kontrol Peserta Didik

Senin, 25 Maret 2019 - 11:32 | 108.29k
Ahmad Dahri (Grafis: TIMES Indonesia)
Ahmad Dahri (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Masyarakat teknokratik cenderung bergerak dari jutaan warga negara yang tidak terkoordinir pada penyatuan kesadaran individu (Zhigniew Brzezinshi). Entah bagaimana kemudian manusia itu memetakan atau dipetakan baik secara langsung atau tidak, sedangkan pemetaan hanya akan membangun sebuah perbedaan yang beragam yang cenderung menciptakan hierarki atau kasta dalam siklus pendidikan.
Apa buktinya? Dalam dunia pendidikan misalnya bagaimana membangun sikap sadar belajar ketika ada pembeda yang bersifat nilai bersifat kalkulatif indikator kecerdasan adalah peringkat atau nilai.

Lantas bagaimana dengan yang tidak mendapatkan nilai atau tidak memiliki kecakapan atau satu pelajaran tertentu atau tidak memiliki hasil ujian yang sesuai dengan harapan pendidik atau lembaga tertentu? 
Lantas Bagaimana dengan kesenjangan yang sayangnya tidak disadari oleh berbagai pihak? Justifikasi nya adalah lingkungan dan pendidik seharusnya memiliki ruang yang luas untuk mengenali dan memahami kecenderungan-kecenderungan yang bersifat persuasif dalam diri peserta didik. Karena tugas pendidik adalah mendampingi perkembangan kedewasaan peserta didik. Tujuannya adalah membangun sikap tanggung jawab dalam diri peserta didik.
 
Dengan kata lain kalkulasi atau pengelompokan hanya akan menyebabkan kesenjangan di dalam ruang pendidikan, maka jangan salah kalau kemudian muncul sikap pesimis dalam diri peserta didik.

Dengan kata lain pendidikan atau lebih tepatnya sistem pembelajaran bukan perihal kalkulasi tetapi bersifat membangun kesadaran. Fungsi utama pendidikan adalah pendampingan. Dengan demikian pendidik wajib tahu tugas personalitas nya. Karena bukan  hanya ranah publik atau transformasi pengetahuan, lebih-lebih doktrin. Tetapi pendampingan untuk membangun siklus naik turun atau kontrol dalam diri peserta didik.

Ada dua hal dalam siklus personal peserta didik yang berpotensi atas perkembangannya. Emosi dan Rasio kontrol adalah siklus individu yang menjadi jembatan atas terbentuknya atau berkembangnya pola pikir dan pola sikap. Sehingga pengetahuannya dapat didayagunakan. Emosi melibatkan dua perangkat utama dalam diri yaitu hati dan otak, perihal eksplorasi terkadang hanya karena adanya doktrinasi pendidik terhadap peserta didik. Yang akhirmya daya guna pengetahuan yang mempengaruhi ruang emosi peserta didik hanya bersifat statis, bukan olah pikir mencari solusi yang bersifat mengupayakan. 

Dengan kata lain bukan hanya lembaga pendidikan tetapi pendidikan keluarga dapat mempengaruhi perkembangan emosi peserta didik. Maka lingkungan dan pengetahuanlah yang menjadi penunjang atas sistem dan pola pendampingan dalam pembelajaran. 
Watak manusia bukan merupakan abstraksi atau sistem yang secara umum tidak terbatas dan dapat ditundukkan atau diabaikan, karena watak manusia memiliki sifat-sifat, hukum-hukum, dan alternatif-alternatif tersendiri. 

Erich Fromm menegaskan bahwa manusia memiliki rasio kontrol dan akan muncul ketika manusia menemui titik jenuh atau menghadapi permasalahan. Pendek kata rasio kontrol adalah bentuk filter atas usaha-usaha, peredam kejut yang memiliki fungsi sebagai pengingat atau dosis kekuatan manusia, di mana manusia memiliki batas kemampuan.
Tetapi berbeda dengan pendidikan, peredam kejut adalah pola sistem pembelajaran latar pendidikan yang berbeda, pola sistem pembelajaran, latar pendidikan yang berbeda, keberagaman pola pikir, tujua, bahkan kedewasaan. 

Dengan kata lain peredam kejut adalah sistem kesadaran diri sebagai titik jenuh yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan kata lain nilai atau kalkulasi bukanlah indikator kemajuan pendidikan. Pertanyaan sepelenya adalah jika dimensinya baik buruk, maka berapa koruptor yang memiliki riwayat pendidikan cemerlang? Atau jikapun ada orang yang memiliki kecerdasan, kecakapan dan penemuan-penemuan yang bersifat humanisasi atau bermanfaat bagi kehidupan manusia pilihannya hanya dua, ia timnbul ketika mendekati pemilu dan tenggelam ketika pesta pemilu sudah berakhir. (Eit... ini bukan wilayah saya, maaf)

Bukan berarti pendidikan yang hanya berkutat pada sisi pembelajaran tidak memiliki manfaat, tetapi ketika polarisasi yang dipaksakan dalam dunia pendidikan maka saat itu juga gagal. Karena manusia atau peserta didik, memiliki hak untuk menentukan perkembangan dirinya. Kalaupun ada pendampingan tugasnya adalah mendampingi dan membina, itu menjadi tugas pendidik. 

Perihal pengkotakan terhadap peserta didik adalah sistim kebijakan lembaga atau sisitim kebijakan terpusat. Sayangnya hari ini sistim pembelajaran dalam pendidikan hanya mencetak sikap pesimis dan produk manusia robot, yang tak ubahnya seperti industri.

Namun begitu, pendidikan di indonesia adalah keberagaman yang menjadi anugerah atas kebesaran bangsa. Adanya pesantren, sinagoge, kuil, sanggar dan lain sebagainya menjadi bukti bahwa masih ada tempat lain untuk mengembangkan diri dan melanjutkan pendidikan, sehingga pendidikan yang diterima adalah pendidikan yang bersifat humanis. Sehingga emosi dan rasio kontrol peserta didik benar-benar berlaku dan berkembang sebagai salah satu perangkat perkembangan manusia. 

Namun yang perlu digaris bawahi adalah pendidikan formal akan berhasil maksimal ketika pendidikan lingkungan dan pendidikan keluarga benar-benar diperhatikan. Terutama menyadari dan memahami dengan sedala-dalamnya peserta didik adalah manusia. 

*) Penulis adalah Ahmad Dahri atau Lek Dah, ia santri di Pesantren Luhur Bait al Hikmah Kepanjen, juga nyantri di Pesantren Luhur Baitul Karim Gondanglegi, ia juga mahasiswa di STF Al Farabi Kepanjen Malang. Beberapa karya dalam bentuk buku adalah, Multikulturalisme Kontekstual Gus Dur(2015, Revisi 2018), Dialektika Pesantren (2016), Kumpus Orang-Orang pagi (2017) dan monolog Hitamkah Putih Itu (2017, Cetak ke-Dua 2018), Metodologi tafsir (Menyelami Kalam Tuhan) (2018). Dan akan segera terbit Terjemah Niswat assufiyah karya Al Azdy, dan Kumpus Jalan Setapak. Bisa disapa melalui Surel: [email protected]

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES