Kopi TIMES

Ta'aruf? Jangan separuh-separuh

Jumat, 22 Maret 2019 - 09:35 | 53.00k
Ahmad Dahri (Grafis: TIMES Indonesia)
Ahmad Dahri (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Satu bulan perjalanan adalah masa awal sudut pandang mulai beragam, kebersamaan apapun, bisa keluarga, persahabatan, kolega bahkan masyarakat baru. Tidak diputuskan sebuah kebenaran, tetapi perjalanan 30 sampai 31 hari adalah pengakraban komunikasi dua manusia atau lebih. Justifikasipun beragam yang muncul ke permukaan. Membangun adaptasi keberagaman pola pikir dan pola sikap antar manusia.

Wajar jika lambat laun menemukan perbedaan, karena memang - di samping sebuah kewajaran, ia adalah anugerah yang perlu disyukuri. Karena akan nampak indah pula ketika kesadaran itu terbangun seraya berjalannya waktu dan berjumpanya berbagai pengalaman.

Di samping sebagai zoon politicon manusia menyandang status pemimpin, bagi dirinya sendiri, keluarga, bahkan sekelompok orang di wilayah tertentu. Maka dari itu tahap-tahap pengenalan ibarat penyusunan pondasi rumah yang perlu diperhatikan agar benar-benar kuat menahan dinding dan atap. Dengan kata lain manusia memiliki ruang yang lengkap dengan perabotnya, tinggal bagaimana bangunan luar dalam artian pengetahuan yang masuk untuk memanfaatkan perabot yang ada di dalam diri manusia. Baik secara naluriah atau bukan.

Hal inilah yang hari ini menjadi kunci pendidikan. Di mana manusia sangat membutuhkan berbagai cara atau pengetahuan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan lahiriah atau batiniah tetap saja membutuhkan kematangan akal budi. Sebagai perangkat pemenuhannya.

Oleh karenanya pengetahuan tetap berada di atas segalanya. Kecakapan, kecerdasan dan moral adalah buah, dan akal budi adalah pohon. Sehingga akan menjadi ketakutan yang luar biasa bagi para pencetak robot manusia ketika sumber daya manusiannya kritis, dewasa, mapan akal budinya.

Ketika pengetahuan diserap dan didayagunakan maka kematangan akal budhi yang berperan dalam proses kehidupannya. Terjalinnya hubungan antar manusia adalah bagian terpenting dari adanya misi limakarimal akhlak. Pola sikapnya menjadi tumpuan pandangan orang lain. Apalagi pemenuhan kebutuhan.

Pertanyaannya adalah, apa yang mendasari manusia untuk berlaku baik kepada sesama? Apakah tidak melibatkan diri di dalam bagian orang lain adalah bentuk menjaga hubungan? Atau memang di dunia ini semua memiliki sifat relatife kecuali keabsoludan tuhan. Walaupun sekarang banyak yang suka mengambil alih tugas tuhan. Tetapi patut disadari bahwa hubungan, komunikasi, kerjasama atau apapun itu sebutannya akan menjadi jembatan bagi setiap personal untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri.

Hal yang paling sulit adalah mengenali dan memahami dirinya sendiri. Bahkan cenderung over optimis dalam menilai orang lain. Fatalnya adalah penilaian atas diri sendiri kurang maksimal. 

Ketidak tahuankah? Rasanya lebih dari hanya ketidaktahuan. Etiskah? Sepanjang bukan justifikasi dan menghakimi dengan seenak perutnya maka hubungan antar sesama masih terjaga. Karena yang terpenting dalam hubungan adalah kesadaran, mawas diri, ziarah akal budi, atau introspeksi diri. 

Pengetahuan dan pengalaman adalah jembatan untuk menguraikan apa saja yang menjadi perangkat pengenalan terhadap diri. Mengenali beragam pemahaman individu, memahami ego dan prinsip individu menjadi pondasi dan penjagaan terhadap komunikasi antar sesama manusia. Karena belajar memahami sesama lebih sulit ketimbang memahami apa yang bersifat teoritis. 

Ini kopi dan rokoknya, silahkan! 

Pojok Rumah, 2019

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES