Indonesia Positif

Gugah Kebangkitan Islam Modern dengan Kombinasi Pendidikan Sains dan Agama

Kamis, 21 Februari 2019 - 23:05 | 102.47k
 Para tim peneliti inti bersama mengembangkan modul pembelajaran Islam dan SAINS, Selasa (19/2/2019). (FOTO: AJP/TIMES Indonesia)
Para tim peneliti inti bersama mengembangkan modul pembelajaran Islam dan SAINS, Selasa (19/2/2019). (FOTO: AJP/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Sebagai salah satu negara berpenduduk Muslim terbesar, Indonesia kini tengah menuju puncak kebangkitan Islam.

Hal itu bisa dilihat dari banyaknya aspek kehidupan masyarakat Indonesia, yang bercampur dengan istilah umat Muslim. Mulai dari busana, kosmetik, makanan dan minuman, bahkan bisnis, berlomba-lomba memberi label halal atau syariah.

usai-workshop.jpg

Seluruh tim peneliti berfoto bersama usai workshop penulisan hasil. (FOTO: AJP/TIMES Indonesia)

Sehingga bisa merangkul ranah masyarakat yang lebih luas. Hal tersebut juga mencerminkan kebangkitan Islam menuju ke era Islam modern.

Namun ditengah menjamurnya semangat masyarakat Muslim Indonesia untuk tetap menggaungkan nama Islam, beberapa aspek justru terlewatkan, seperti misalnya aspek ilmu pengetahuan. Literasi SAINS sebagai ujung tombak ilmu pengetahuan masih tertinggal.

Berdasarkan data TIMMS pada tahun 2015, literasi SAINS di Indonesia menduduki level terendah di antara 40 Negara di dunia. Data tersebut banyak bersumber di kalangan anak-anak Muslim.

Berangkat dari fenomena itulah, sekelompok peneliti dibawah naungan ICRS (Indonesian Consortium for Religious Studies) mengadakan penelitian PEER (Penguatan Pendidikan SAINS di sekolah-sekolah Islam Indonesia).

Diselenggarakan selama tiga tahun terakhir, penelitian yang didukung langsung oleh USAID dan National Academy of Science ini fokus menelusuri literasi SAINS di kalangan anak-anak, khususnya di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam. Siswa SMP dipilih sebagai objek penelitian, karena menurut pihak peneliti, masa SMP sangat tepat untuk masa peralihan.

Penelitian yang digagas oleh Askuri, seorang doktor lulusan ICRS Universitas Gadjah Mada ini dilangsungkan di tiga wilayah, yakni Jogjakarta, Lamongan, dan Malang. Seluruh tim peneliti terkumpul melalui perekrutan terbuka.

Penelitian ini merumuskan penerapan SAINS di sekolah-sekolah Islam, serta interegasi wacana keagamaan dalam pengajaran SAINS yang dapat bermanfaat bagi para siswa.

"Kita belajar dari sejarah, bahwa di abad pertengahan ada banyak sekali penemu penemu Muslim. Kita lihat pula sekarang, Indonesia termasuk masyarakat Muslimnya sangat besar namun literasi SAINS-nya rendah," ungkap Askuri ditemui di sela workshop tim peneliti di Hotel Zam Zam, Batu, Malang (19/2/2019).

Menurut Askuri, rendahnya literasi SAINS juga banyak terjadi di kalangan anak-anak Muslim yang menempuh pendidikan di sekolah Islam dan Pesantren.

Hasil yang didapat berdasarkan analisis sejarah pendidikan, sempat terjadi polemik bahwa pendidikan Pesantren tidak lagi cocok untuk diterapkan di Indonesia, karena hanya mengajarkan ilmu Agama.

"Saya teringat dulu ketika menempuh pendidikan di Pesantren, ada salah satu doktrin yang dianut tentang Ilmu keagamaan dan Ilmu keduniaan. Ilmu Agama wajib bagi setiap orang, namun untuk Ilmu keduniaan, jika sudah ada satu umat Muslim yang mempelajari ilmu tersebut, maka gugur kewajiban umat Islam lainnya untuk turut mempelajarinya.

Doktrin tersebut sangat kuat, sehingga asumsi saya, itulah alasan mengapa mereka kuat menganut ilmu keagamaan tanpa melirik Ilmu SAINS," tegas Askuri lagi.

Melalui penelitian ini pula, Askuri dan tim ingin membuktikan bahwa Islam sesungguhnya sangat potensial untuk mendukung pembelajaran SAINS. Target utama nantinya adalah menghasilkan sebuah modul pembelajaran SAINS yang telah terinteregasi dengan nilai Islam.

Kalau belajar SAINS adalah baik, maka sama halnya dengan kita belajar Agama. Semakin para siswa paham tentang Islam, maka harusnya telah siap belajar SAINS," ujar Askuri.

Masing-masing wilayah penelitian diwakili langsung oleh 3 peneliti. Pada tahun pertama, penelitian dipusatkan untuk mengetahui bagaimana pendidikan SAINS diajarkan di sekolah-sekolah Islam.

Menurut pihak tim peneliti, hasil yang didapat di lapangan menyatakan belum banyak para guru yang mampu menerapkan interegasi keislaman dalam pola pengajaran mereka.

"Ada satu kegagapan guru-guru dalam mengajarkan nilai Islam dalam pendidikan SAINS. Takut dosa, takut dengan Kyai, bukan otoritas mereka, dan sebagainya. Artinya memang ada satu keterpisahan antara Islam dan SAINS. Padahal sebenarnya kedua hal tersebut masih sangat berhubungan," jelas Askuri lagi.

 Berdasarkan hasil awal tersebut, tahun selanjutnya yakni 2018 lalu, pihak peneliti mulai membentuk tim untuk mengembangkan modul pembelajaran SAINS.

Tim pengembang modul merupakan para guru dari sekolah-sekolah di Jogjakarta. Di tahun yang sama pula, modul diterapkan langsung pada para siswa di sekolah Islam yang telah menjadi fokus penelitian.

"Responnya sangat positif. Program kami ini mampu menumbuhkan minat belajar SAINS untuk siswa. Mereka juga merasa sangat terbantu untuk memahami materi melalui modul kami. Interegasi Islam tentu diberikan pada saat penyampaian materi," ujar Ulil Fitriyah, perwakilan peneliti dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

"Berbeda dengan di Malang, hasil penelitian di Lamongan menyatakan penerapan modul justru sedikit memiliki kekurangan. Untuk di Lamongan sendiri responnya bagus, sangat difasilitasi dengan baik oleh sekolah.

Para guru juga telah melaksanakan sesuai dengan pedoman dari kami. Hanya saja belum optimal untuk meningkatkan kemampuan kognitif para siswa. Kami masih akan terus mengembangkan pola pembelajaran dalam modul ini," kata Abdul Ghofur, koordinator peneliti dari STKIP PGRI Lamongan.

Selain produk modul, para peneliti juga memberikan bahan ajar berupa video presentasi untuk menunjang penjelasan tentang praktikum SAINS.

Para peneliti pun dituntut untuk menghasilkan jurnal ilmiah berdasarkan laporan yang mereka dapat, dan yang menarik perhatian, meskipun penelitian ini bergerak di bidang SAINS, namun tidak semua peneliti mempunyai latar belakang sebagai pendidik SAINS.

Para peneliti yang datang dari berbagai disiplin keilmuan, tetap tekun mendukung penelitian ini karena menurut mereka interegasi Islam dan SAINS layak dikembangkan di pendidikan formal. Tahun 2019 ini merupakan puncak penelitian.

Para tim peneliti akan menguji efektifitas berbagai program yang telah disampaikan, serta menuliskan seluruh hasil penelitian. Nantinya, hasil akhir tersebut akan direkomendasikan kepada Kementrian Agama pusat, agar program yang telah terbentuk dapat dikembangkan lebih luas di skala yang lebih besar.

"Saya berharap riset ini memberi suatu inspirasi pada sekolah-sekolah Islam, bahwa kita tidak perlu takut untuk selalu berkreasi dan berinovasi dalam banyak hal. Baik dalam kurikulum maupun metode pembelajaran, sehingga sekolah-sekolah Islam lebih giat belajar SAINS yang dimotivasi oleh nilai Agama," kata Askuri. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-9 Editor Team
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES