Peristiwa Nasional Indonesia Anti Korupsi

Hari Anti Korupsi Sedunia: Ada 19 Kepala Daerah Terjaring OTT KPK Tahun 2018

Minggu, 09 Desember 2018 - 09:16 | 320.70k
Hari Anti Korupsi Sedunia (Ilustrasi - TIMES Indonesia)
Hari Anti Korupsi Sedunia (Ilustrasi - TIMES Indonesia)
FOKUS

Indonesia Anti Korupsi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kepala daerah lagi-lagi menjadi langganan KPK. Berulang kali operasi tangkap tangan (OTT) nyatanya tidak menciutkan nyali kepala daerah untuk merampok uang rakyat.

Walaupun tidak semua berbuat korup, namun, melihat catatan TIMES Indonesia, kepala daerah dan korupsi saat ini seakan sudah tidak bisa dipisahkan, layaknya dua sisi mata uang.

Bayangkan, belum genap 12 bulan di tahun 2018 ini, lembaga antirasuah sudah menjerat 19 kepala daerah melalui OTT. Lalu siapa saja, dari daerah mana, dan kader partai politik yang mana, serta kasus apa saja? Berikut daftar lengkapnya.

1. Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif (4 Januari 2018).
Partai politik: Kader Partai Berkarya
Status hukum: divonis 6 tahun penjara, denda Rp300 juta dan hak politik dicabut

Kronologi: OTT KPK terhadap Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif berlangsung di kantornya, Kamis (4/1/2018). Setelah dilakukan penyidikan intensif di Gedung Merah Putih, Jakarta, Latif kemudian ditetapkan tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengadaan pekerjaan pembangunan RS Damanhuri Baranai tahun 2017.

KPK menduga ada pemberian uang sebagai fee proyek pembangunan Klas I, II, VIP dan Super VIP di RSUD Damanhuri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Total uang suap yang diterima Abdul mencapai Rp 3,6 miliar yang merupakan nilai komitmen fee 7,5 persen yang dijanjikan oleh pengusaha swasta.

BACA JUGA: KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Tengah Sebagai Tersangka

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan uang komitmen fee itu diberikan dalam dua tahap, yakni periode September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar dan pada 3 Januari 2018 dengan nominal yang sama.

Selain Abdul, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka yakni Ketua Kamar Dagang Hulu Sungai Tengah (HST), Fauzan Rifani, Dirut PT Sugriwa Agung, Abdul Basit dan Dirut PT Menara Agung, Donny Winoto.

Ancaman hukuman: disangka melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman penjara 4-20 tahun dan denda Rp 200 juta - Rp 1 miliar.

2. Bupati Jombang, Jawa Timur Nyono Suharli Wihandoko (3 Februari 2018).
Partai politik: Partai Golkar
Status hukum: divonis 3,5 tahun penjara dan hak politik dicabut

Kronologi: KPK menangkap tangan Nyono di Stasiun Balapan, Solo, saat ia hendak menuju Jombang, Sabtu (3/2/2018). Nyono diduga menerima uang suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang bernama Inna Silestyanti. Tujuannya, agar Inna ditetapkan sebagai kepala dinas kesehatan definitif.

Uang tersebut ternyata merupakan kutipan jasa pelayanan kesehatan dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang. Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif kutipan itu sudah dikumpulkan sejak Juni 2017. Totalnya mencapai Rp 275 juta.

BACA JUGA: KPK Tetapkan Bupati Jombang Tersangka Pasca OTT

Selain Nyono sebagai penerima uang suap, KPK juga menetapkan Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna sebagai tersangka sebagai pemberi suap.

Ancaman hukuman: Nyono disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya penjara 4-20 tahun dan denda Rp 200 juta - Rp 1 miliar.

3. Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur, Marianus Sae (11 Februari 2018).
Partai politik: PDI Perjuangan
Status hukum: divonis 8 tahun penjara, denda Rp300 juta dan hak politik dicabut

Kronologi: Marianus terjaring OTT KPK di sebuah hotel di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/2/2018). Dari gelar perkara yang dilakukan, KPK menetapkan Marianus dan Wilhelmus sebagai tersangka. Wilhelmus diduga menyuap Marianus terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada, NTT.

Ia diduga menerima janji dan hadiah berupa uang tunai dengan total mencapai Rp 4,1 miliar. Uang itu diserahkan dengan cara ditransfer dan diserahkan langsung secara tunai.

Sebagai imbal baliknya, Marianus menjanjikan Dirut PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan, beberapa proyek di Kabupaten Ngada yang nilainya mencapai Rp 54 miliar.

BACA JUGA: OTT Bupati Ngada, KPK Duga Uang Suap Rp 4,1 M Untuk Biaya Pilkada NTT

Marianus dan Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT, Ambrosia Tirta Santi ditangkap penyidik saat tengah berada di Surabaya. Penyidik kemudian menyita sebuah ATM dan beberapa struk transaksi keuangan. Selain Marianus, KPK juga menetapkan Wilhelmus sebagai tersangka.

Ancaman hukuman: Marianus sebagai pihak yang menerima disangka telah melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal II Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya 4-20 tahun penjara dan denda Rp 200 juta - Rp 1 miliar.

4. Bupati Subang, Jawa Barat Imas Aryumningsih (13 Februari 2018).
Partai politik: Partai Golkar
Status hukum: divonis 6,5 tahun penjara, denda Rp500 juta dan hak politik dicabut 

Kronologi: Imas Aryumningsih terjaring OTT KPK pada Selasa (13/2/2018) malam. OTT dilakukan di dua lokasi yaitu Kabupaten Subang dan Bandung, Jawa Barat.

Dalam OTT itu, diamankan delapan orang yaitu Bupati Subang, dua pejabat Dinas PMPTS, dua orang dari swasta, dua orang ajudan bupati dan satu orang sopir.

Hasil OTT tersebut, KPK berhasil menyita uang tunai senilai Rp 337 juta dan bukti dokumen penyerahan uang. 

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan uang suap tersebut diberikan sebagai imbal balik untuk izin prinsip pembangunan atau tempat usaha di Subang. Semula, nominal yang dijanjikan untuk Imas mencapai Rp 1,5 miliar. Namun, baru terealisasi Rp 337 juta. 

Ancaman hukuman: KPK menyangkakan Imas dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pemberantasan Korupsi. Ia terancam hukuman 4-20 tahun penjara dan denda Rp 200 juta - Rp 1 miliar.

5. Bupati Lampung Tengah, Lampung, Mustafa (14 Februari 2018).
Partai politik: NasDem
Status hukum: divonis 3 tahun penjara, denda Rp100 juta dan hak politik dicabut 

Kronologi: Bupati Lampung Tengah, Mustafa bersama 18 orang lainnya terjaring OTT KPK, Rabu (14/2/2018). Rangakain operasi dilakukan di tiga lokasi yakni Jakarta, Bandar Lampung dan Lampung Tengah. 

Petugas mengamankan sedikitnya 8 orang di Jakarta dan 11 orang lainnya di wilayah Bandar Lampung dan Lampung Tengah.

Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, Mustafa secara bersama-sama diduga memberi suap terkait permintaan persetujuan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah ke DPRD setempat.

BACA JUGA: KPK Kembali Periksa Bupati Lampung Tengah dan 2 Tersangka Lain

Kasus penyuapan yang dilakukan oleh Pemkab Lampung Tengah bermula karena Mustafa ingin meminjam uang sebesar Rp 300 miliar kepada PT SMI, BUMD yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. Uang itu akan digunakan untuk membiayai pembangunan proyek milik Kementerian PUPR di Lampung Tengah. 

Untuk bisa meminjam dana dari BUMD, membutuhkan persetujuan dari anggota DPRD. Sayangnya, sebagai imbal balik, mereka meminta uang Rp 1,16 miliar. Lalu, apa peran Mustafa di sini? Rupanya ia turut mengarahkan agar uang Rp 1,16 miliar mengambil dari dana taktis Pemda dan kontraktor.

Ancaman hukuman: Mustafa disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya 1-5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta - Rp 250 juta.

6. Wali Kota Kendari, Sulawesi Tenggara Adriatma Dwi Putra (28 Februari 2018).
Partai Politik: PAN
Status hukum: terdakwa

Kronologi: Adriatma Dwi Putra terjaring OTT KPK di rumah dinas Wali Kota Kendari Rabu, (28/2/2018) terkait suap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kota Kendari tahun 2017-2018.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, kasus ini terungkap saat KPK mendapat informasi adanya penarikan uang senilai Rp1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari, Sulawesi Tenggara. 

KPK kemudian mengidentifikasi bahwa penarikan uang tersebut untuk pihak yang berhubungan dengan Wali Kota Kendari.

Basaria mengatakan, total suap untuk Adriatma senilai Rp 2,8 miliar. Uang Rp 1,3 miliar di antaranya merupakan kas PT SBN.

Dalam suap ini terungkap pelaku menggunakan sandi atau kode untuk jumlah uang suap. Sandi suap yang digunakan yakni "koli kalender".

BACA JUGA: Suap Wali Kota Kendari Gunakan Kode 'Koli Kalender'

Selain Adriatma, KPK menetapkan sang ayah, Asrun dan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Fatmawati (mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah yang kini bekerja untuk pihak swasta), dan Hasmun Hamzah (Direktur Utama PT Sarana Bangun Utama).

Ancaman hukuman: Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor Jakarta Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.‎ Ancaman hukumannya 5 tahun - 20 tahun dan denda Rp 200 juta - Rp 1 miliar.

7. Bupati Bandung Barat, Jawa Barat Abu Bakar (10 April 2018).
Partai politik: PDI Perjuangan
Status hukum: terdakwa

Kronologi: Menurut Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, tim penyidik lembaga anti rasuah itu tiba di kediaman Abubakar pada Selasa (10/4/2018) sore untuk menangkap Abu Bakar. Tetapi, pria berusia 64 tahun itu memohon kepada penyidik agar tidak diproses secara hukum. Alasannya, ia menderita penyakit kanker dan harus menjalani perawatan kemoterapi.

Lucunya, yang terjadi selanjutnya, Abu Bakar justru mengadakan jumpa pers di kediamanya untuk membantah kalau ia ditangkap dalam peristiwa OTT.

BACA JUGA: KPK Tangkap Bupati Bandung Barat

Saut mengatakan dari operasi senyap yang digelar, penyidik menemukan barang bukti Rp 435 juta. Selain Abu Bakar, KPK menetapkan tiga tersangka lainnya yakni Weti Lembanawati, Adiyoto dan Asep Hikayat.

Ancaman hukuman: penyidik mengenakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU nomor 20 tahun 2001 mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya penjara 4 tahun - 20 tahun dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

8. Bupati Bengkulu Selatan, Dirwan Mahmud (15 Mei 2018).
Partai politik: Kader Perindo
Status hukum: terdakwa

Kronologi: Dirwan diamankan KPK melalui OTT di Bengkulu Selatan pada Selasa (15/5/2018). Dalam operasi itu KPK menangkap Dirwan dan istrinya, Hendrati. Selain itu, KPK juga menangkap Kepala Seksi di Dinas Kesehatan Bengkulu Selatan, sekaligus keponakan Dirwan, Nursilawati dan seorang kontraktor bernama Juhari.

Dirwan diduga telah menerima komitmen fee untuk lima proyek infrastruktur di Bengkulu Selatan dari kontraktor setempat. Total uang yang dijanjikan oleh kontraktor mencapai Rp 112,5 juta. Namun yang terealisasi untuk diberikan sebesar Rp 98 juta.

Uang tersebut diberikan oleh kontraktor bernama Juhari yang telah menjadi mitra pemkab dan mengerjakan proyek sejak tahun 2017 lalu. Rencananya, bahkan Juhari dijanjikan akan ditunjuk secara langsung oleh Bupati Dirwan untuk mengerjakan lima proyek secara langsung. Total nilai lima proyek itu mencapai Rp 750 juta.

Ancaman hukuman: disangkakan dengan pasal 12 huruf a atau b UU nomor 20 tahun 2001 mengenai tindak pidana korupsi. Ancaman penjara yang tertulis di dalam pasal itu yakni 4-20 tahun dan denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

9. Bupati Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, Agus Feisal Hidayat (23 Mei 2018). 
Partai politik: PDI Perjuangan
Status hukum: tersangka

Kronologi: Wakil Ketua KPK, Basariah Panjaitan menjelaskan, OTT Bupati Buton Selatan, Agus Feisal Hidayat dilakukan pada Rabu malam (23/5/2018).

Agus diduga menerima uang suap dari para kontraktor di Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Uang itu diduga untuk membiayai pencalonan ayah Agus di Pilkada Sulawesi Tenggara sebagai calon gubernur.

Dalam OTT tersebut, penyidik KPK menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 409 juta dan alat kampanye salah satu calon gubernur di rumah konsultan politik bernama Syamsuddin. 

Diduga itu adalah konsultan politik yang digunakan oleh Agus agar dapat memenangkan ayahnya di Pilkada tahun ini. Sementara, uang senilai Rp 409 juta, sebagian di antaranya berasal para kontraktor atau pihak swasta yang memang sudah dekat dengan Agus.

Ancaman hukuman: Agus disangkakan dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Ancaman hukumannya yakni penjara 4 tahun - 20 tahun dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

10. Bupati Purbalingga, Jawa Tengah, Tasdi (4 Juni 2018).
Partai politik: PDI Perjuangan
Status hukum: tersangka

Kronologi: Bupati Purbalingga Tasdi terjaring OTT KPK terkait penerima suap dalam proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap II, tahun 2018.

Tasdi dijanjikan uang Rp 500 juta atau 2,5 persen dari total nilai proyek kawasan Islamic Centre. Sementara, kawasan yang berlokasi di Kabupaten Purbalingga sedang memasuki pembangunan tahap ke-2 yang menelan biaya Rp 22 miliar. Area tersebut merupakan proyek multi years yang dikerjakan selama tiga tahun selama 2017-2019. Total nilai proyek mencapai Rp 77 miliar.

Selain Tasdi, KPK juga menetapkan Hadi Iswanto, Hamdani Kosen, Librata Nababan, dan Ardirawinata Nababan.

Ancaman hukuman: Tasdi disangkakan Pasal 12 huruf atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

11. Bupati Tulungagung, Jawa Tengah Syahri Mulyo (6/6/2018)
Partai politik: PDI Perjuangan
Status hukum: tersangka

Kronologi: proses penetapan Syahri sebagai tersangka terdapat sedikit drama. Sebab, ketika ia ditetakan sebagai tersangka, penyidik KPK justru gak bisa menemukan keberadaan Syahri ada di mana.

Ia akhirnya menyerahkan diri ke KPK dua hari usai diumumkan menjadi tersangka. KPK menangkap Syahri karena diduga telah menerima uang suap dengan total Rp 2,5 miliar dari seorang kontraktor bernama Susilo Prabowo.

Menurut Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, uang yang diterima Syahri gak digunakan untuk logistik Pilkada 2018. Publik pun dibuat terkejut karena Syahri tetap menang di Pilkada Tulunagung kendati sudah ditahan di rutan KPK.

BACA JUGA: Mantan Bupati Tulungagung Akhirnya Menyerahkan Diri ke KPK

Selain Syahri, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka yakni Sutrisno, Agung Prayitno, dan Susilo Prabowo.

Ancaman hukuman: Syahri disangkakan dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya penjara 4-20 tahun denda Rp Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

12. Wali Kota Blitar, Jawa Timur, Samanhudi Anwar (6 Juni 2018).
Partai politik: PDI Perjuangan
Status hukum: tersangka

Kronologi: OTT yang dilakukan penyidik KPK terhadap Samanhudi bersamaan dengan operasi senyap di Tulunagung. Sama seperti Syahri, Samanhudi sempat menghilang saat dicari oleh penyidik KPK. Tetapi, ia akhirnya menyerahkan diri sehari setelah diumumkan sebagai tersangka.

BACA JUGA: KPK RI Sita Kunci Brankas di Rumdin Wali Kota Blitar

Samanhudi disebut oleh KPK menerima uang senilai Rp 1,5 miliar untuk ijon pembangunan fasilitas pendidikan. Uang tersebut merupakan komitmen fee senilai 8 persen yang dijanjikan ke Samanhudi. Semula, ia dijanjikan fee 10 persen. Tetapi, sisa 2 persennya dibagi-bagikan kepada dinas.

Ancaman hukuman: Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya 4-20 tahun penjara dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

13. Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, Irwandi Yusuf (3 Juli 2018).
Partai politik: Partai Nasional Aceh
Status hukum: tersangka

Kronologi: Tim Penindakan KPK menangkap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Banda Aceh dan Kabupaten Bener Meriah, Selasa (3/7/2018).

Irwandi Yusuf meminta uang senilai Rp 1,5 miliar kepada Bupati Bener Meriah, Ahmadi. Tujuannya, agar proyek infrastruktur jalan di kabupaten tersebut bisa memperoleh jatah DOKA.

BACA JUGA: Nasib Gubernur Aceh Ditentukan Setelah Penyidikan KPK Selesai

Irwandi memang sudah menetapkan jatah bagi masing-masing bupati akan mendapat 2 persen dari DOKA. Sementara, untuk proyek di tingkat provinsi, akan dialokasikan 8 persen dari DOKA. 

Tapi, untuk mendapat jatah tersebut, mereka harus mau memberikan uang kepada mantan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu. Padahal tahun 2018, DOKA yang dialokasikan dari pemerintah pusat untuk Aceh mencapai Rp 8 triliun.

Selain Irwandi, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka yakni Bupati Bener Meriah, Ahmadi dan Hendri Yuzal.

Ancaman hukuman: Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

14. Bupati Bener Meriah, Aceh, Ahmadi (3 Juli 2018).
Partai politik: Partai Golkar
Status hukum: tersangka

Kronologi: Ahmadi disebut KPK sengaja menyuap Gubernur Irwandi senilai Rp 1,5 miliar. Tujuannya agar mendapat jatah Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA). Namun, kepada media, Ahmadi membantah pernyataan KPK tersebut.

Ia menyebut yang menyerahkan uang suap itu adalah ajudan dan pengusaha dari kabupatennya. Menurut Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, uang tersebut diperoleh Ahmadi dari para pengusaha di kabupaten itu.

BACA JUGA: KPK Resmi Menahan Bupati Bener Meriah

Selain Ahmadi, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka yakni Gubernur Irwandi Yusuf dan Hendri Yuzal.

Ancaman hukuman: Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya penjara 1-5 tahun dan denda Rp 50 juta hingga Rp 250 juta.

15. Bupati Labuhanbatu, Sumatera Utara, Pangonal Harahap (17 Juli 2018).
Partai politik: PDI Perjuangan
Status hukum: tersangka

Kronologi: Pangonal Harahap ditetapkan tersangka oleh penyidik KPK setelah terjaring OTT pada Selasa (17/7/2018). Ia diduga meminta uang sebesar Rp 3 miliar kepada pengusaha bernama Effendy Syahputra. 

Namun, yang terealisasi baru Rp 576 juta. Itu pun, barang bukti sebesar Rp 500 juta masih raib dibawa kabur oleh orang dekat bupati yang bernama Umar Ritonga.

Uang itu diberikan sebagai imbal balik dari proyek RSUD yang dijanjikan akan diberikan ke Effendy. Selain Pangonal, KPK juga menetapkan Umar dan

Ancaman hukuman: Pangonal disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pemberantasan korupsi. Ancaman hukumannya penjara 4-20 tahun dan denda Rp 50 juta - Rp 250 juta.

16. Bupati Lampung Selatan, Zainuddin Hasan (26 Juli 2018).
Partai politik: Partai Amanat Nasional. 
Status hukum: tersangka

Kronologi: Zainudin ditangkap di OTT KPk di Lampung Selatan pada (26/7/2018) sekitar pukul 23:00 WIB. Ia diduga memudahkan proyek agar bisa dimenangkan oleh seorang kontraktor yang dekat dengan dia, bernama Gilang Ramadan. Gilang merupakan pemilik dari CV 9 Naga.

Sebagai imbalannya, ia meminta fee untuk setiap proyek sebesar 10-17 persen. Hasilnya, Gilang berhasil mendapatkan 15 proyek dengan nilai total Rp 20 miliar. Namun, Gilang cerdik. Ia menggunakan trik meminjam nama perusahaan lain agar bisa ikut lelang dan mendapatkan semua proyek itu.

Semula, sudah ada uang senilai Rp 600 juta yang ditujukan bagi Zainudin. Sebanyak Rp 200 juta dipegang oleh Agus Bhakti Nugroho di sebuah hotel. Sedangkan sisanya, Rp 400 juta ditemukan di rumah Anjar Asmara. 

Namun, belum juga diserahkan ke Zainudin, uang itu sudah disita oleh penyidik KPK. Selain Zainudin, KPK juga menetapkan Agus, Anjar dan Gilang sebagai tersangka.

Ancaman hukuman: Zainudin disangkakan dengan pasal 12 huruf a atau huruf b pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pemberantasan korupsi. 

Dalam kasus itu, Zainudin menerima uang suap bersama dengan Agus Bhakti Nugroho (anggota DPRD Provinsi Lampung), dan Anjar Asmara (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan)

Merujuk ke UU itu, maka ia terancam hukuman 4-20 tahun penjara dan denda Rp 50 juta - Rp 250 juta.

17. Wali Kota Pasuruan, Jawa Timur, Setiyono (4 Oktober 2018).
Partai politik: Partai Golkar
Status hukum: tersangka

Kronologi: Setiyono bersama 6 orang lainnya diamnakan KPK melalui serangkaian OTT pada Kamis (4/8/2018) tersangka kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek di Pemkat Pasuruan.

menduga Wali Kota Pasuruan Setiyono mempunyai 'sindikat' khusus untuk membantunya dalam melakukan praktik suap. Mereka terdiri dari tiga orang dan mempunyai julukan unik, yakni 'Trio Kwek Kwek'.

Sindikat itu merupakan orang-orang dekat Setiyono. Mereka turut mengatur sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kota Pasuruan, termasuk pembangunan gedung dan pengembangan Pusat Layanan Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) bernilai sekitar Rp2,3 miliar.

BACA JUGA: Usai Diperiksa KPK, Wali Kota Pasuruan Setiyono Dibawa ke Jakarta

Bersama tiga orang itu, Setiyono diduga memperoleh uang komitmen untuk proyek PLUT-KUKM sebesar sepuluh persen dari harga perkiraan sendiri (HPS) proyek. Sogokan itu diberikan tiga kali dari pihak swasta kepada para penerima termasuk Setiyono mulai 24 Agustus sampai 7 September lalu.

Berdasarkan penelusuran KPK, komitmen fee yang diterima Setiyono digunakan untuk proyek pengembangan PLUT-KUMKM. Setiyono dijanjikan akan mendapat fee senilai 10 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau setara Rp 2,2 miliar. 

Usai diperiksa selama 24 jam, Setiyono resmi mengenakan rompi oranye dan mendekam di rutan KPK cabang Pomdam Guntur, Jakarta Selatan selama 20 hari pertama. 

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan karena sudah dijanjikan akan diberikan komitmen fee, maka proyek di Pasuruan diberikan kepada kontraktor bernama Muhammad Baqir, pemilik CV M. 

Ancaman hukuman: Atas perbuatannya, Setiyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya penjara 4-20 tahun dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

18. Bupati Bekasi, Jawa Barat Neneng Hassanah Yasin (15 Oktober 2018).
Partai politik: Partai Golkar
Status hukum: tersangka

Kronologi: Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin, baru bisa ditangkap dan digiring ke Gedung KPK pada Senin (15/10/2018) malam. Padahal Neneng sudah terjarin OTT pada Minggu (14/10/2018) siang terkait dugaan suap pengurusan perizinan pembangunan Meikarta di Bekasi, Jawa Barat.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menerangkan, suap yang diduga melibatkan aparat Pemerintahan Kabupaten Bekasi dan swasta ini terkait dengan izin proyek Meikarta seluas 774 hektare.

BACA JUGA: Terjerat Korupsi, Neneng Hassanah: Saya Minta Maaf

Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.

Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.

Bupati Neneng dan kawan-kawan didug menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.

Ancaman hukuman: disangkakan dengan UU nomor 31 tahun 1999 pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau pasal 12B. Isi dari pasal tersebut yakni melarang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima janji atau hadiah.

Ancaman hukumannya penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

19. Bupati Cirebon, Jawa Barat Sunjaya Purwadi Sastra (24 Oktober 2018).
Partai politik: PDI Perjuangan 
Status hukum: tersangka 

Kronologi: Sunjaya Purwadi Sastra tertangkap tangan menerima uang suap senilai Rp100 juta dari Sekretaris Dinas PUPR, Gatot Rachmanto. Tujuannya, agar Gatot bisa menempati posisi kariernya saat ini. 

Praktik jual beli jabatan ini diduga sudah terjadi cukup lama di Cirebon. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan setiap pejabat yang ingin mendapatkan posisi di atasnya, mulai dari camat, lurah hingga eselon 3, harus menyerahkan setoran dengan nilai tertentu. 

Uang tersebut tidak diserahkan langsung ke Sunjaya melainkan melalui ajudannya yang berinisial DS. Tim KPK kemudian mendatangi kediaman DS di daerah Kedawung Regency dan menemukan uang tunai senilai Rp116 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu. 

Ancaman hukuman: KPK menggunakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pemberantasan korupsi. 

Merujuk ke pasal itu, maka Sunjaya terancam penjara selama 20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Hal ini lantaran ia melanggar ketentuan sebagai penyelenggara negara dilarang menerima janji atau hadiah untuk menggerakan atau tidak menggerakan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES