Peristiwa Nasional

Ketum PPP Kena OTT KPK RI, Peneliti Politik Universitas Telkom: Perlu Reformasi Sistem Partai

Jumat, 15 Maret 2019 - 23:35 | 106.17k
Peneliti politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah (Foto: rmol)
Peneliti politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah (Foto: rmol)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Peneliti politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah mengomentari kasus penangkapan Ketum PPP M. Romahurmuziy lewat OTT KPK RI. Ia memandang perlunya reformasi sistem partai di Indonesia untuk menghentikan laku korupsi.

"Hal ideal yang dapat menghentikan laku korupsi adalah bangunan integritas bagi politisi dikokohkan, tetapi sebagai upaya sistematis, perlu juga dipertimbangkan reformasi sistem kepartaian," ujar Dedi dalam keterangan tertulis yang diterima TIMES Indonesia, Jakarta, Jumat (15/3/2019).

Menurut Dedi, model politik kepartaian di Indonesia saat ini terlalu mendominasi dan tidak ideal, sehingga parpol seolah menjadi muara kekuasaan.

"Parpol dalam sistem politik Indonesia berada di ruang infrastruktural (pengontrol jalannya pemerintahan), ia seharusnya berpihak pada publik, semua parpol seharusnya oposisi, tapi yang kita jalani sekarang justru parpol setali dengan kekuasaan itu sendiri. Sehingga tidak mengherankan jika lobi-lobi politik kekuasaan lebih banyak melibatkan parpol," terangnya.

Lebih lanjut, penulis buku Komunikasi CSR Politik ini menyampaikan gagasan baru terkait partai politik di Indonesia.

"Parpol harus berada di luar kekuasaan, satu-satunya kesempatan parpol mengemuka dalam ritual politik kekuasaan adalah saat pemilu. Usai pemilu, parpol harus kembali ke barak," jelas Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik ini.

Meskipun kontroversial, Dedi menyutujui jika pembiayaan parpol ditanggung negara. "Sebenarnya itu ide sangat baik dengan APBN sistem keuangan parpol dapat dikontrol dan dipertanggunbgjawabkan, negara memiliki kewenangan intervensi jika APBN, dulu pernah diwacanakan dan parpol pasti menolak," ujarnya.

Dalam penjelasannya, Dedi merisaukan kondisi keuangan parpol yang tidak terbuka, hal ini karena pembiayaanya di luar tanggungjawab negara. Menurutnya, kondisi ini memicu parpol untuk mencari pembiayaan secara bebas dan sulit terdeteksi.

"Bagaimanapun, kekuasaan parpol harus dibatasi, negara harus lebih dominan dalam mengatur sistem politik, termasuk platform ideal kepartaian, demokrasi tidak selalu bicara kebebasan, demokrasi juga bicara kewajiban," tandas Dedi, peneliti politik Universitas Telkom, mengomentari kasus Ketum PPP yang terjaring OTT KPK RI. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES