Olahraga

Pengaturan Sekor, Noda Hitam Di Tengah Besarnya Animo Sepak Bola Nasional

Jumat, 14 Desember 2018 - 20:36 | 57.83k
Acara jumpa pers yang diadakan oleh Koalisi Anti Mafia Sepak Bola, di kantor YLBHI, Jakarta, Jumat (14/12/2018). (FOTO: Edi Junaidi/TIMES Indonesia)
Acara jumpa pers yang diadakan oleh Koalisi Anti Mafia Sepak Bola, di kantor YLBHI, Jakarta, Jumat (14/12/2018). (FOTO: Edi Junaidi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Komisi Disiplin PSSI (Komdis Persatuan Sepak Seluruh Indonesia) pada tanggal 3 Desember 2018 lalu, menyatakan telah menghukum mantan Komite Ekskutif PSSI, Hidayat atas dugaan pengaturan skor di sepak bola. Hidayat dinyatakan terbukti melakukan pengaturan skor babak delapan besar Liga 2 Indonesia antara Madura FC versus PSS Sleman. 

PSSI kemudian menjatuhkan larangan beraktivitas di sepak bola selama dua tahun dan denda sebesar Rp 150 juta kepada Hidayat.

Hukuman yang dijatuhkan oleh PSSI tersebut, dirasa sangat mengecewakan dan menjadi preseden buruk bagi dunia sepok bola.

Hal itu diungkapkan oleh, Emerson Yuntho, dari Koalisi Anti Mafia Sepak Bola dalam diskusi bertema ‘Mendorong Proses Hukum Untuk Pelaku Pengaturan Di Sepak Bola Indonesia’ di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta, Jum’at (14/12/2018).

“Tidak saja mengecewakan, pengurus PSSI di era Edy Rahmayadi terkesan melindungi atau berkompromi dengan Hidayat. Mereka tidak sungguh-sungguh serius menyelesaikan persoalan mafia sepak bola,” ungkap Emerson, saat menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.

“Kesan ini muncul karena dua hal. Pertama, PSSI nampaknya hanya berhenti melakukan pengusutan pada Hidayat dan tidak berupaya mengusut pihak-pihak selain hidayat. Kedua, PSSI tidak berupaya melakukan upaya hukum dengan melaporkan kasus Hidayat ke Kepolisian atas dugaan tidak pidana suap untuk pengaturan skor, sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap,” tambahnya.

Menykapi kasus pengaturan skor, Peneliti Hukum Olahraga, Eko Noer Kristiyanto, membenarkan pendapat Emerson. Menurutnya, selama ini PSSI memang masih menutup diri terhadap proses hukum. Seolah pelanggaran di PSSI menjadi urusan Komdis semata, padahal di dalam pengaturan skor terdapat kasus suap dan bisa dijerat hukum.

“UU No. 11 Tahun 1980 tentu masih relevan dan bisa digunakan untuk penegakan hukum pada kasus pengeturan skor. Bahkan hasil penyelidikan saya, undang-undang ini memang sengaja dibentuk untuk pengaturan skor di zaman dulu. Soalnya kasus pengaturan skor di masa dulu parah banget dan maksud lahirnya undang-undang ini adalah untuk memberantas judi bola," katanya, saat menyampaikan materi diskusi.

Sementara itu, Ignatius Indro, Ketua Umum Paguyupan Suporter Indonesia yang juga menjadi pembicara diskusi, merasa prihatin. Pasalnya, di tengah derasnya animo masyarakat pada sepak bola, justru tidak diimbangi dengan i’tikat baik dari pemangku kebijakan (PSSI). Indro menilai, selain kasus mafia sepak bola dalam bentuk pengaturan skor, PSII periode Edy Rahmayadi juga minim prestasi. “Selain Tim Nasional Usia 16, saya pikir tidak ada prestasi sepak bola nasional yang bisa dibanggakan,” tegasnya.

“Masyarakat (suporter) tentu tidak tinggal diam. Kita berusaha men-viralkan permasalahan yang ada di sepak bola, mulai dari hastag kosong Gelora Bung Karno (GBK) sampai permasalahan pengaturan skor. Saya fikir ini harus dilihat secara positif sebagai kritik kepada pemangku kebijakan guna perbaikan sepak bola nasional,” katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES