Ekonomi

Pemerintah Klaim Ambil Alih Freeport, BPN: Kontrol Manajemen dan Operasional Masih Ditangan Freeport

Sabtu, 16 Februari 2019 - 21:35 | 43.98k
Sudirman Said di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Sabtu (16/2/2019). (FOTO: Alfi Dimyati/TIMES Indonesia)
Sudirman Said di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Sabtu (16/2/2019). (FOTO: Alfi Dimyati/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Meski pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengklaim telah berhasil mengambil alih mayoritas saham PT Freeport sebesar 51 Persen. Namun, manajemen dan operasional masih tetap dikontrol oleh PT Freeport.

Hal tersebut merujuk pada laporan PT Freeport McMoran di pasar modal Amerika Serikat pada Januari 2019.

Demikian disampaikan Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirman Said di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Sabtu (16/2/2019).

"Dalam laporan (Laporan PT Freeport McMoran di Pasar Modal Amerika Serikat) disebutkan bahwa, meski Pemerintah Indonesia kuasai 51 persen saham, tetapi kontrol manajemen dan operasional masih di tangan PT Freeport," katanya.

Dikatakannya, pembelian mayoritas saham PT Freeport justru merugikan Indonesia. Sebab, mayoritas keuntungan yang dihasilkan masih dikendalikan PT Freeport. Untuk itu, dia bakal meminta kepada pemerintah untuk berani terbuka soal isi perjanjian tersebut.

"Mayoritas benefit ekonomi juga masih di tangan PT Freeport. Itu ditulis dalam perjanjian jual beli saham. Kami akan minta pemerintah untuk buka, apa saja isi kontrak itu," kata Sudirman.

Selain itu, Mantan Menteri ESDM ini juga meluruskan klaim keberhasilan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) soal pengambil alihan mayoritas saham PT Freeport sebagai bagian dari nasionalisme. Sebab, pengambil alihan tersebut merupakan transaksi biasa.

"Kita persoalkan klaim berlebihan bahwa pengambil alihan PT Freeport bagian dari nasionalisme. Itu lebay. Itu transaksi jual beli saham biasa," katanya.

Dilokasi yang sama, mantan staf khusus Kementerian ESDM, Muhammad Said Didu mengatakan bahwa pembelian mayoritas saham PT Freeport malah justru membuat Indonesia kerugian besar. Sebab, Freeport memiliki kewajiban hingga ratusan triliun rupiah di bidang lingkungan hidup.

Tak hanya itu, kata Said, sebagai pemegang saham, Indonesia juga harus menanggung kewajiban investasi pengembangan tambang bawah tanah dan smelter.

"Siapapun pemerintahannya, pengambil alihan PT Freeport ini pasti terjadi. Tinggal tunggu waktu. Namun yang terjadi saat ini justru PT Freeport yang ketiban untung. Sebab, Dia mendapatkan uang cash triliunan rupiah dari penjualan saham," katanya.

Kemudian, Freeport juga mendapatkan hak pengelolaan dan pengendalian serta terbebas dari tuntutan kerusakan lingkungan. "Sementara Indonesia, dapat utang baru," terangnya.

Pengambilalihan PT Freeport oleh pemerintah Jokowi yang terkesan terburu-buru tentu membuat masyarakat curiga. Apalagi pengambil alihan itu dilakukan menjelang Pilpres demi kepentingan pencitraan menjelang pemilu

Atas hal itu, Said pun meminta agar pemerintah menghentikan segala bentuk pencitraan yang justru membawa kerugian bagi rakyat. "Kasus Freeport ini dijadikan target politik bahwa ini harus berhasil sebelum akhir 2018, supaya bisa jadi bahan kampanye. Tapi seharusnya carilah bahan kampanye yang tak merugikan negara," kata Said. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES