Kopi TIMES

Menjadi Pribadi yang Well Adapted

Kamis, 21 Maret 2019 - 14:56 | 62.04k
Prof Dr Rochmat Wahab (Grafis: TIMES Indonesia)
Prof Dr Rochmat Wahab (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTAMANUSIA pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang dinamis. Jika pribadi manusia itu bisa menunjukkan adaptasi baik, maka akan survive. Jika tidak maka menjadi terpinggirkan, bahkan bisa menjadi tiada.

Tidak sedikit keberadaan manusia dianggap tidak ada. Itu terjadi karena tidak menunjukkan identitas dirinya, miskinnya atau kesulitannya beradaptasi dengan lingkungannya. Bisa juga dikatakan, wujuduhu ka adamihi.

Dengan adanya globalisasi dan keterbukaan. Terjadilah urbanisasi, transmigrasi, dan migrasi, baik antar kota, antar propinsi maupun antar negara. Mobilitas manusia tidak bisa dihindari. Bahkan, bisa jadi kebutuhan.

Modal utama yang perlu dimiliki oleh setiap manusia dalam mobilitas manusia adalah kemampuan beradaptasi. Semakin tinggi sikap dan perilaku well-adapted, semakin berhasil seseorang dalam memasuki wilayah baru dan tempat barunya.

Mayoritas Warga Negara Indonesia (WNI) dewasa ini semakin hari semakin banyak yang meninggalkan tanah kelahirannya. Semakin banyak di antara warga negara yang terdidik semakin banyak kemungkinan pilihan untuk bekerja dan bertempat tinggal di luar tanah kelahiran.

Mereka memasuki tempat kerja dan tempat tinggal yang baru. Di samping keahlian yang dimiliki, kemampuan beradaptasi sangat diperlukan. Bahkan kita perlu ikuti pesan kata hikmah “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Bahwa, sudah seharusnyalah mengikuti atau menghormati adat istiadat di tempat tinggal kita.

Dalam konteks ini semakin meneguhkan bahwa kemampuan beradaptasi sangat diperlukan, sehingga hidup kita diterima.

Manusia itu unik, tidak ada satupun yang sama. Sementara itu kita harus hidup bersama, baik di tempat kerja maupun di tempat tinggal. Agar kita bisa hidup dengan baik dan nyaman maka kita harus bisa menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan. Bukan sebaliknya, orang lain dan lingkungan yang harus menyesuaikan dengan kita.

Seringkali kita dihadapkan kondisi di suatu institusi atau wilayah berkenaan dengan mayoritas dan minoritas. Tidak jarang muncul pada kelompok minoritas bahwa posisinya terpinggirkan dan tidak mendapatkan pengakuan dan perlakuan yang baik. Yang demikian itu bisa benar bisa kurang tepat.

Saya yakin bahwa sepanjang yang minoritas mampu berbuat sesuatu yang bermanfaat, bahkan mampu menaikkan nama baik institusi atau wilayah, pasti kehadirannya diterima dengan baik.

Inilah wujud sikap dan perilaku well adapated. Minoritas hadir untuk bisa sumbang solusi. Sebaliknya mayoritas yang selalu menjadi trouble maker, tentu kehadirannya tidaklah wellcome bagi institusi dan wilayah.

Akhirnya, kita menyadari bahwa manusia dilahirkan dari dua insan, laki-laki dan perempuan. Dari keduanya dijadikan oleh Allah SWT menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa yang selanjutnya untuk saling mengenal dan menolong.

Di sini sangat diperlukan sikap dan perilaku well adapted. Kita ini semua bersaudara tidak pandang suku atau bangsa, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan lain sebagainya. Kita bisa bangun Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah Wathaniyyah, Ukhuwwah Basyariyah.

Untuk mewujudkan ukhuwwah ini kita harus saling respek dan menghormati dengan kemampuan well adapted di mana pun berada. Mari kita belajar menjadi pribadi yang mudah well adapted. (*)

*) Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES