Kopi TIMES

Kaya Hati dan Ilmu

Selasa, 12 Maret 2019 - 10:02 | 403.41k
Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.
Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Berbicara soal kekayaan selalu menarik bagi semua. Setiap individu pasti ingin kaya. Karena dengan kekayaan bisa terpenuhi apa yang diinginkan. Tidak sedikit orang berkorban  untuk jadi kaya. 
Padahal, dalam kehidupan yang sebenarnya, kekayaan tidak menjamin kebaikan dan kebahagian di dunia dan di akhirat. 

Bila bisa memanaj kekayaan dengan baik, maka kebaikan dan kebahagiaan bisa diraih. Jika tidak, maka kekayaan  justru menjadi jalan ke ketidakbaikan dan ketidakbahagian di dunia dan di akhirat.


Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa allam bersabda,

لَيْسَ الْغَنِىُّ عَنْ كَثْرَةِ الْعَرْضِ، وَلَكِنَّ الْغَنِىَّ غَنِىُّ النَّفْسِ

“Kekayaan bukanlah diukur dengan banyaknya harta. Namun  kekayaan (hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR Imam Bukhori).
Bukanlah kaya itu karena banyak harta, melainkan kaya itu adalah kaya hati. Yang demikian ini meneguhkan bahwa hati yang baik, peribadi yang baik, akhkaq yang baik merupakan kekayaan yang ternilai di mata Allah. 


Karena itu, siapapun dengan kondisi materi yang terbatas tak ada kesulitan yang berarti untuk  bisa menjadi kaya hati. Tentu yang kaya harta juga bisa menjadi kaya hati. Yang demikian itu sangat mulia. Orang kaya hati lebih menonjol perilaku terpujinya, terjauhkan dari perilaku tercela.
Selain itu, kaya harta tidak lebih baik daripada kaya ilmu. Karena jalan atau kunci untuk meraih dunia dan akhirat serta keduanya, adalah dengan ilmu. 

ﻣَﻦْ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻓَﻌَﻠَﻴْﻪِ ﺑِﺎﻟْﻌِﻠْﻢِ، ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺍﻷَﺧِﺮَﺓَ ﻓَﻌَﻠَﻴْﻪﺑِﺎﻟْﻌِﻠْﻢِ، ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺭَﺍﺩَﻫُﻤَﺎ ﻓَﻌَﻠَﻴْﻪِ ﺑِﺎﻟْﻌِﻠْﻢِ

Republika (2018) menjelasksn bahwa keutamaan ilmu dibandingkan dengan harta, Sayyidina  Ali ra menguraikannya melalui respon terhadap 10 sahabat yang yang berbeda. Secara berturut-turut sebagai berikut: 

 

Pertama, ilmu merupakan pusaka para Nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Firaun, dan lainnya. 

Kedua, ilmu dapat menjaga kamu, sedangkan harta itu kamulah yang menjaganya. 

Ketiga, orang kaya harta banyak musuhnya, sedangkan orang yang kaya ilmu banyak sahabatnya.

Keempat, harta kalau dibelanjakan menjadi berkurang, sedangkan ilmu kalau diberikan malah bertambah. 

Kelima, orang yang banyak harta dipanggil dengan sebutan bakhil, sedangkan orang yang banyak ilmunya disebut agung.

Keenam, ilmu tidak perlu penjagaan dari pencuri, sedangkan harta harus dijaga dari pencuri. 

Ketujuh, pada hari kiamat, orang yang banyak harta pasti akan dihisab. Sedangkan, orang yang berilmu dapat memberikan syafaat pada hari kiamat.

Kedelapan, lamanya pengangguran dalam melewatkan waktu harta dapat rusak dan habis, sedangkan ilmu tidak akan rusak dan tidak akan habis. 

Kesembilan, harta dapat menjadikan padatnya perasaan, sedangkan ilmu dapat menerangi hati. 

Kesepuluh, orang yang memiliki harta akan sering mengaku sifat ketuhanan, sedangkan orang yang berilmu dapat merealisasikan ibadah.

 

Dengan memperhatikan uraian di atas, betapa berharganya kaya hati dan kaya ilmu. Walaupun tidak mudah untuk menjadi kaya hati dan  ilmu. 
Derasnya kemajuan iptek dan agresivitas budaya asing ke Indonesia yang  sarat akan faham kapitalis, materialisme, sosialisme, pragmatime, dan hedonisme, menjadikan ilah-ilah baru.

Kondisi yang demikian membuat kita kurang begitu penting untuk menjadi kaya hati dan ilmu.
Untuk menjadi kaya hati. Kita bisa lakukan dengan terus perbaiki akhlaq mahmudah dengan tingkatkan taqwa, sabar, pemaaf, dan sebagainya.
Juga kurangi dan hilangkan akhlaq madzmumah dengan hilangkan kebiasaan marah, iri, hasud, bully, hianat, berdusta dan sebagainya. 

Demikian pula berusaha menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh tanpa merasa ada kendala biaya. Karena persediaan beasiswa dari SD sampai PT (S1 sd S3) sangat memadai untuk belajar di dalam dan luar negeri. Tergantung kesungguhan kita. Kita yakini sekali bahwa  ilmu lebih mulia dan bisa tingkatkan derajat kita.

Demikianlah berbagai gambaran dan ulasannya tentang posisi kekayaan harta dibandingkan dengan kekayaan hati dan ilmu. 

Betapa mulianya kekayaan hati dan ilmu di mata Allah swt dan ummat manusia. Semoga kita terus bisa perbaiki hati dan tingkatkan ilmu. Yang akhirnya  kita minimal kaya hati dan ilmu, syukur-syukur juga kaya harta. Aamiin. (*)


*) Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES