Kopi TIMES

Cara Ber-Insya Allah yang Benar (Pengucapannya)

Selasa, 19 Maret 2019 - 07:12 | 387.34k
Zulfan Syahansyah (Grafis: TIMES Indonesia)
Zulfan Syahansyah (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mengucapkan "Insya Allah" untuk setiap pekerjaan yang akan kita kerjakan merupakan salah satu ajaran inti beragama. Setidaknya karena ini merupakan pondasi keimanan dan tauhid kita kepada Allah SWT. Semakin seorang hamba merasakan kehadiran Allah dalam segala hal, maka semakin mantab dia mengucapkan "insya Allah" mengiringi kalimatnya untuk mengerjakan segala sesuatu.

 Allah SWT berfirman:

{ولا تقولن لشيء إني فاعل ذلك غدا إلا أن يشاء الله}

"Dan janganlah kamu berkata akan mengerjakan sesuatu esok hari, kecuali (dengan mengucapkan) jika Allah berkehendak (insya Allah)" (QS. Al-Kahfi: 23-24).

Sampai pada titik ini, tidak ada yang menyangsikan pentingnya ucapan "Insya Allah"  dalam membicarakan rencana pekerjaan yang akan kita kerjakan. Hal yang perlu diperhatikan adalah: kapan sebaiknya kita mengucapkan "Insya Allah"? setelah penyebutan kata kerja atau sebelum penyebutannya?

Contohnya begini, kita hendak pergi ke Jakarta. Lalu ada yang bertanya: "Kapan kamu pergi ke Jakarta?"

Maka jawaban yang benar: kita dahulukan penyebutan rencana pekerjaan kita (pergi ke Jakarta) kemudian mengucapkan "Insya Allah", atau sebaliknya; mengucapkan "Insya Allah" terlebih dahulu sebelum kemudian mengatakan rencana pekerjaan kita.

Jika dikalimatkan, kita pakai contoh jawaban: "Saya pergi ke Jakarta besok, insya Allah", atau menggunakan kalimat: "Insya Allah saya pergi ke Jakarta besok"?

Secara syar'i, keduanya sama-sama bisa. Mendahulukan "Insya Allah" sebelum mengatakan rencana pekerjaan, boleh. Atau sebaliknya juga bisa. Ulama fiqih tidak ada yang membahas masalah ini. Yang penting mengucapkan "Insya Allah", itu sudah bagus.

Akan tetapi, jika ditinjau dari hikmah hakekat Asma Allah Muqaddim (Yang Maha Mendahulukan), dan Muakhkhir (Yang Maha Mengakhirkan), maka sejatinya kita memahami ayat perintah pengucapan "Insya Allah" ini pun dengan mendahulukan mana yang didahulukan oleh Allah, dan mengakhirkan mana yang diakhirkan oleh-Nya.

Dalam ayat di atas, kalimat "Insya Allah" tersebut setelah penyebutan pekerjaan: "inni failun dzalika ghadan". Maka itu merupakan isyarat bahwa mendahulukan menyebut pekerjaan sebelum "Insya Allah" lebih utama dari pada sebaliknya. Dalam hal ini, tentu ada hikmah tersembunyi yang hanya bisa diinsafi oleh para ahli hikmah saja.

Sebagai contoh masalah, Allah SWT berfirman:

{هو الذي يسيركم في البر والبحر}

"Dialah Dzat yang menjalankan kamu di darat dan di lautan" (QS. Yunus: 22)

Dalam ayat ini, Allah menyebut kata "darat" sebelum kata "lautan". Maka jika akan bepergian, hendaklah kita mendahulukan menempuh jalur darat sebelum menggunakan jalur lautan. 

Selama masih bisa ditempuh melalui jalur darat, usahakan jangan memilih jalur laut. Kaculi jika ada udzur yang membenarkan kita mengganti jalur darat dengan jalur laut. Tertelannya nabi Yunus as oleh ikan paus saat pergi meninggalkan umatnya menggunakan jalur laut adalah contoh hikmah dibalik perintah ayat di atas. 

Hikmah lainnya yang bisa dijadikan pelajaran dalam mendahulukan kalimat "Insya Allah" adalah lebih besarnya peluang terlaksananya pekerjaan yang kita rencanakan. Dalam hal ini, ada dua contoh ayat yang menunjukkan hal tersebut. 

Pertama, mendahulukan "Insya Allah" sebelum pekerjaan. Yakni ucapan nabi Musa as kepada Hidir as, sebagaimana dalam ayat:

{ستجدني إن شاء الله صابرا}

"Kamu akan mendapatiku, insya Allah (bisa menjadi) orang yang sabar" (QS. Al-Kahfi: 29)

Yang kedua, menyebut pekerjaan sebelum "Insya Allah". Sebagaimana firman-Nya:

{لتدخلن المسجد الحرام إن شاء الله ءامنين}

"Sungguh kamu akan masuk ke dalam masjid Haram dengan aman" (QS. Al-Fathu: 27)

Dalam ayat pertama, Nabi Musa as berusaha meyakinkan Hidzir as bahwa dia bisa sabar tidak akan bertanya alasan apa yang dilakukan Hidzir. Dan ternyata Musa tidak mampu bersabar; selalu bertanya alasan dibalik perbuatan Hidzir yang secara kasat mata tidak benar. Dalam ucapannya itu, Musa as mendahulukan kalimat "Insya Allah" sebelum kata "sabar". Dan hasilnya, dia tidak mampu untuk bersabar. 

Sedangkan dalam ayat kedua, pekerjaan masuk ke masjid Haram terucap sebelum kalimat "Insya Allah". Dan hasilnya, di saat Fathu Makkah umat Islam benar-benar bisa masuk ke dalam masjid Haram yang sebelumnya dikuasi oleh kaum musyrikin.

Dari pelajaran dua ayat terkahir ini, tahulah kita bahwa cara yang benar dalam mengucapkan kalimat "Insya Allah" adalah setelah penyebutan rencana pekerjaan yang akan kita kerjakan. Wallahu a'lam bissawab.
-----------------

Dinukil dari kitab Qunuz Al-Qur'an (dalam penafsiran ayat 158, surat: Al-Baqarah), karya Imam Solahuddin At-Tijani Al-Hasani

* Penulis adalah Zulfan Syahansyah Dosen Aswaja Pascasarjana UNIRA Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES