Politik

Catatan Denny JA Soal Hasil Survei Litbang Kompas

Rabu, 20 Maret 2019 - 23:07 | 550.60k
Konsultan politik, Denny JA. (FOTO: Istimewa)
Konsultan politik, Denny JA. (FOTO: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Konsultan politik, Denny JA membuat catatan di laman Facebook resminya. Judul catatannya, yakni 'Apakah Survei Litbang Kompas Berpolitik?'. Sepuluh jam diunggah, catatan Denny JA tersebut sudah direspon lebih dari 1.520 berbagai emoticon, 430 kali dibagikan dan 524 komentar. 

Survei Litbang Kompas menunjukkan, elektabilitas duet Jokowi-KH Ma'ruf Amin sebesar 49,2 persen. Pasangan nomor urut 01 itu hanya unggul  sekitar 13,5 persen atas pasangan lawan, duet Prabowo-Sandi dengan memperoleh 37,4 persen. 

Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan melibatkan 2.000 responden yang dipilih secara acak melalui pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi di Indonesia, dengan tingkat kepercayaan 95 persen, dan margin of error plus minus 2,2 persen.

"Walau dikabarkan menang, kecemasan datang di banyak kubu Jokowi. Kompas menggambarkan Jokowi belum di angka psikologis 50 persen (elektabilitas yang tidak diekstrapolasi)," ujar Denny JA. 

"Jokowi juga digambarkan menurun trendnya, hampir di semua kantong pemilih. Walau dikabarkan kalah, harapan datang dari banyak kubu Prabowo. Tren Prabowo digambarkan menaik. Masih ada satu bulan lagi tren menaik itu terjadi untuk melampaui Jokowi," tuturnya.

Denny JA mengomentari metodologi dan cara menarik kesimpulan dari survei Litbang Kompas. Menurut dia, keterangan soal metodologi kurang lengkap. Denny JA membandingkan dengan survei yang dia lakukan. 

"Tak ada keterangan dalam metodelogi misalnya, apakah survei menggunakan simulasi kertas suara atau tidak? Pemilih yang ditanya akan memilih siapa secara oral oleh peneliti, selalu mungkin memberi jawaban berbeda jika ia diminta melihat kertas suara yang ada foro pasangan Jokowi dan foto pasangan Prabowo," ungkapnya. 

Dia lalu mempertanyakan response rate atau responden yang bersedia menjawab. Denny JA menjelaskan bahwa survei yang memiliki response rate 95 persen (hanya 5 persen yang menolak menjawab) akan memberikan kualitas yang berbeda dengan survei yang memiliki response rate 45 persen.

"Pasti ada sejumlah responden yang menolak atau berhalangan. Terhadap mereka yang menolak, apakah dicari pemilih pengganti? Bagaimana cara memilih penggantinya? Tanpa panduan sistematis, response rate dapat membuat hasil survei tak akurat," tuturnya.

Denny JA menyoroti tidak adanya keterangan soal kontrol kualitas survei. Dia juga mempertanyakan cara Litbang Kompas menarik kesimpulan survei dan mempermasalahkan penyebutan margin of error plus minus 2,2 persen. 

"Tapi Kompas menyatakan tren dukungan Jokowi menurun dari 52,6 persen menjadi 49,2 persen. Secara statistik itu kesimpulan yang salah. Jika margin of error plus minus 2,2 persen, maka ada rentang margin of error dari plus 2,2 persen dan minus 2,2 persen. Margin of error itu sebenarnya punya rentang 4,4 persen," ungkapnya. 

Dia menganggap selisih elektabilitas Jokowi pada Oktober 2018 sebesar 52,6 persen menjadi 49,2 persen di Maret 2019 sebesar 3,4 persen masih di bawah margin of error 4,4 persen. Menurutnya, secara statistik hal itu tidak signifikan dikatakan turun. 

Denny JA juga berpendapat kata tren tidak tepat diberikan ke dua data survei Litbang Kompas. Menurutnya harus ada minimal 3 waktu data. Lantas ia kembali mempertanyakan asumsi di survei Litbang Kompas yang menyebut dengan tambahan 6 persen, maka posisi Prabowo akan berubah dari runner up menjadi pemenang Pilpres. Baginya, kesimpulan itu salah.

"Kompas langsung berasumsi tambahan 6 persen pada Prabowo otomatis berarti berkurangnya 6 persen pada Jokowi. Jika Prabowo 37,4 persen ditambah 6 persen menjadi 43,4 persen. Jokowi berkurang 6 persen dari 49,2 persen menjadi 43.2 persen. Sim salabim, Prabowo unggul: 43,4 persen vs Jokowi 43,2 persen! Inipun kesimpulan yang salah secara statistik," ungkap Denny JA. 

"Bertambahnya dukungan pada Prabowo, katakanlah 6 persen, tak otomatis dari dukungan Jokowi. Kompas sendiri menggambarkan ada suara yang belum menentukan pilihan sebanyak 13,4 persen. Bisa saja Prabowo bertambah 6 persen menjadi 43,4 persen, tapi Jokowi tetap 49, 2 persen karena tambahan Prabowo dari suara yang belum menentukan. Jokowi tetap menang!," imbuh dia.

Denny JA lalu mengatakan, lembaga survei seperti LSI Denny JA, SMRC, Indikator, dan Charta Politika, mendapat hasil yang mirip. Elektabilitas Jokowi sekitar 52-58 persen dan Prabowo sekitar 30-35 persen. Dia lalu menyebut ada hal yang jadi titik lemah survei Litbang Kompas. 

"Kurang memberi informasi soal metodologi dan problem teknis dalam membuat kesimpulan, itu yang bisa saya komentari. Itulah titik lemah display survei litbang Kompas," tandas Denny JA. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES