Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Implikasi Tasawuf Akhlaqi dalam PAI

Rabu, 20 Maret 2019 - 11:45 | 434.07k
 Kukuh Santoso, Dosen FAI Unisma Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)
Kukuh Santoso, Dosen FAI Unisma Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – DALAM dunia pendidikan, pendidikan Agama Islam mulai mengendur seiring perkembangan zaman yang membutuhkan keinstanan dalam berpikir. Keadaan ini tidak terlepas dari membumingnya spiritual materialis, dimana itu membicarakan tentang karakter. Ari Ginanjar dan kawan-kawan juga berbicara tentang karakter, bahkan spiritualis hindu, kristen juga berbicara tentang karakter. Menjadi ironi, tatkala para profesor-profesor Islam tidak membicarakan tentang karakter. Karna sesungguhnya yang harus berbicara tentang karakter ini adalah profesor-profesor Islam ini. Oleh karena itu Rasulullah SAW mengingatkan kita dengan bahasa yang sangat sederhana, bahwa: bu’itsu li utammima makarima akhlak.

Pendidikan karakter/akhlaq dalam fenomena pendidikan Agama Islam saat ini begitu urgen diterapkan sebab problematika yang dihadapi anak didik, seperti tragedi kriminalitas yang dilakukan anak didik, tawuran, pertengkaran masal antar pelajar, masuk geng motor, dan lain sebagainya yang harus dijadikan fokus para praktisi pnendidikan di Indonesia ini.

Urgensi dari PAI adalah mampu menghasilkan pendidikan agama itu sendiri pada titik tekan moralitas yang baik. Sepandai apapun orang pandai, akan tetapi akhlaknya buruk tidak akan memiliki arti di hadapan masyarakat. Fenomena moralitas anak didik yang berada pada titik terendah ini disebabkan lingkungan yang tidak kondusif dikarenakan sekedar doa-doa bagi muridnya mengalami desimentasi yang yang sangat luar biasa di negeri ini, oleh karena itu tasawuf akhlaqi hadir didalam dinamika pendidikan melalui proses dan langkah Takhalli, Tahalli dan Tajalli. 

Takhalli adalah usaha untuk mengosongkan diri manusia dari perilaku yang tercela. Salah satu akhlak tercela yang disoroti oleh tasawuf adalah kecintaan manusia yang berlebihan terhadap urusan duniawi, hingga melalaikan pada kesucian jiwa dan kesiapan untuk kembali kepada Allah.Tahalli adalah proses untuk mengisi dan menghiasi diri manusia dengan pembiasaan perilaku dan akhlak yang baik.

Proses ini dilakukan oleh para sufi dengan mengosongkan jiwanya dari segala akhlak yang buruk. Mereka menjalankan ketentuan agama dengan mengintegrasikan ke dalam dan keluar dirinya. Aspek luar adalah kewajiban seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan, untuk yang bersifat ke dalam adalah keimanan, keaatan, dan kecintaan kepada Allah. Tajalli adalah proses pemantaapan dan pendalaman materi yang sudah dilalui pada proses tahalli.

Tajalli berarti terungkapnya nur ghaib. Proses ini adalah memantapkan dan membuat akhlak-akhlak baik tersebut tetap ada dalam jiwa. Untuk itu, pada proses ini benar-benar menumbuhkan kecintaan dan kerinduan yang mendalam menuju ma’rifat pada Allah SWT. maka Proses ini bisa di sinergikan di dalam dunia pendidikan baik oleh pendidik, peserta didik dan orang tua, agar akhlak baik atau mahmudah selalu melekat kepada para pelaku pendidikan sehingga Akhlak tercela dan buruk lainnya akan hilang dan tidak mengusik atau mengganggu jiwa sehingga melahirkan out put pendidikan agama islam yang suci.

Meminjam istilah tasawuf akhlaqi KH. Lukman Hakim- muwasholatul anwar. Konteks spiritualitas yang membedakan institusi pendidikan lain dengan pendidikan pesantren. Sebab pesantren masih mengajar dan mengenal tentang ulumun nafik, barangkali didalam dunia pendidikan nasional kita belum mengenal konsep ulumun nafik ini. Lingkaran ilahiyah dalam mendidik manusia, diilustrasikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menyebut addabani robbi fa ahsan ta’dibi, Tuhanku mendidikku. Lalu pendidikan agama islam itu dipraktekan sebegitu bagusnya, Allahpun mendidiknya dengan cara yang bagus.

Dari ilustrasi ini, selayaknya tugas mendidik anak bukan hanya sampai pada tamat dalam hal ihwal pendidikan semata, akan tetapi terus hingga sampai di akhirat nanti. Itulah gambaran sesungguhnya hubungan guru dengan murid yang didasarkan atas konsep ulumun nafik. Menurut Kh. Lukman Hakim (2014) ulumun nafik adalah ilmu yang dapat menumbuhkan rasa khossyah yaitu rasa takut penuh cinta kepada Allah. Inilah konsep yang idealnya harus muncul dalam dunia PAI kita saat ini, mulai dari level TK sampai Perguruan Tinggi. Rupanya konsep khosyyah ini tidak terdapat dalam filsafat pendidikan kita.

Oleh sebab itu, inilah analogi dunia pendidikan agama islam dari bagian tragedi spiritualitas di dalam membangun karakter/akhlaqul karimah. Klasifikasi ilmu menurut konsep Imam Ghozali ada dua, yaitu ilmun nafik dan ilmun ghoiron nafik. Lalu dipertegas oleh ibnu ‘Athoillah: ma kanatil khosyyah fih ilmu nafik itu menumbuhkan impresi khosyyah, khosyyah itu takut dengan penuh cinta. Karena itu Allah menyebut ilmuan yang khosyyah adalah para ulama’.

karena itu, hubungan manusia dengan Allah ini dielaborasi sebagaimana sumber awal kependidikan kita. Mengenai proses didik mendidik antara Allah dan manusia diatas, kita harus telusuri lebih lanjut dari perspektif metodologis atau epistemologi dalam istilah filsafat. Sebab epistemologi yang dikembangkan tidak begitu jelas dimana letak hubungan antara Islam dengan ilmu, hubungan Islam dengan tasawuf.

Idealnya kita harus mengelaborasi tiga kerangka epistimologi, pertama, epistimologi Islam, kedua, epistimologi imani, ketiga, epistimologi ihsani. Ini yang menjadi kewajiban kita untuk mengelaborasi ketiga epistimologi ini. Konsep diatas harus dimasukkan ke dalam dunia pendidikan agama islam, mana tujuan, mana metodologi, mana prosesing.

Konsep ini dalam dunia tasawuf disebut 3T. Pertama, Tazkiyah manusia dibersihkan dulu jiwanya, Kedua, Tahrir yaitu disucikan hatinya, Ketiga, Tanwir yakni pencerahan rahasia batinnya yang dicerahkan bi nurrihi dibeningkan. Dalam istilah yang lebih praktikal dan aplikatif, yaitu takholli, tahalli, tajalli. Sikap yang aplikatif dalam konsep ini menjelaskan bahwa klasifikasi sifat buruk dikelompokkan takholli, sifat baik masuk tahalli, lantas apa out-putnya? Tajalli merupakan model-model karakter manusia yang bagaimana itu tajalli. Inilah yang akan menjadi hasil akhir pendidikan kita dalam membentuk pendidikan karakter.

Tasawuf akhlaqi memegang peranan penting sebagai media mempertemukan antara ilmu saint dan  ilmu wahyu sebagai upaya implementasi nilai-nilai peradaban yang selaras dengan membumikan firman tuhan. Maka relevansinya PAI dalam merumuskan terciptanya generasi intelektual, spritual, emosional dan sosial di masa yang akan datang dengan harapan mampu menjadi gernerasi berkarakter yang beriman bertakwa kepada allah sesuai prinsip tasawuf akhlaqi. (*)

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES