Kopi TIMES

Debat Capres dan Narasi Kepemimpinan

Rabu, 20 Maret 2019 - 19:03 | 99.91k
Dr. Mohammad Nasih (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
Dr. Mohammad Nasih (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTAMEMIMPIN negara Indonesia, sebuah negara yang sangat besar, baik karena luas wilayah maupun jumlah penduduk, termasuk juga kebhinekaan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) yang ada di dalamnya, memerlukan kemampuan dalam banyak aspek. 

Untuk bisa memiliki pemahaman yang komprehensif tentang Indonesia, diperlukan terutama pemikiran ideologis, wawasan politis, tindakan strategis, dan juga kemampuan kerja teknis. Dengan kemampuan yang lengkap, seorang pemimpin akan bisa menjadi pembangun solidaritas (solidarity maker), pembuat kebijakan politik yang tepat dan cepat, pemberi dorongan dan semangat (motivator), dan juga teladan praktis dalam kehidupan sehari-hari. 

Paradigma ideologis sangat diperlukan, karena negara ini dibangun di atas fondasi ide-ide besar, yang kemudian dikristalisasi menjadi falsafah dasar negara, yaitu Pancasila. Tidak sedikit yang menyebutnya bahkan sebagai ideologi negara, walaupun banyak kritik terhadapnya. Pemahaman yang tepat tentang paradigma Pancasila ini akan membuat pemimpin tertinggi negara ini memiliki karakter yang kuat, tidak mau begitu saja menjiplak kebijakan negara-negara lain, karena memiliki landasan filosofis yang berbeda. 

Dengan Pancasila, Indonesia dibangun sebagai sebuah negara-bangsa yang religius. Ia bukan negara sekuler, tetapi juga bukan negara dengan dasar agama tertentu. Indonesia merupakan negara-bangsa yang menjadikan nilai semua agama yang diakui oleh negara sebagai basis moral dan etika dalam penyelenggaraan negara. Ini berbeda sekali dengan negara-negara Barat yang menganut ideologi sekuler, sehingga antara agama dan negara harus dipisahkan secara tegas. 

Wawasan politik diperlukan, baik dalam konteks internasional maupun nasional, bahkan juga lokal, agar presiden dan wakilnya sebagai orang yang sesungguhnya paling berkuasa dalam membuat kebijakan politik memiliki kemampuan melihat berbagai celah untuk membangun kebijakan politik dengan mendapatkan dukungan yang kuat dari segenap kekuatan politik yang ada dan bisa menghindari jebakan-jebakan yang menghalangi langkah untuk mencapai tujuan yang baik. Dengan demikian, kebijakan politik bisa dibuat dan diimplementasikan tanpa gejolak politik yang mengganggu stabilitas nasional.

Tindakan strategis diperlukan karena politik sesungguhnya adalah medan pertempuran. Karena itu diperlukan pemimpin yang memiliki kemampuan dalam membangun strategi yang canggih.

Persoalan yang rumit, bisa diselesaikan dengan cara yang nampak sederhana. Dan agar tidak melangit dan tercerabut dari akar kerakyatan, seorang pemimpin juga harus memiliki kerendahan hati untuk melakukan kerja-kerja teknis. 

Namun, yang terakhir ini bukanlah yang utama. Sebab, yang utama yang harus dilakukan oleh pemimpin politik adalah membangun kebijakan yang kemudian dijalankan oleh aparatur negara. Menunjukkan kerja teknis seringkali diperlukan sekadar untuk memberikan motivasi kepada rakyat. 

Di antara sarana untuk mengetahui secara lebih konkret keunggulan dalam aspek-aspek tersebut adalah debat yang keras dan bahkan radikal. Capres dan wakil presiden, harus memiliki kemampuan untuk menguraikan secara naratif visi yang dimiliki. Kemampuan menyampaikan narasi kepemimpinan tersebut bisa menjadi indikator tentang beberapa hal.

Pertama, ide asli capres dan cawapres. Jika pun ide itu muncul dari orang lain, kemampuan untuk menarikan menunjukkan bahwa ia memahami dengan baik. Dengan demikian, yang diucapkan dalam narasi yang diusung benar-benar merupakan kesadaran untuk membangun negara, bukan sekadar berasal dari tim sukses yang mudah saja direkrut dari kalangan intelektual tukang atau bayaran. Sebab, apabila benar-benar terpilih, seorang presiden/wakil presiden harus melakukan sesuatu yang konkret.

Tanpa kemampuan untuk menguraikan narasi, akan muncul dugaan yang sulit dibantah bahwa visi yang diusung sesungguhnya hanyalah sekadar bacaan yang pembacanya sendiri tidak paham. Itu bagaikan keledai yang mengangkut buku-buku di punggungnya.

Kedua, kemampuan capres dan cawapres untuk mengajak kepada seluruh elemen bangsa untuk mempersiapkan pikiran, tenaga, waktu, dan segalanya untuk mewujudkan seluruh visi yang diusung. Rakyat membutuhkan pemahaman tentang imajinasi yang ditawarkan oleh pemimpin, sehingga mereka bisa menempatkan diri untuk berperan pada posisi dan saat yang tepat. 

Ketiga, independensi capres dan cawapres. Ini merupakan modal paling fundamental agar calon tidak mudah disetir oleh pihak-pihak lain, karena ia telah menunjukkan narasi sendiri yang secara otomatis sesungguhnya menjadi sebuah janji. 

Janji politik harus ditunaikan, sebagai wujud integritas politik seorang pemimpin sejati, bukan seorang pengkhianat. Seorang pemimpin sejati, jika ia berjanji, maka janji itu akan ditepati dengan segala usaha walaupun harus menanggung derita. Sedangkan pemimpin pengkhianat, menjadikan janji hanya untuk menipu rakyat, dengan tujuan agar mau memberikan dukungan dalam Pemilu. Namun, setelah dukungan diberikan, ia tidak peduli lagi apakah janji yang pernah diucapkan itu ditepati atau tidak. 

Debat yang keras, tentu dengan tetap mengedepankan sikap saling menghormati secara pribadi, akan menjadi media uji tentang kedalaman pemahaman seorang calon presiden/wakil presiden tentang visi yang diusung. Dengan pendalaman narasi kepemimpinan, akan terlihat urutan usaha-usaha untuk mewujudkannya secara konkret melalui kebijakan dan program yang dibuat dan dilaksanakan. 

Karena itu, meniadakan debat, akan menghilangkan dua kesempatan penting. Pertama, kesempatan calon pemimpin untuk membangun rasionalitas publik guna menghidupkan kesadaran berpartisipasi dalam mewujudkan visi yang diusung dengan jalan-jalan yang direncanakan. Ini sangat perlu karena para politisi sesungguhnya memiliki kewajiban utama untuk melakukan pendidikan politik. Jika pendidikan politik tidak terjadi, maka rakyat akan terus berada dalam kegelapan dan rentang terhadap segala jenis pembohongan atau penipuan.

Kedua, kesempatan rakyat mendapatkan sarana untuk mengukur integritas pemimpin dengan cara membandingkan antara janji dengan yang dilakukan setelah benar-benar berkuasa. 

Bahkan, debat yang keras sesungguhnya bisa menjadi kesempatan bagi rakyat mendapatkan janji yang paling muluk. Dengan demikian, debat bisa menghadirkan janji besar yang bisa menjadi titik tolak yang membuat pemimpin yang terpilih bekerja lebih keras. Mereka tidak bisa berleha-leha apalagi semena-mena, karena janji mereka akan terus diingat dan ditagih oleh rakyat. 

Apalagi sekarang ini adalah era digital yang memudahkan siapa pun untuk memutar ulang apa yang telah terlepas dari lisan apalagi hanya membaca ulang tulisan. 

Di sinilah letak pendidikan politik paling penting, karena rakyat bisa melihat persamaan, perbedaan, dan bahkan kontradiksi gagasan yang dimiliki oleh para calon. Dengan melihat itu, mereka bisa menentukan pilihan dengan dasar kalkulasi yang relatif rasional, bukan sekedar perasaan. 

Dengan adanya debat yang di dalamnya ada keharusnya menyampaikan narasi kepemimpinan, maka orang-orang yang tidak memiliki kemampuan yang cukup tidak akan pernah berani lagi untuk muncul. Dengan demikian, tidak akan ada orang medioker yang mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang tidak terlihat, tetapi sesungguhnya menikmati keuntungan paling besar dari kekuasaan yang berada di tangan sang medioker itu. 

Negara yang kaya sekalipun tidak akan mampu untuk memberikan keadilan dan kemakmuran, karena kekayaannya dijadikan sebagai bahan bancakan oleh orang-orang rakus di sekeliling pemimpin formal. Wallahu a’lam bi al-shawab.

 

*)Dr. Mohammad Nasih, Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, Guru Utama di Rumah Perkaderan Mohammad Nasih Institute Semarang (monashinstitute.or.id)

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES