Peristiwa Daerah

Unusa Gali Rasa Percaya Diri Anak yang Mengalami Down Syndrome

Sabtu, 16 Maret 2019 - 23:18 | 71.42k
Rektor Unusa, Prof Jazidie mengapresiasi karya seorang anak Down Syndrome yang mengikuti lomba di acara Down Syndrome Hebat persembahan Unusa di Royal Plaza Surabaya, Sabtu (16/3/2019). (Foto: Lely Yuana)
Rektor Unusa, Prof Jazidie mengapresiasi karya seorang anak Down Syndrome yang mengikuti lomba di acara Down Syndrome Hebat persembahan Unusa di Royal Plaza Surabaya, Sabtu (16/3/2019). (Foto: Lely Yuana)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya atau Unusa menggelar acara Down Syndrome Hebat di Royal Plaza Surabaya, Sabtu (16/3/2019). Kegiatan yang dilakukan menjelang Hari Down Syndrome Internasional yang jatuh pada 21 Maret mendatang ini, menampilkan berbagai aksi pintar anak-anak berkebutuhan khusus (down syndrome). 

Mereka menari, menggambar dan mewarnai. Keceriaan terpancar saat kakak pendidik dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unusa dengan penuh kesabaran membimbing. 

Down-Syndrome-Unusa-2.jpg

Tania, salah satu anak yang turut serta dalam acara ini bahkan menunjukkan hasil karya mewarnai yang telah jadi meskipun belum rapi. Ia juga mengatakan menyukai warna merah dan coklat. Selain itu, juga ada aksi tari dari anak-anak tuna rungu, hebatnya gerakan mereka bisa mengikuti alunan musik. 

Kegiatan yang dinisiasi oleh BEM Fakultas Kedokteran dan BEM Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ini melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder). Acara dibuka oleh Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng.

Beliau menjelaskan, keikutsertaan Unusa dalam memperingati hari down syndrome sedunia ini, selain bagian dari membangun kepedulian dan kesadaran juga empati civitas akademika. 

Rektor mengungkapkan, dalam 17 tahun terakhir jumlah kelahiran down syndrome meningkat cukup pesat dengan perbandingan 1:700 dari kelahiran hidup. Saat ini jumlahnya masih belum diketahui pasti. Di seluruh dunia mencapai 8 juta kasus. Sedangkan di Indonesia diperkirakan ada lebih dari 3 ribu kasus (3.75%). Di Surabaya sendiri diperkirakan mencapai 924 anak.

Angka ini diperoleh dari perhitungan perbandingan kelahiran anak down syndrome dengan jumlah anak usia 0-18 tahun di Surabaya yang mencapai 659.328 anak.

“Selama 17 tahun terakhir fenomena down syndrome mengalami peningkatan. Menurut data dunia, tercatat 8 juta anak berkebutuhan khusus. Di Surabaya sendiri, kurang lebih 1000 anak mengalami down syndrome dari 3000 kasus yang ada di Indonesia,” ungkap Prof Jazidie.

Rektor mengimbau agar pemerintah memberi perhatian lebih. Unusa juga mengajak masyarakat untuk memahami secara proporsional. Sehingga anak-anak down syndrome tidak didera rasa kurang percaya diri, karena tidak menutup kemungkinan mereka juga bisa berprestasi. 

“Bagi Unusa anak-anak down syndrome perlu mendapatkan perhatian,” tandasnya.

Oleh karena itu, tambah Prof Jazidie, Unusa ingin mengajak masyarakat dan para orang tua untuk memberi perhatian dan kepedulian yang cukup terhadap anak Bangsa berkebutuhan khusus. 

Down-Syndrome-Unusa-3.jpg

“Proporsional dan jangan ada stigma terhadap mereka. Kemandirian dan rasa percaya diri sangat penting bagi mereka, salah satu caa untuk menumbuhkan adalah pendidikan, oleh karena itu ada kebijakan pendidikan inklusi,” papar Prof Jazidie.

Latihan terus menerus membuat anak berkebutuhan khusus menjadi mandiri, oleh karena itu diperlukan keterlibatan masyarakat seperti LSM maupun aktivis dalam aksi ini. “Kita ingin berkolaborasi antara dunia medis dan dunia pendidikan berjalan seiring untuk memberikan perhatian,” sambung Rektor.

Hingga kini masih banyak terjadi kesalah pahaman terhadap penyandang down syndrome. Prof Jazidie mengungkapkan, jika masyarakat masih seringkali memberikan stigma dan penyebutan yang kurang pas.

“Peringatan Hari Down Syndrome Sedunia ini bertujuan agar masyarakat lebih mengenal dan mengetahui seperti apa anak down syndrome itu, dan mengajak orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus untuk tidak malu dan bisa mengetahui bahwa anak tersebut benar-benar mampu berbuat seperti anak lainnya. Mereka bukan penderita, karena mereka tidak menderita,” ungkapnya.

Pendidikan formal tidaklah cukup. Dengan intelegensi yang rendah anak down syndrome perlu dilatih terus menerus untuk bisa mandiri. Keikutsertaan komunitas dan civitas Unusa untuk mendampingi adalah salah satu langkah dalam membangun kepercayaan diri dan kemandirian. 

“Saya kira masih sedikit perguruan tinggi yang peduli dan bahkan menerima anak Down Syndrome. Unusa adalah yang sedikit itu,” pungkas Prof Jazidie. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES