Politik

Maarif Institute: Pelaporan Ketum PSI karena Perda Syariah Tidak Tepat

Sabtu, 17 November 2018 - 16:16 | 94.28k
Ketua Umum PSI Grace Natalie. (FOTO: Istimewa)
Ketua Umum PSI Grace Natalie. (FOTO: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTAMaarif Institute menilai langkah pelaporan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie ke Bareskrim Polri sebagai langkah yang tidak tepat. Kenapa?

Menurut Direktur Eksekutif Maarif Institute, Muhammad Abdullah Darraz, pernyataan Ketua Umum PSI itu merupakan langkah untuk mencegah lahirnya Perda diskriminatif, serta seluruh tindakan intoleransi di Indonesia. 

"Upaya pelaporan yang dilakukan oleh Eggy Sudjana terkait pernyataan Ketua Umum PSI Grace Natalie, merupakan langkah yang tidak tepat," ujar Darraz melalui keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (17/11/2018).

Grace dilaporkan Sekjen Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Zulkhair melalui kuasa hukum Eggy Sudjana atas tuduhan menista agama. Hal ini terkait pernyataan Grace yang menyebut PSI tidak akan pernah mendukung perda yang berlandaskan agama, seperti Perda Syariah dan Injil.

Kata Darraz, pelaporan tersebut kian memperlihatkan ketidaksiapan dalam melakukan diskursus publik terkait isu tersebut. Ia mengatakan, penolakan perda agama seharusnya dijadikan momentum mencerdaskan publik dan menciptakan diskursus publik yang sehat.

Darraz pun menilai yang dilakukan Eggy Sudjana itu menampilkan model politisi yang tidak siap dengan perbedaan pendapat.

"Sepatutnya, dengan adanya lontaran penolakan perda agama ini, harus dijadikan momentum mencerdaskan publik dan menciptakan diskursus publik yang sehat. Bukan malah dikriminalisasi melalui proses hukum," ucapnya.

Di sisi lain, Darraz berpendapat, upaya memunculkan perda-perda keagamaan itu merupakan sebuah kesalahan penafsiran atas Pancasila sila pertama. Ia menuturkan, perda berbasis agama merupakan satu penonjolan identitas keagamaan tertentu yang sangat potensial bermuatan diskriminatif.

Darraz mencontohkan akhir-akhir ini politik identitas dengan menggunakan identitas agama tertentu telah bangkit dan itu berpotensi memecah belah keutuhan bangsa.

"Saya sepakat bahwa Pancasila yang memuat sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus ditafsirkan dengan perspektif kebangsaan yang luas, yang bisa memayungi semua anak bangsa dan tidak digiring pada penafsiran keagamaan tertentu secara eksklusif." tandas Darraz, Menurut Direktur Eksekutif Maarif Institute(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES