Kopi TIMES

Hari Pahlawan Nasional: Ajakan Generasi Zaman Now Lawan Kebodohan

Selasa, 13 November 2018 - 11:33 | 140.40k
Farhan, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nurul Jadid. (Grafis: Dena/TIMES Indonesia)
Farhan, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nurul Jadid. (Grafis: Dena/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – MISI “Indonesia emas” harus terwujud pada tahun 2045.Jika generasi yang akan berperan pada tahun tersebut, diasumsikan pada usia ke-40, maka saat ini para remaja berusia 13 tahun lah yang akan mengisi ‘Indonesia Emas’. Pastinya, mereka harus tahu seberapa berat dan besar pengorbanan selama 27 tahun kedepan mencapai misi tersebut. 

Setiap generasi mendambakan keteladanan figur pribumi yang ber-sumpah pemuda’ yang nyata tergambar dalam kesehariannya. Keteladanan pahlawan yang menata semua sistem bangsa dan negara melalui kebijakan bidang politik, ekonomi,  pendidikan, dan lainnya, tentu patut digugu dan ditiru generasi selanjutnya. 

Jadilah politisi yang diplomatis, bukan ‘rasis dan fasis’. Ekonom yang pengayom. Pendidik profesional bukan pendidik ‘nakal’. Cendekiawan yang mendamaikan, bukan sebaliknya.

Pemerintah telah menganugerahkan 173 tokoh Pahlawan Nasional sejak 1959 hingga 2017. Jika, pada peringatan 10 November 2018, Presiden Jokowi menganugerahkan enam tokoh, maka generasi saat ini sejatinya mampu meneladani nilai-nilai patriotisme dari 179 tokoh.

Tantangan generasi zaman now, tentu saja semakin berat kedepan. Era milenial dengan perkembagan teknologi, informasi dan komunikasi dengan segala dampaknya, cenderung mengikis identitas kediriannya. Tanpa menyebut, akan kehilangan jiwa nasionalisme.

Apabila tidak diingatkan sejak dini, betapa penting menghargai para pahlawan, maka generasi yang ‘candu’ media sosial bisa jadi ‘antipati sosial-politik’ dan mengesampingkan Jasmerah, khususnya tentang kebijakan poltitik-pendidikan-ekonomi. 

Neuropsikolog, Ihshan Gumilar, berpesan ‘Jangan sampai generasi X,Y,Z kehilangan altruisme dalam kehidupan sosial, karena terlena dunia virtual. Terlebih pengawasan orang tua masakini pada anak-anaknya semakin berkurang. Karena tergantikan media media virtual.

Tidak ada kata lain, selain melawan kebodohan. Ketidaktahuan dampak negatif aneka macam telekomunikasi, lalu menjadi ‘pecandu tidak produktif’, tentu saja akan menjerumuskan diri kedalam kerugian.

Dengan berfikir bijak, orangtua harus mampu memberi keteladanan penggunaan media-media secara sehat, secara berimbang online-offline dan proporsional, bersama-sama menebar aura positif dan optimisme.

Aura positif dan optimisme generasi saat ini menghadapi kehidupan mendatang belum sepenuhnya bisa kita prosesntase secara kuantitatif. Hanya saja, gaya komsumtif, gaya komunikasi yang lebay alay dan cara menyikapi persoalan generasi muda saat ini sungguh memilukan.

Menurut indra, nasionalisme di kalangan anak muda mudah terkontaminasi dampak globalisasi melalui kemajuan teknologi informasi. Gaya hidup budaya global saat ini begitu cepat dan mudah mengakar. Sementara ruang diskusi dan penularan wawasan kebangsaan jarang dilakukan dilingkungan akademi. (Timesindonesia, Madiun, 16/06/2018).

Apakah pemuda masa kini betul-betul memahami apa arti Hari Pahlawan? Seberapa berarti bagi mereka? Apakah mayoritas pemuda menghargai para pahlawan yang telah gugur dalam medan peperangan mengorbankan jiwa da raga?. Jawaban ketiga pertanyaan tersebut tentu bisa kita evaluasi bersama para pembaca lainnya.

Generasi muda, harus terus disadarkan. Diantara caranya adalah membumisasikan perlawanan terhadap kebodohan, ketidaktahuan, memerangi antipati sosial, menggugah penghargaan pada para pahlawan.

Para politisi misalnya, tentu mengalami kesulitan menarik simpati dari para calon pemilih pemula, bila tidak masuk kedalam dunia keseharian mereka. Dunia dimana mereka menikmati kenyamanan dalam dunia virtual.

Karena itu, politi yang diplomatis, tentunya harus bisa mengajak calon pemilih yang nyaris kehilangan empati sosial, agar tidak empati kedalam politik. Sehingga angka ‘golput’ dalam pemilu 2019 dari pemilih pemula tidak akan pernah terjadi.

Generasi yang antipati politik, tentu akan mengalami kesulitan dimasa masa mendatang. Para pahlawan yang telah dianugerahi pemerintah, tentu saja sangat memahmi politik. Bagaimana menjadi komunikator dan diplomat yang hebat bagi para pengikut.

Bagaimana gigihnya para pahlawan mengatur strategi dan menciptakan kebijakan-kebijakan yang dibutuhakn Bangsa dan Negara. Bagaimana media dan gaya komunikasi yang dipilih merupakan media yang tepat untuk menyelesaikan satu demi satu persoalan rakyat.

Memang kurang bijak, bila penulis mengarahkan generasi kids zaman now untuk mengikuti cara belajar, cara berpolitik para pahlawan dalam menegakkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Generasi saat ini hanya perlu kita dorong, kita motivasi untuk merasa, berpikir dan kemudian mau bersikap yang selalu optimis, produktif dan bisa inovatif. Mempersiapkan diri menjadi pahlawan-pahlawan masa depan. Pahlawan dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan seterusnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES