Politik

Meski Satu Koalisi Bersama PDIP dan PSI, PPP Tak Sepakat Soal Perda Syariah

Rabu, 21 November 2018 - 23:03 | 59.73k
Sekjen PPP, Arsul Sani. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
Sekjen PPP, Arsul Sani. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTAPPP tak sepakat dengan PDIP dan PSI soal penolakan Perda Syariah. Padahal partai berlangbang Ka'bah itu merupakan satu koalisi dengan kedua parpol penolak perda tersebut. 

PPP, PDI Perjuangan dan PSI adalah tiga dari sembilan partai politik Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mengusung pasangan capres dan cawapres duet Jokowi-KH Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 mendatang. 

Menurut Sekjen PPP Arsul Sani, Perda Syariah telah sesuai dengan kesepakatan berbangsa dan negara. Hal itu pun tertuang dalam sejarah penghilangan 7 kata dari piagam Jakarta.

Kata dia, para pendiri bangsa yang berasal dari tokoh Islam pun telah sepakat memperbolehkan syariat Islam untuk masuk ke dalam peraturan perundang-undangan. 

"Kesepakatan itu harus kita pegang. Jangan kemudian ditolak. Yang ditolak itu, kalau yang tidak ada dalam kesepakatan, contohnya mau mengganti negara ini dengan sistem khilafah. Itu kita tolak," kata Arsul di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Karena itu, Arsul mengaku, dalam kasus ini, partainya akan bertentangan dengan kedua parpol koalisinya tersebut. Sebaliknya, dia mengajak seluruh pihak untuk melihat secara jernih mengenai keberadaan Perda Syariah .

Dijelaskannya, Perda Syariah telah banyak menjadi peraturan yang berada di tingkat daerah. Mulai dari UU perkawinan, larangan miras, pelacuran sampai dengan perjudian telah lama menjadi peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat. Baginya, penolakan hanya membuat masyarakat terpolarisasi.

"Jangan seperti itu. Kita nanti akan terbagi lagi, terpolarisasi kembali pada zaman sebelum kita merdeka. Padahal begitu negara ini berdiri para tokoh pendiri, para tokoh bangsa agamis dan nasionalis itu sudah sepakat soal (Perda Syariah ) itu," tuturnya.

Terkait tudingan adanya diskiminasi akibat Perda Syariah, Arsul menilai kesalahan bukan pada peraturannya, melainkan hanya masalah penerapan yang kurang tepat. Hal itu pun dapat diperbaiki dengan perumusan agar tidak lagi terjadi diskriminasi.

"Di Aceh contohnya, kita punya hukum cambuk, berlaku enggak untuk orang non muslim? kan tidak, yang dicambuk itu kan semua yang muslim. Kalau kejahatannya itu non muslim itu dikirimnya ke penjara, lewat peradilan biasa, itu kan dimana diskriminasinya," pungkasnya.

Setelah PSI, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, tidak setuju adanya Perda Syariah. Menurutnya peraturan baik di daerah maupun tingkat nasional seluruhnya harus berdasarkan hukum konstitusi.

"Buat kami memang tidak ada namanya Perda Syariah yang ada peraturan daerah kabupaten mana, peraturan daerah kota mana, peraturan daerah provinsi mana yang ada ya seperti itu. Semua harus diturunkan dari hukum konstitusi kita," kata Hasto, di Jakarta Pusat, Senin (19/11/2018).

Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) duet Jokowi-Ma'ruf itu menyebut bahwa Indonesia merupakan negara berbasis hukum, bukan berlandaskan agama.

Namun, ia mengakui bahwa ada daerah-daerah tertentu yang dimaklumi menggunakan Perda Syariah karena faktor sejarah. Seperti Daerah Istimewa Aceh. "Kalau daerah lain berbeda karena situasi kesejarahan dan latar belakang politik seperti di Aceh," ungkap Hasto.

Di sisi lain, meski ada perbedaan pendapat antarpartai koalisi pengusung duet Jokowi-KH Ma'ruf Amin soal Perda Syariah dipastikan Hasto tidak akan menganggu internal koalisi. Dalam kasus ini, PPP tidak sepakat dengan PDIP dan PSI. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES