Kopi TIMES

Antara Keadilan dan Fadilah

Sabtu, 23 Maret 2019 - 17:01 | 283.74k
Zulfan Syahansyah (Grafis: TIMES Indonesia)
Zulfan Syahansyah (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANGPERKARA yang wajib tentu lebih utama dibandingkan yang sunnah. Ganjaran dalam menjalan kewajiban bisa berlipat ganda hingga 70 kali lipat, kecuali dalam hal keadilan dan fadilah.

Rasulullah bersabda:

{أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم  مبارك، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر، جعل الله صيامه فريضة وقيام ليله تطوعا، من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه، ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه}

“Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, itu seperti halnya dia mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, itu serupa dengan mengerjakan tujuh puluh kebaikan di bulan yang lainnya"

Keadilan itu satu kewajiban. Sedangkan fadilah adalah Sunnah. Meski demikian, Allah lebih suka memperlakukan hamba-Nya dengan fadilah. Bukan dengan keadilan-Nya. 

Keadilan adalah memberi apa dan kepada siapa sesuai dengan kapasitas dan haknya. Antara orang merdeka, budak, pria, wanita, yang taat, bahkan pelaku dosa, semuanya punya hak dan kewajibannya masing-masing. 

Islam membenarkan kita menuntut pelaku kejahatan sesuai kadar yang diperbuat. Itu merupakan wujud keadilan. Namum bisa memaafkan adalah yang lebih dianjurkan dalam Islam. Inilah contoh fadilah.

Pada setiap perbuatan, bersikap adil itu wajib; memberi apa yang harus kita beri, dan mengambil apa yang boleh diambil. Adapun memberi fadilah itu merupakan anjuran. Hukumnya sunah, bukan wajib. 

Allah SWT berfirman:

{ولا تنسوا الفضل بينكم}

"Dan janganlah kalian melupakan fadilah (keutamaan) di antara kalian.." (QS. Al-Baqaroh: 237), yakni memberi maaf atas kedoliman yang semestinya bisa diperkarakan.

Setiap orang boleh menuntut hak atau meminta keadilan dari pihak yang wajib memenuhinya. Akan tetapi, bisa memberi Fadilah, yakni memaafkan keslah orang lain tentu lebih diutamakan. Dalam hal ini, Allah juga berfirman: 

{وأن تصدقوا خير لكم، إن كنتم تعلمون}

"Dan memberi sodaqah itu lebih baik bagi kalian. Jika saja kalian mengetahui" (QS. Al-Baqarah: 280)

Dal ayat lainnya, Allah juga berfirman: 

{وكتبنا عليهم فيها أن النفس بالنفس والعين بالعين والأنف بالأنف والأذن بالأذن والسن بالسن والجروح قصاص}

"Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya" 

Ayat di atas merupakan keterangan bentuk keadilan. Kemudian diteruskan dengan firman-Nya:

{فمن تصدق به فهو كفارة له}

"Barang siapa yang melepaskan (hak qishas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya" (QS. Al-Maidah: 45). Itulah bentuk fadilah.

Allah SWT mencintai hamba-Nya yang memperlakukan antar sesama dengan fadilah, maka ini menunjukkan bahwa Dzat-Nya pun memperlakukan para hamba dengan fadilah, baik di dunia, juga di akhirat, kelak.

Dan tatkala semua makhluk secara umum diperlakukan dengan fadilah-Nya, maka untuk Rasulullah dan umatnya, Allah memeprlakukan (memberi) fadilah yang agung (al-fadl al-adzim). Hal ini sebagaimana firman-Nya:

{وكان فضل الله عليك عظيما}

"Dan fadilah Allah atas kamu sangatlah agung" (QS. An-Nisa': 113)

Rasulullah SAW bersabda: 

{يدخل الجنة من أمتي زمرة هم سبعون ألفا تضيئ وجوههم إضاءة القمر ليلة البدر}، وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ الْأَسَدِيُّ يَرْفَعُ نَمِرَةً عَلَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ صلى الله عليه وسلم: {اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ مِنْهُمْ ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ عليه الصلاة والسلام: {سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ}

“Serombongan umatku masuk surga, mereka tujuh puluh ribu, wajah mereka memancarkan sinar seperti sinar rembulan di malam purnama".  Kemudian Abu Hurairah

mengatakan; maka Ukkasyah bin Mihshan Al Asadi berdiri seraya mengangkat sejenis kain wol dan berujar; ‘ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah, agar Dia menjadikanku diantara mereka! ‘ Nabi berdo’a: “Ya Allah, jadikanlah dia diantara mereka”, lantas seorang laki-laki anshar berdiri dan berujar: ‘ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menjadikanku diantara mereka’. Nabi menjawab; “kamu telah didahului ‘Ukkasyah.”

Dalam hadis lainnya, Rasulullah juga bersabda:

{وعدني ربي أن يدخل الجنة من أمتي سبعين ألفا لا حساب عليهم ولا عذاب مع كل ألف سبعون ألفا وثلاث حثيات من حثياته}

“Tuhanku telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan umatku ke dalam Surga sebanyak tujuh puluh ribu orang tanpa melalui hisab dan azab, bersama setiap seribu orang ada tujuh puluh ribu orang, dan (ditambah lagi) tiga kali cidukan dari cidukan Rabbku ‘azza wa jalla"

Dalam riwayat hadis lainnya diriwayatkan: 

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: {سألت ربي أن يدخل الجنة من أمتي بغير حساب فأعطاني سبعين ألفا، قلت: يا رسول الله ألا استزدت؟ قال: {قد استزدته فزادني مع كل رجل سبعين ألفا}، قلت: يا رسول الله ألا استزدته؟ قال: {قد استزدته فزادني مع كل رجل من السبعين الثانية سبعين ألفا}. قلت: يا رسول الله، ألا استزدت ربك؟ قال: {قد استزدته فزادني مع كل رجل من السبعين الثالثة سبعين ألفا}، قلت: يا رسول الله، ألا استزدت ربك؟ قال: {قد استزدت ربي فزادني هكذا}، و مد يديه و جمعهما. وهذا معناه التدرج في النعم فكانت أولا سبعين ألفا  ثم زاد الإنعام شيئا فشيئا.

Dari sahabat Umar bin Khattab Ra, dia berkata: 'Rasulullah SAW bersabda: "Aku telah meminta kepada Tuhanku untuk memasukkan umatku ke surga dengan tanpa hisab. Kemudian Tuhan mengijabahinya untuk 70 ribu orang", Aku bertanya: 'Wahai Rasulullah, tidakkah engkau meminta lebih?' Nabi menjawab: "Aku sudah meminta lebih, dan Tuhan telah menambah 70 ribu untuk masing-masing orang (yang masuk hitungan pertama).Aku bertanya lagi: 'Tidak kan engkau minta tambahan lagi, wahai Rasulullah?, Beliau menjawab: "Aku sudah minta tambahan lagi, dan Allah menambah 70 ribu lagi dari masing-masing orang dalam hitungan 70 ribu kedua". Aku tanya lagi: 'Tidak minta tambahan lagi, wahai Rasulullah?', beliau jawab: "Aku sudah meminta tambahan lagi, dan Allah juga menambah 70 ribu dari setiap 70 ribu yang ketiga". Aku tanya lagi: "Tidak minta lagi, ya Rasulullah?", Beliau lantas menjawab: "Aku sudah minta tambahan lagi, dan Allah pun menambah lagi seperti sebagaimana sebelumnya", kemudian Nabi SAW menjulurkan kedua tangan beliau seraya menggantungnya. Maksudnya, secara berjenjang dalam memberi nikmat; mula-mula 70 ribu orang, kemudian ditambah sedikit demi sedikit"
----------------

Dinukil dari kitab Al-Fadl Al-Adzim, karya Imam Solahuddin At-Tijani Ra.

* Penulis adalah Zulfan Syahansyah Dosen Aswaja Pascasarjana UNIRA Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES