Wisata

Danau Ranu Pani, Butuh Sentuhan dan Perhatian Kita

Rabu, 21 November 2018 - 11:04 | 189.47k
Inilah kondisi terakhir Ranu Pani, yang semakin menyusut. Rumput dan jalan yang tampak ini dulunya bagian dari Danau Pani. (FOTO: Yeni Rachmawati/TIMES Indonesia)
Inilah kondisi terakhir Ranu Pani, yang semakin menyusut. Rumput dan jalan yang tampak ini dulunya bagian dari Danau Pani. (FOTO: Yeni Rachmawati/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Pendangkalan Danau Ranu Pani di Desa Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, sudah taraf membahayakan. Sejauh dan seluas mata memandang saat ini kita hanya disuguhi genangan air keruh berwarna hijau. Luasannya separoh dari luasan seluruhnya. 

Sebuah bendera merah putih ukuran kecil tertancap di tengahnya. Sudah tidak ada keistimewaan seperti dulu lagi. Ukurannya pun mengecil, karena sebagian besar areal Ranu atau danau itu berubah menjadi daratan, bahkan tanahnya sudah padat bisa dilalui kendaraan dan sebagian lagi menjadi lapangan olah raga.

Keindahan Danau Ranu Pani, danau yang dulu airnya jernih dengan dikelilingi perbukitan kaki gunung Semeru dengan tumbuhan hijaunya sebagai penyejuk mata dan penghibur stress, sudah tak ada lagi. 

Tatkala TIMES Indonesia mengunjungi kawasan itu, Selasa (20/11/2018) yang ada hanyalah "tanaman" rumah yang semakin banyak memenuhi sekeliling Ranu Pani. Warung, penginapan sederhana, toko kelontong, tempat service motor dan sebagainya bak jamur tumbuh di musim penghujan. Posisinya hanya 4-5 meter dari tepian Ranu dulu yang jaraknya terpisah hanya karena ada jalan yang diaspal. 

Identitas pembatas Ranu juga sudah tidak ada, dan yang terlihat hanyalah hamparan rumput liar yang tumbuh di tanah akibat pendangkalan Ranu yang semakin hari semakin memprihatinkan itu. "Warga disini juga tidak bisa berbuat banyak, sudah sepuluh tahun terakhir ini perubahan ini sangat drastis," kata Katijah, salah seorang warga setempat. 

Katijah mengatakan, beberapa hari lalu ratusan warga setempat dibantu sejumlah relawan, pendaki gunung dan sebagainya juga beramai-ramai membersihkan Ranu itu dari "kotoran" air. 

Kotoran itu berupa gulma air, Salvinia Molesta, namanya. Tanaman ini mirip enceng gondok pertumbuhannya. Cepat sekali. Bahkan sudah ada warga setempat iseng-iseng melakukan penelitian, menaruh sedikit tanaman itu pada sebuah bak plastik. Hanya dalam waktu lima hari bak plastik itu sudah penuh dengan tanaman ini. 

Sayangnya, tanaman yang dibersihkan itu tidak langsung dievakuasi ke tempat yang jauh, hanya dionggokan begitu saja beberapa centimeter dari tepian air saat ini, sehingga mirip sampah daun yang mengalami pembusukan. 

Pembersihan itu sendiri tak mampu menolong dari keadaan Ranu Pani yang sudah semakin menjadi dangkal dan airnya hijau keruh itu. Pendangkalan itu sendiri diduga kuat melewati sebuah proses panjang. Tercemar akibat aktivitas manusia di sekitarnya yang terus membuka lahan pertanian. Perbukitan di sekitar Ranu Pani tanahnya subur tapi gembur, sehingga mudah terbawa air dan masuk ke Ranu Pani tatkala ada hujan. 

Salvinia sendiri tumbuhnya juga terlihat beberapa tahun terakhir ini. Dulu-dulunya juga tidak pernah ada bahkan masyarakat setempat tidak mengenalnya selama turun temurun. "Kami tidak tahu darimana asalnya. Sejak nenek moyang kami, kami tidak mengenal tanaman itu," kata Katijah. 

Dulu, Ranu Pani ini menjadi sumber air masyarakat setempat. Tapi sekarang mereka hanya mengandalkan sumber air yang juga debitnya semakin kecil terletak di salah satu sudut kawasan Ranu Pani. 

Ada sekitar 2000 jiwa yang mendiami kawasan itu. Rumah-rumah mereka juga sudah menjadi rumah-rumah mewah. Keadaan itu berpotensi mengganggu kelangsungan Danau Ranu Pani ke depan. Luasan Ranu Pani dulunya tak kurang dari 1 hektar, tapi kini tinggal sekitar separohnya saja. Sungguh, nasibmu semakin memprihatinkan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Widodo Irianto
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES