Wisata

Sanggring, Tradisi Unik dari Desa Tlemang, Lamongan

Senin, 04 Februari 2019 - 18:00 | 267.97k
Masyarakat Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, mengantre supaya mendapatkan Sanggring, Senin, (4/2/2019). (FOTO: MFA Rohmatillah/TIMES Indonesia)
Masyarakat Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, mengantre supaya mendapatkan Sanggring, Senin, (4/2/2019). (FOTO: MFA Rohmatillah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, LAMONGANDesa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menyimpan tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun silam, bernama Sanggring

Sanggring ini pertama kali dimunculkan oleh Ki Buyut Terik, sebagai jamuan untuk para tamu dan sedekah bumi yang kemudian diwariskan secara turun temurun di Tlemang, Kecamatan Ngimbang. Jumlah piring untuk jamuan para tamu, harus sebanyak 44 buah piring. 

"Ceritanya Sanggring ini untuk menjamu. Dulu kan ada seperti prajurit, mengundang teman-teman untuk jamuan makan, mengerahkan anak buahnya atau murid-muridnya untuk memasak Sanggring ini," tutur Aris Pramono, Kepala Desa Tlemang, Senin, (4/2/2019). 

Sanggring yang juga dipercayaan bisa sebagai obat ini, dikatakan Aris, harus dimasak oleh kaum laki-laki, karena Sanggring ini juga menjadi salah satu ritual pensucian. "Karena orang laki-laki kan nggak punya hadas,” katanya. 

Untuk menentukan yang memasak Sanggring, dikatakannya tidak ada ritual khusus sebelumnya bagi para juru masak. “Memang nggak ada kriteria tertentu, tapi ada salah satu orang sesepuh yang mendampingi," ucapnya.

Lantas apa itu Sanggring? Sanggring ini berupa masakan yang berbahan dasar ayam. “Masakannya mesti ayam,” ucapnya Yatono, salah satu warga Desa Tlemang menambahkan. 

Lalu berapa jumlah ayam yang dipotong lantas dimasak oleh warga? Yatono menyebut, jumlahnya ayamnya tergantung dengan jumlah penduduk Desa Tlemang. 

“Yang ngasih ya warga, tapi setiap keluarga memberi ayam sama bumbu jangkep sama kayunya juga,” katanya. 

Pada tahun ini, jumlah ayam yang dimasak sebanyak 124 ekor. “Semua jenis ayam, terserah yang memberi, jantan atau betina terserah. Tapi kalau dulu harus berwarna hitam, kalau sekarang tidak,” ujarnya. 

Sanggring ini selalu dilaksanakan setiap Jumadilawal, tanggal 27 ini, ayam yang sudah dipotong ini pun, dimasak oleh 40 orang laki-laki. “Yang masak semua laki-laki, tanpa boleh dicicipi,” tutur Yatono.

Sanggring ini, sambung Yatono, dimasak dengan menggunakan tiga buah kenceng (wajan besar). “Mesti tiga, dari dulu tiga, dan tidak pernah ganti dari dulu sampai sekarang. Kenceng ini peninggalan,” ucapnya. 

Sambil menanti Sanggring ini matang, masyarakat Desa Tlemang, disuguhi hiburan berupa Wayang Krucil, dengan menampilkan 4 orang sinden. “Wayangnya harus wayang Krucil, kalau Wayang Kulit, gak boleh,” tuturnya. 

Sebelum Sanggring matang, para warga Tlemang sudah bersiap untuk mendapatkan Sanggring. Mereka membawa piring, mangkuk dan berbagai wadah lainnya untuk mendapatkan Sanggring. 

“Masyarakat Desa Tlemang, dan desa-desa disekitarnya mengantre untuk bisa mendapatkan Sanggring,” ujarnya. 

Pada awalnya dahulu, sambung Yatono, di ritual bernama Sanggring ini juga terdapat prosesi di mana kuahnya Sanggring ini untuk ngumbah (mencuci) gaman (senjata), bernama Sengrok Simala Gandring. “Gamannya ini nakal, ditumbuk sama Ki Buyut Terik dan terbang,” ujarnya. 

Paska prosesi Sanggring ini tuntas, Kepala Desa, tokoh masyarakat dan penduduk Desa Tlemang ini membawa ambeng (berbagai macam makanan kiriman dari warga) ke punden atau makam Ki Buyut Terik. “Makan-makan di sana,” ujar Yatono. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Lamongan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES