Peristiwa Internasional

Separuh Perempuan di Bangladesh Menikah Dini dan Mengancam Masa Depannya

Jumat, 14 Desember 2018 - 13:03 | 93.24k
Ahmed Mushtaquen Chowdhury, selaku Wakil Ketua BRAC India dan Bangladesh. Jumat (14/12/2018).(FOTO Khadafi/TIMES Indonesia)
Ahmed Mushtaquen Chowdhury, selaku Wakil Ketua BRAC India dan Bangladesh. Jumat (14/12/2018).(FOTO Khadafi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BALI – Salah satu pemateri yang mengisi konferensi internasional Viable and Operble Ideas for Child Equality (Voice) adalah Ahmed Mushtaquen Chowdhury, selaku Wakil Ketua BRAC India dan Bangladesh. Diketahui, di negara itu, separuh perempuan menikah dini dan mengancam masa depannya. 

Konferensi yang berjalan dari 12-14 Desember, di Nusa Dua, Badung, Bali, banyak membahas tentang persoalan perlindungan anak yang mencangkup di wilayah Asia. 

Ahmed Mustaquen Chowdury, usai memberikan materi pada ratusan perserta konferensi Voice menyampaikan pada awak media, bahwa salah satu isu yang sangat krusial adalah pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur untuk para anak perempuan.

Menurutnya, pernikahan di bawah umur banyak terjadi di Banladesh, India, Afganistan dan Indonesia, yang tentunya menjadi perhatian dalam konferensi Voice.

"Di Bangladesh itu, separuh dari anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun dan di Indonesia kurang lebih keadaannya sama. Hal itu, tidak bisa diterima dan kita harus menghentikan itu," ucapnya, Jumat (14/12/2018).

Ahmed juga menjelaskan, jika anak perempuan menikah di bawah umur. Mereka tidak akan bisa meneruskan pendidikannya. Artinya pendidikannya akan terputus dan itu mengancam masa depannya.

"Artinya, pendidikannya terputus. Selain itu, kalau masih mudah (menikah) belum juga bisa menjadi ibu atau belum siap secara mental dan juga secara fisik dan itu juga terjadi di Indonesia. India, Pakistan, Afganistan," jelasnya.

"Kalau di Indonesia anak menikah di Indonesia itu 16 tahun dan itu lebih rendah dari Bangladesh. Jadi masyarakat semua harus memikirkan hal itu. Karena kembali lagi anak perempuan akan berhenti pendidikan dan belum siap secara mental," tambah Ahmed.

Ahmed juga menjelaskan, pernikahan dini jika di Asia itu paling banyak di Negara Banglades dan kemungkinan juga di Indonesia. Maka untuk solusi kedepannya adalah pertama, harus menyakinkan para orang tuanya. Jika menikah dini bukanlah tindakan yang tepat untuk masa depan si anak perempuan.

"Karena ini, anaknya sendiri dan harus memikirkan masa depan si anak itu. Kedua kita harus menciptakan juga kesempatan untuk anak-anak perempuan ini, biar mereka juga mendapatkan edukasi dan mendapatkan pekerjaan sehingga menikahnya nanti saja," ujarnya.

Selain itu Ahmed juga menjelaskan, pernikahan anak di bawah umur, secara tidak langsung juga memindahkan tanggung jawab orang tua ke orang lain yaitu suaminya. 

Menurut Ahmed, terjadinya pernikahan di bawah umur, karena selama ini kurangnya pengetahuan soal konsekuensi dari pernikah di bawah umur itu sendiri. 

"Selain itu, sekarang juga masih banyak kesempatan untuk anak-anak laki-laki dibanding anak perempuan untuk pendidikan dan masa depannya. Isu Gender dan bagaimana masyarakat mempunyai persepsi pada anak perempuan sendiri," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Bali

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES