Peristiwa Nasional Bulan Gus Dur 2018

Kebesaran Gus Dur Itu Melintas Zaman dan Generasi

Senin, 17 Desember 2018 - 08:35 | 179.51k
Gus Dur dalam setiap mutiara katanya
Gus Dur dalam setiap mutiara katanya
FOKUS

Bulan Gus Dur 2018

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Berbicara soal Kerinduan Terus Mengalir di Bulan Gus Dur, banyak kisah ditulis banyak orang, misalnya tulisan Wakil Sekretaris LTN Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Munawir Aziz bahwa kebesaran tentang Gus Dur itu telah melintasi zaman dan generasi.

Peneliti dan penulis beberapa buku Merawat Kebinekaan alumnus Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) yang saat ini sedang riset di Southampton, United Kingdom (UK) ini menyebut, bahwa saat ini, semakin hari ada saja peristiwa-peristiwa dan kisah-kisah yang menjelaskan karena sentuhan Gus Dur.

Dikatakan, sosok Gus Dur adalah orang yang bisa akrab dengan tukang becak, petani, nelayan, pengemis, serta sekian macam orang yang hidup sederhana. Bahkan Gus Dur juga leluasa berkomunikasi, termasuk berbagi lelucon dengan kepala negara.

Kisah-kisah Gus Dur berdiplomasi dengan pemimpin dan tokoh agama lintas negara dengan mudah kita temukan, dari Israel hingga Amerika, dari China hingga India. Gus Dur melintasi peristiwa, mengarungi tanda-tanda. 

Di tengah dinamika politik, akan selalu diingat, bahwa Gus Dur sebagai sumber hikmah, mata air ilmu bagi semua saja untuk mengais makna. Ungkapan-ungkapan Gus Dur yang pada masa beliau yang dianggap kontroversial, sekarang ini satu persatu ditemukan bahwa itu benar.

Begitu juga di tengah pertarungan simbol-simbol agama sebagai modal politik, di tengah lautan fitnah dan hoaks, bangsa ini terapung-apung mencari mercusuar. "Kita meraba-raba mencari tanda untuk menunjuk arah masa depan bangsa Indonesia," tulisnya.

Disebutkan, bahwa generasi muda Indonesia perlu mencatat ulang, menggali kiprah, sekaligus meneruskan gagasan-gagasan Gus Dur yang belum selesai. Pada beberapa isu, Gus Dur telah memberi fondasi.

Untuk itu, generasi muda dan penerus bangsa ini bisa meneruskan dengan mengambil saripati gagasannya sekaligus menyempurnakannya dalam konteks saat ini dan masa mendatang. Karena, setiap zaman memiliki tantangan dan setiap generasi mempunyai hal-hal yang perlu diperjuangkan.

Sebab saat ini era kehidupan ada pada post-truth era, masa pasca-kebenaran, di mana kebencian-kebencian menyeruak. Di antara kebimbangan-kebimbangan, di tengah perang kebencian, kita perlu sejenak mengais hikmah dari kitab kehidupan bernama "Gus Dur".

Karena, sebenarnya, dari sekian pemikiran, sikap dan kontribusi Gus Dur, kita telah menemukan keindahan, yakni cinta.

Salah satu contohnya, sosok Gus Dur tentu tak akan bisa dilepaskan peranannya dalam memberikan spirit kemanusiaan di tanah Papua dari segala bentuk diskriminasi, marjinalisasi, dan krisis di segala bidang. Papua butuh sekaligus menyayangi Gus Dur.

Betapa tidak, menurut keterangan seorang santrinya yang asal Kudus, Nuruddin Hidayat, pada 30 Desember 1999 atau tepat dua bulan sepuluh hari setelah dilantik menjadi Presiden keempat RI, Gus Dur berkunjung ke Irian Jaya dengan dua tujuan, yaitu ingin berdialog dengan berbagai elemen di Papua serta melihat matahari terbit pertama milenium kedua pada tanggal 1 Januari 2000 pagi.

Dialog dengan berbagai elemen kemudian dimulai jam 8 malam di gedung pertemuan Gubernuran di Jayapura. Meskipun dengan cara perwakilan, tetapi penjagaan tidak ketat sehingga yang datang banyak.

Gus Dur kemudian mempersilakan mereka berbicara terlebih dulu, dari yang sangat keras dengan tuntutan merdeka dan tidak mempercayai lagi pemerintah Indonesia hingga yang memuji tapi dengan berbagai tuntutan.

Kemudian Gus Dur menanggapi banyak hal. Dari sekian tanggapan itu ada yang penting yakni "Saya akan mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua," kata Presiden. “Alasannya?”

"Pertama, nama Irian itu jelek," katanya. "Kata itu berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang. Dulu ketika orang-orang Arab datang ke pulau ini menemukan masyarakatnya masih telanjang, sehingga disebut Irian.

Kemudian, lanjut Gus Dur, dalam tradisi orang Jawa kalau punya anak sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya supaya sembuh. Biasanya sih namanya Slamet. "Tapi saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua," ujarnya lagi.

Gara-gara itu, seorang Antropolog bahasa Melanesia lantas mencoba mencari asal-usul kata Irian yang diceritakan Gus Dur, walau tidak pernah menemukannya. Tetapi itulah cara Gus Dur memecahkan masalah rumit dan besar seperti masalah Papua. Sekali lagi dengan humor. (kalau tidak ketemu, tidak berarti tidak ada kan?).

Sohibul riwayah, Ahmad Suaedy juga menduga mengapa Gus Dur menggunakan alasan bahasa Arab dan tradisi Jawa? Gus Dur mencoba "menenangkan" hati orang-orang Islam dan orang-orang Jawa yang berpotensi melakukan protes.

Menteri Negara Percepatan Kawasan Timur Indonesia era Presiden Megawati, Manuel Kaisiepo juga menaruh hormat dengan teladan, prinsip, dan keberanian Gus Dur. Manuel memiliki cerita sendiri, bahwa ketika Kongres Rakyat Papua akan diselenggarakan, Gus Dur menyetujuinya.

Semua orang waktu itu protes. Sebab yang akan menyelenggarakan kongres itu adalah separatis. Tetapi Presiden Gus Dur menyetujuinya. Bahkan Gus Dur juga akan membantu pendanaannya. Langkah Gus Dur itu kemudian dianggap nyeleneh.

Kemudian tatkala Gus Dur menemui kelompok separatis tersebut, juga banyak yang protes dan mengira bahwa Gus Dur menyetujui keberadaan mereka.

Namun Gus Dur memiliki pandangan berbeda. Ia lalu menegaskan bahwa semua yang ada di Papua adalah saudara-saudara dirinya, saudara sebangsa dan sesama manusia. Hal ini dilakukan Gus Dur yang tidak lain adalah untuk membangun kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah. 

Sikap dan pendirian Gus Dur dengan kisah-kisah dan pengabdiannya terhadap bangsa dan negara yang demikian itu yang selalu menguatkan Kerinduan Terus Mengalir di Bulan Gus Dur ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES