Kopi TIMES

Bacalah..!!!

Kamis, 17 Januari 2019 - 01:17 | 70.42k
Membaca. (FOTO: Shutterstock)
Membaca. (FOTO: Shutterstock)

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO“Saat kecil kita harus belajar, agar pintar membaca. Maka sekarang kita harus membaca agar benar-benar pintar”

Membaca, adalah tradisi masyarakat berperadaban. Betapa pentingnya membaca. Membaca tidak hanya menciptakan peradaban baru yang berwibawa, tapi mampu menjinakkan peradaban jahil yang sepertinya mustahil untuk dirubah. Kegagahan suatu bangsa adalah seberapa besar ia memproduksi bacaan, dan seberapa banyak bacaan itu dinikmati oleh bangsanya sendiri.

Jasmerah, pesan kepada bangsa Indonesia. Sejarah bangsa akan abadi dalam tulisan, akan selalu diingat dengan cara membacanya. Apalagi yang dapat mengantarkan kita ke alam pengetahuan, membawa kita ke dalam keadaan sejarah suatu bangsa, kalau tidak membaca. Namun sepertinya tradisi mulia yang tersurat dalam wahyu ini sering kali terlupakan. Atau memang kita tidak lagi menghendaki adanya peradaban yang gagah? Entahlah....

Mari kita renungkan bagaimana nabi Muhammad SAW. Sang pemimpin ulung memulai masa pembebasan bagi masyarakat arab. Iqra (membaca) adalah pintu pertama dan utama pemberian Tuhan untuk membentuk peradaban yang hakiki. Merubah masyarakat jahil menuju masayarakat kamil. Menyulap masa kegelapan yang penuh penindasan menjadi masa keemasan yang damai dan penuh ilmu pengetahuan. Sekali lagi, betapa pentingnya membaca.

Mungkin ini alasan kenapa saat pertama masuk di dunia pendidikan diajarkan agar bisa membaca. Karena memang ini satu-satunya jalan memetik manisnya ilmu pengetahuan. Anak kecil yang masih mengenali huruf A-Z, kemudian belajar memahami susunan huruf itu dalam bentuk kata, berarti ia sedang membangun pondasi jembatannya. Saat ia mampu membacanya dalam bentuk kalimat yang panjang, berarti ia telah benar-benar menyelesaikan jembatan itu. 

Ya.... membaca adalah jembatan dan satu-satunya akses yang bisa mengantarkan kita dari pulau gelap yang hanya dihuni oleh makhluk bernama kebodohan, menuju sebuah benua eksotis yang penuh ilmu pengetahuan.

Seorang wartawan, cendekiawan dan sekaligus ulama besar, lahir di penghujung abad 19 dan wafat di pertengahan abad ke 20. Al-Aqqad sapaan akrabnya, menulis bahwa tanpa membaca kehidupan hanya satu. Hanya bacaan yang bisa memberi banyak kehidupan, karenanya pula hidup akan lebih bermakna dan berwarna. 

“Betapapun manusia makan, maka dia hanya memenuhi satu pencernaan, betapapun dia berpakaian, maka yang dia tutupi hanya satu jasadnya, betapapun dia bepergian, maka dia akan berada hanya di satu tempat. Tetapi bila membaca maka dia dapat menampung banyak ide, rasa dan imajinasi dalam benaknya, dan dengan begitu dia tidak memiliki satu hidup saja,” tulis sang wartawan.

Sungguh membaca adalah wahyu kepada sang baginda, kemudian diwariskan kepada kita. Maka sangat mungkin dengan membaca kita dapat melakukan hal-hal di luar nalar. Menurut akal sehat, siapa pun tidak mungkin bisa kembali ke masa lalu, baik ke masa kejayaan baginda nabi, ke masa kekejaman firaun si raja Mesir, ke masa kekaisaran Romawi Kuno, bahkan yang terdekat sekalipun yaitu masa reformasi 98. Tetapi membaca dapat mengantarkan kita ke setiap masa yang ingin kita kunjungi, bahkan ke masa Adam sekalipun, di mana sejarah umat manusia pertama kali dimulai.

Hanya dengan membaca, kita dapat ‘bergabung’ dengan pasukan nabi Muhammad SAW. Melawan musuh Allah, menyaksikan peletakan hajar aswad. Dengan membaca sejarah Musa, kita dapat ‘berjalan’ di tengah lautan bersama nabi Musa sang pembelah laut, dan menyaksikan Firaun yang mati tenggelam dalam penyesalan. Dengan membaca sejarah Romawi Kuno, kita bisa ‘bertarung’ sebagai Gladiator di Collussium Romawi dengan ribuan penonton, menyaksikan perbudakan yang diperlakuan begitu kejam, dan dengan membaca, kita bisa berdiri paling depan untuk menantang rezim orde baru. 

Hah..... betapa nikmat petualangan membaca, dan betapa ajaibnya pekerjaan ini. Hanya beberapa saat saja kita sudah dapat berjalan ke masa kegelapan sekaligus masa keemasan, singgah ke satu kerajaan sekaligus kekaisaran. Sungguh luar biasa energi membaca.

Jika anda tidak cukup uang untuk pergi ke luar negeri agar bisa menyaksikan tempat bersejarah dan wisata, maka bacalah. Jika anda hendak bertemu Filosof seperti Plato, Aristoteles dan Socrates, hendak bertemu sang Sufi seperti Jalaluddin Rumi, atau sudah terlambat untuk bersua sang Ilmuwan muslim seperti Ibnu Sina, Al-Fararabi dan sederet tokoh lainnya, maka bacalah. 

Membaca adalah percakapan paling jujur. Membaca akan memberikan pengalaman tentang segalanya. Karena belum tentu yang hidup di masa filosof dapat bercakap-cakap dengan mereka, dan belum tentu yang hidup di masa Ilmuan muslim dapat bersua secara panjang lebar. 

Tapi dengan membaca kita dapat berjumpa kapanpun dan di manapun. Dengan membaca pula kita dapat berkenalan dan bersua dengan siapa pun, mulai dari Adam, filosof Yunani, ilmuan muslim hingga tokoh-tokoh Kontemporer. Bahkan secara bersamaan kita dapat melakukannya. Sungguh luar biasa wahyu Iqra’.

Di sebuah Mall, mata kepala saya menyaksikan dengan jelas. Orang-orang berbelanja pakaian begitu banyaknya. Sangat ramai sekali orang mendatangi pajangan kain yang telah disulap menjadi aneka pakaian. Mall begitu riuh dengan percakapan mereka. Ada yang datang bersama teman, pasangan, bahkan satu keluarga.

Sementara di depan keramaian itu terdapat toko buku yang lumayan luas, namun suasananya berbeda, tenang tanpa suara, bahkan lebih ramai stan roti di sebelahnya yang jauh lebih sempit. Hanya satu-dua orang yang masuk, itu pun mereka tidak membeli buku apa-apa.

Hah..... sepertinya sebagian banyak orang lebih senang membungkus jasadnya dengan berbagai macam pakaian, daripada menyelimuti hidupnya dengan bacaan yang mencerdaskan. Lebih senang memberi makan perutnya dengan berbagai roti dan keju, dari pada menyuapkan otak dan hatinya dengan berbagai macam bacaan dan buku-buku. 

Memang sepertinya jarang sekali yang mau menjadi hewan ‘amfibi’, dimana orang dapat hidup lebih dari satu kehidupan. Membaca seharusnya lebih penting dari sekedar baju-baju, dan seharusnya buku tidak lebih rendah dari pada roti dan keju. 

Berpakaian yang penting menutup aurat, dan kita boleh makan saat merasa lapar saja. Namun membaca, tidak akan pernah ada lebihnya. Membaca tidak akan pernah membuat kita kenyang, karena semakin banyak membaca, maka semakin tampak bahwa kita sebenarnya tidak memakan apa-apa dari kebun ilmu pengetahuan, kecuali hanya sedikit saja. 

Sebagaimana kata seorang tokoh: “biarpun kita membaca 24 jam dalam sehari semalam, jangan anggap kita dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, kita jauh tertinggal”. Semakin banyak membaca, maka kita akan sampai pada sebuah kesimpulan yang pernah dikatakan Rene Descartes, “Just only one I know, I know nothink”, Hanya satu yang saya ketahui, bahwa saya tidak tahu apa-apa. 

Maka tidak heran jika ilmu pengetahuan berkata dengan sangat lantang: “Berikan segala kepunyaanmu, maka aku akan memberikan sebagian kepunyaanku.” Artinya, biarpun seumur hidup kita membaca, tidaklah seberapa yang kita dapatkan, ya... kecuali hanya sedikit. Betapa tertinggalnya dan hinanya bagi yang tidak membaca.

Terkadang masih banyak pemuda harapan hari esok yang sangat kelihatan sombong. Berlagak seakan siap memajukan negeri ini. Ada yang katanya bergabung sebagai agent of change, agent of control dan agent of analysis. Bagaimana tidak sombong, kebanyakan mereka jauh dari buku-buku, menghindar dari perpustakaan, sementara mereka berjanji sebagai agent of change akan membuat perubahan. 

Ingat, di dunia yang sudah masuk era digitalisasi ini yang diadu adalah otak bukan otot, opini bukan belati. Sementara pemberi kemajuan selalu orang pintar, dan untuk bisa pintar harus membaca dengan sebenar-benarnya membaca.

Mari tutup bacaan ini dengan kisah seorang laki-laki yang merasa paling pintar dan mengetahui segalanya. Seakan tidak ada makhluk yang lebih tahu dibanding dirinya. Maka Tuhan memintaya agar pergi ke sebuah pantai, dan menyuruhnya memperhatikan apa yang akan terjadi di sana. 

Dia datang, kemudian memperhatiakan sambil bertanya-tanya apa yang akan terjadi. Pandangannya menjamah apapun, merekam sejauh mata dapat memandang. Begitu lama dia menunggu, namun tetap tidak terjadi apa-apa. Hanya seekor bangau yang datang menyeburkan kakinya di air laut, lalu kemudian pergi. 

“Apakah kamu melihat burung tadi yang hinggap lalu kemudian pergi?” Tuhan memulai percakapan. “Ia hamba melihatnya, dan baru saja terjadi,” laki-laki itu menjawab. “Ilmu pengetahuanku itu lebih luas dari pada lautan di depanmu, sedangkan pengetahuan yang kau miliki hanya seperti air yang menempel di kaki burung tadi, tidaklah seberapa.” Tuhan memberi teguran yang begitu pedas. Laki-laki itu kemudian mengetahui bahwa dirinya tidak tahu apa-apa.

Laki-laki di atas adalah orang yang mempunyai pengetahuan, namun tetap saja setahu apa pun dia tidak akan pernah bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan seluruhnya. Maka mau tidak mau kita harus tetap membaca, tidak ada batas untuk itu. Membaca tidak akan membuat kita tahu segalanya, karena ilmu Allah itu sangat luas. Bagaimana kalau tidak membaca?, maka kita akan jauh tertinggal ribuan mil di belakang. 

Meski tidak seluruh air lautan dapat kita bawa pulang, namun setidaknya ilmu pengetahuan dapat membasahi tubuh kita. Hanya satu pekerjaan yang bisa membuat kita basah dengan ilmu pengetahuan.Yaitu, baca. Al-haqqu Lillah[]

 

Oleh: Bahrian Muhammad

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Bondowoso

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES