Marzuki Darusman Minta SEAHUM Terus Bantu Etnis Rohingya
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Ketua Misi Pencari Fakta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Marzuki Darusman meminta pegiat kemanusian yang tergabung dalam Southeast Asia Humanitarian atau SEAHUM terus memberikan perhatian kepada etnis Rohingya di Myanmar. Perhatian tersebut penting karena kehidupan etnis Rohingya masih mengalami trauma.
“Meski peristiwa kekejaman itu terjadi pada 2017, dasar melakukan aksi humanitarian ini masih tetap berlaku seperti di Palestina. Setelah 60 tahun pun masih darurat. Pada hakekatnya persoalan yang dihadapi etnis Rohingya belum selesai. Sehingga, layak dinyatakan dalam keadaan darurat,” kata mantan Ketua Komnas HAM RI ini kepada Media Center SEAHUM usai berdialog dengan SEAHUM di Hotel Inna Garuda Yogyakarta.
Mantan Jaksa Agung RI ini mengungkapkan, berdasarkan temuan Misi Pencari Fakta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Myanmar, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) memang ada.
Pelanggaran itu terjadi, baik oleh pemerintah, militer maupun penduduk setempat diluar etnis Rohingnya. Bentuk pelanggaran itu adalah adanya tindakan penghilangan nyawa secara paksa dan hak-hak manusia yang lain. Tim fakta memiliki data yang tidak dapat dibantah yaitu identitas etnis Rohingya yang mengalami kekejaman tersebut.
“Kami mendorong, pelanggaran HAM tersebut dibawa ke pengadilan,” tegas pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, 26 Januari 1945.
Marzuki menambahkan, saat ini kasus Rohingnya telah bergerak dari fase kemanusiaan ke fase pidana internasional. Kemanusiaan prinsipnya berdasar pada data dan sinkronisasi fakta. Tetapi pidana internasional akan sampai melampui hal-hal rasional.
“Kasus genosida Myanmar akan menjadi jalan panjang dan ini sangat esensial. Komunias Rohingnya mesti diberdayakan dan berbicara sendiri. Mereka mesti maju dan mendorong kesertaan komunitas internasional,” ungkapnya.
Dalam forum diskusi, Marzuki Darusman meminta kepada SEAHUM untuk memahami wilayah paling rentan terjadi pelanggaran HAM di negara Myanmar. Hal itu dapat diamati dari adanya tindakan persekusi.
“Kita membutuhkan aksi konkret. Namun hal ini telah diveto oleh Dewan Keamanan PBB. Sehingga berbagai kemungkinan masih bisa terjadi. Itulah yang perlu dibicarakan. Bagaimana kita mengambil jalur non-legal. Sebuah mekanisme penyampaian keadilan bagi Rohingnya,” jelas Marzuki Darusman. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Sumber | : TIMES Yogyakarta |