Kopi TIMES

Kilas Balik Hubungan Indonesia dan China

Sabtu, 02 Maret 2019 - 21:02 | 1.14m
Grafis: TIMES Indonesia
Grafis: TIMES Indonesia

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Republik Rakyat Indonesia (Indonesia) dengan People’s Republic of China (China) di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) berada dalam hubungan bilateral terbaik sepanjang sejarah.

Beberapa kali di pertemuan bilateral dan multilateral menunjukkan keakraban Jokowi bersama Xi Jinping, Presiden China. Kerja sama ekonomi antara Indonesia-China meningkat secara signifikan. Investasi dan pinjaman dari China terus mengalami peningkatan.

Penilaian positif tentang Jokowi datang dari Wakil Perdana Menteri China Madam Liu Yandong di beberapa kesempatan. Pujian juga dari penulis Indonesianis asal China, Prof Xu Liping. Jokowi dinilai Obamanya Indonesia. Menunjukkan energy of Asia dan Javanese wisdom. Keberhasilan Jokowi adalah membangun infrastruktur jalan Tol.

Dibalik kebijakan Jokowi yang condong ke China, oleh banyak pengamat justru dinilai membela kepentingan China. Tenaga kerja asing (KTA) China, yang tidak perlu bisa berbahasa Indonesia menyerbu dan menyisihkan tenaga lokal. Lebih-lebih difasilitasi pula E-KTP bagi WNA berasal dari China.

Tak pelak perdebatan soal pengaruh atau sebaliknya anti China mengemuka dan riuh mewarnai kontestasi politik 2019. Indonesia di era Jokowi lebih dekat dengan China adalah fakta. Siapa yang dibela Jokowi, kebijakan China, pemerintahannya atau kepada pihak yang lain?

Rasanya kurang adil dan bijak apabila kontestasi politik 2019 hanya menggoreng dan menyudutkan Jokowi atas kecondongan sikap politiknya ke China. Perlu memperhatikan pandangan kembali (kilas balik) atas dinamika hubungan Indonesia-China pada masa sebelumnya.

Hubungan Indonesia-China sejatinya sudah terjalin ribuan tahun yang lalu. Bahkan menurut catatan sejarah sejak –sebelum bernama negara modern “Indonesia/China”– dari aspek ekonomi dan kebudayaan banyak bukti menunjukkan hal –terjalinnya hubungan– itu.

Beberapa bukti diantaranya produk budaya (kerajinan) masa lalu dan beragam jenis makanan dari China banyak ditemukan. Adanya jejak keberadaan para pedagang berasal dari China yang menetap di Nusantara dan muhibah Laksamana Cheng Ho. Bahkan ada teori yang memungkinkan Walisongo (penyebar agama Islam) di Jawa dan Nusantara bersambung nasab dengan China.

Namun harus diakui dinamika hubungan Indonesia-China, mengalami pasang-surut, putus-sambung.

Kita lihat setelah kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan China 1 Oktober 1949. Pada awal kemerdekaan, kedua negara belum stabil. Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda. China perang saudara –pasca penjajahan jepang– yang melibatkan perseteruan antara Partai Nasionalis (Kuomintang) dan Partai Komunis China.

Pada tahun 1950 secara resmi hubungan Indonesia-China baru diakui. Presiden Indonesia Ir. Soekarno menunjukkan komitmen politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Bebas bekerja sama dan tidak terikat oleh blok atau poros manapun. Serta anti imperialisme dan neokolonialisme.

Puncak keakraban Indonesia-China dibuktikan dengan mesranya hubungan personal antara Presiden Indonesia Ir. Soekarno dengan Presiden China Moa Zedong.

Keakraban itu karena kesamaan kepentingan “revolusi” menghadapi konstelasi politik internasional. Politik internasional “perang dingin” antara poros Barat (Amerika Serikat dan Inggris) berlawanan dengan poros Timur (Uni Soviet dan China).

Di era Presiden Ir. Soekarno inilah tonggak penting hubungan persahabatan Indonesia-China.

Tonggak penting itu ditandai dengan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955 yang dihadiri oleh Perdana Menteri China Zaou En Lai. Kemudian pada tanggal 1 April 1961 Indonesia-China menandatangani perjanjian persahabatan dan kerja sama kebudayaan. Berlanjut pada kesuksesan pelaksanaan pesta olahraga negara-negara berkembang atau Games of The New Emerging Forces (Ganefo) pertama pada tahun 1963, juga tidak lepas support dari China.

Muncul pula Poros Jakarta-Peking (Beijing) pada tahun 1964.

Berkembang pada kemitraan dalam membangun solidaritas negara-negara “New Emerging Force (Nefo)”. Indonesia dan negara-negara (Asia, Afrika dan Amerika Latin) termasuk dalam kategori Nefo. Kebanyakan anggota Nefo itu berhaluan sosialis komunis.

Nefo merupakan kekuatan baru dunia yang anti imperialis dan kolonialis. Tandingan Old Established Forces (Oldefo) sebagai kekuatan lama yang telah mapan dari negara-negara kapitalis seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Belanda.

Pada masa itu (1949-1965) China bagaikan mercusuar, petunjuk dan arah bagaimana Indonesia harus membangun. Model pembangunan ala China banyak dibicarakan dan dimuat di surat kabar yang terbit pada kala itu. Kabar negara China menjangkau ke masyarakat luas. Terkenal pula slogan kerja kerja kerja.

Namun akhirnya hubungan Indonesia-China berakhir bersamaan dengan berakhirnya rezim orla. Berganti dengan rezim orde baru (orba).
Rezim orba berkuasa selama 32 tahun (1966-1998). Putus pula (dibekukan) hubungan diplomatik dengan China pada tanggal 30 Oktober 1967.

China diduga terlibat konspirasi dalam pemberontakan G30S-PKI. Dugaan itu muncul diantaranya karena janji Perdana Menteri China Zhou En Lai memberi bantuan 100 ribu senapan Chung. Senapan untuk angkatan ke lima. Angkatan diluar matra Angkatan Darat, Luat, Udara dan Kepolisian.

Penyokong utama gagasan angkatan ke lima adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Dibayangkan akan diisi oleh massa revolusioner dari kalangan buruh dan petani. Pada saat terjadi G30S PKI juga ditemukan jenis senapan Chung.

Akhirnya hubungan diplomatik Indonesia-China dibekukan pada tanggal 30 Oktober 1967. Hubungan Indonesia-China pun mengalami kebuntuhan dari tahun 1967 hingga 1990.

Masih di era orba. Pada tahun 1990 tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1990 ditandatangani nota kesepahaman pemulihan hubungan diplomatik kedua negara. Buah kunjungan perdana menteri China Li Peng ke Indonesia.

Presiden Soeharto melakukan kunjungan balasan pada bulan Nopember 1990, menyaksikan penandatanganan pembentukan komisi bersama bidang ekonomi, perdagangan dan kerja sama teknik. Normalisasi hubungan Indonesia-China ini dinilai penting bagi kedua negara.

Rezim orba berakhir, diawali setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 dengan menunjuk wakilnya, BJ Habibie sebagai Presiden. Berakhirnya rezim orba karena desakan gelombang demonstrasi rakyat yang menuntut reformasi. Era reformasi pun dimulai.

Presiden BJ Habibie berkuasa. Penguatan hubungan Indonesia-China dilakukan oleh BJ Habibie dengan melanjutkan normalisasi hubungan Indonesia-China. Pada tanggal 28 Desember 1999 terdapat kesepakatan mengenai bantuan hibah berkenaan dengan kerjasama ekonomi dan teknik antara Indonesia-China.

Setelah pemilu 2004 suksesi kepemimpinan nasional berganti pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Di era Gus Dur (1999-2001), terdapat kesepakatan kerjasama keuangan, teknologi, perikanan, promosi kunjungan wisata, serta kerjasama di bidang energi dengan menukar LNG Indonesia dengan produk-produk China. China memberikan bantuan sebesar 5 miliar dollar AS, fasilitas kredit sebesar 200 juta dollar AS untuk pembelian bahan makanan.

Pada bulan Mei 2000, Menteri Luar Negeri Tang Jiaxuan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia, Alwi Shihab. Penandatanganan pernyataan bersama mengenai arah pembangunan hubungan bilateral di masa depan dan sebuah nota kesepahaman tentang menempatkan sebuah komite bersama mengenai hubungan kerjasama bilateral antara Indonesia-China dilakukan.

China berkomitmen mengadakan kerjasama yang efektif dengan Indonesia bertujuan mendorong kemitraan strategis bilateral kedua negara.
Megawati menggantikan Gus Dur setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Megawati dilantik pada tanggal 23 Juli 2001. Hubungan Indonesia-China semakin bertambah kuat di era Presiden Megawati (2001-2004). Megawati kian menegaskan eratnya hubungan bilateral kedua bangsa dan negara Indonesia-China.

Puncak hubungan bilateral Indonesia-China justru terjadi pada masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). SBY adalah pemenang pemilu pertama pemilihan presiden secara langsung. Menjabat presiden dari 20 Oktober 2004 sd 20 Oktober 2014.

Pemerintahan SBY menorehkan era baru kerja sama Indonesia-China dengan memperkuat kerja sama bidang industri dan bidang lainnya. Kerja sama yang sebelumnya didominasi urusan perdagangan mulai bergeser ke industrialisasi dan pembangunan. China pun mendorong kerja sama prakmatis mendorong kesejahteraan bersama.

Menurut catatan Kementerian Perindustrian, nilai investasi China ke Indonesia pada kuartal I tahun 2013 mencapai US$ 60,2 juta dari 99 Proyek yang dijalankan. Sedangkan nilai ekspor nonmigas Indonesia ke China pada semester I 2013 mencapai US$ 10,09 miliar.

Penguatan kerja sama Indonesia-China di era Presiden Jokowi adalah gradasi (tingkat perubahan) dari proses-proses politik kepemimpinan sebelumnya. Pemulihan hubungan diplomatik Indonesia-China oleh Presiden Soeharto, dilanjutkan normalisasi hubungan Indonesia-China oleh Presiden BJ Habibie.

Gus Dur menentukan arah pembangunan hubungan bilateral di masa depan. Megawati menegaskan pentingnya hubungan bilateral kedua bangsa dan negara. Sedangkan SBY merupakan era baru puncak keberhasilan normalisasi hubungan bilateral Indonesia-China.

Siapapun Presiden yang terpilih pada kontestasi politik 17 April 2019, hampir mustahil menutup mata, apalagi memutus kerja sama dengan China. China adalah negara raksasa. Luas wilayah terbesar ke tiga di dunia dengan milyaran jumlah penduduknya. Raksasa pula potensi ekonomi dan industrinya.
 

*)Didik P Wicaksono. Pemerhati Dinamika Politik, Aktivis di Community of Critical Sosial Research, Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES