Politik

Pemilu 2019, Ujian Bagi Demokrasi di Indonesia

Selasa, 19 Februari 2019 - 18:56 | 45.93k
Dosen Filsafat UGM Drs Agus Wahyudi dalam Dialog Interaktif yang bertajuk Generasi Milenial Peduli Pemilu Informatif di UGM, Selasa (19/2/2019). (FOTO: Humas UGM/TIMES Indonesia)
Dosen Filsafat UGM Drs Agus Wahyudi dalam Dialog Interaktif yang bertajuk Generasi Milenial Peduli Pemilu Informatif di UGM, Selasa (19/2/2019). (FOTO: Humas UGM/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pemilihan Umum 2019 (Pemilu 2019) merupakan pesta demokrasi lima tahunan dalam rangka mencari pemimpin yang baru secara jujur dan adil. Sebagai pelaksana pemilu, Komisi Pemilihan Umum Ri (KPU RI) diminta teliti, terbuka, dan bertanggungjawab atas semua tahapan pemilu.

Dosen Filsafat UGM Drs Agus Wahyudi mengatakan, perhelatan pemilu tidak selalu menjamin terpilihnya pemerintahan yang demokrastis. Sebaliknya, memungkinkan adanya pemerintahan otoritarian.

“Pemerintah otoritarian juga rutin melaksanakan pemilu namun pemenangnnya selalu bisa ditebak, kita pernah mengalaminya di masa Orde Baru dulu,” kata Agus dalam Dialog Interaktif yang bertajuk Generasi Milenial Peduli Pemilu Informatif di UGM, Selasa (19/2/2019).

Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama UGM, Komisi Informasi Pusat dan Komisi Pemilihan Umum RI.

Menurut Agus, seluruh elemen dan kelompok masyarakat sipil harus ikut mengawasi pelaksanaan pemilu. Tujuannya agar proses pelaknsaannya bisa adil dan demokratis. Bahkan, generasi muda yang memiliki hak suara menurutnya harus menggunakan hak pilihnya dengan baik dengan mampu memilih calon pemimpin berdasarkan rekam jejak.

“Dalam demokrasi itu, kita yang paling tahu akan diri kita sendiri sehingga setiap orang diberi hak untuk menentukan suaranya dalam pemilu,” papar Agus.

Agus mengingatkan, pemilu merupakan media pertarungan antara nilai dan referensi dari masyarakat pemilih dalam menentukan sebuah pilihan guna menentukan masa depan yang lebih baik.

Namun demikian, pemerintahan yang terpilih pasca pemilu dikatakan demokratis menurutnya harus bisa menjamin hak-hak kelompok minoritas. “Apabila belum mampu melindungi hak kelompok minoritas maka pemerintahan tersebut belum dianggap demokratis. Demokrasi masih dipertanyakan,” jelas Agus. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES