Politik

Said Salahuddin: Strategi Kampanye Demokrat Cerdik

Senin, 12 November 2018 - 17:37 | 71.77k
Said Salahudin (FOTO: SINDOnews)
Said Salahudin (FOTO: SINDOnews)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin mengatakan arahan Komandan Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) agar caleg Demokrat mengkampanyekan prestasi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tergolong cerdik, tetapi rawan mendapatkan serangan lawan.

"Strategi yang diformulasikan oleh Partai Demokrat itu sebetulnya bagus. Mereka dan juga parpol-parpol yang lain tentu perlu mencari cara untuk melepaskan diri dari situasi pelik Pemilu serentak," katanya kepada TIMES INDONESIA NETWORK (Timesindonesia.co.id) Jakarta, Senin (13/11/2018).

Dijelaskannya, ketika di dalam Pilpres sesama parpol koalisi perlu saling mendukung dan menjadi kawan guna meraih kursi eksekutif. Akan tetapi di Pileg mereka justru harus saling bersaing sebagai lawan untuk memperebutkan kursi legislatif.

"Nah, itu kan situasi yang rumit bagi parpol koalisi, terutama bagi parpol yang tidak berhasil mendudukkan kadernya sebagai calon Presiden (capres) atau calon Wakil Presiden (cawapres)," katanya.

Berkaca pada sejumlah hasil survei setidaknya tergambar bahwa parpol-parpol itu, termasuk Partai Demokrat, tidak menerima tetesan presidential effect. "Hanya PDIP di koalisi Jokowi-Ma'ruf dan Gerindra di kubu Prabowo-Sandi yang mendapatkan benefitnya," ujar dia.

Untuk itu, Said Salahudin berpendapat bahwa sikap partai Demokrat tentu merasa perlu merancang strategi tersendiri. Hal itu, guna mendongkrak dan memperbesar peluang meraup lebih banyak kursi di Pemilu legislatif.

Pada kesempatan itu, Said menilai bahwa partai Demokrat sangat beruntung. Sebab, partai berlambang Bintang Mercy itu pernah memiliki pimpinan partai yang menjadi penguasa selama 10 tahun. "Maka pencapaian di era SBY itulah yang mereka akan pakai untuk memengaruhi Pemilih dalam masa Kampanye," katanya.

Oleh sebab itu, sangat wajar apabila kader partai Demokrat bakal mengangkat pencapaian-pencapaian terbaik pemerintahan SBY agar pemilih kembali ingat dan juga sebagai pembanding antar kinerja pemerintahan saat ini.

"Sayangnya, tidak semua parpol yang tergabung dalam dua koalisi bisa meniru siasat Demokrat. Sebab, parpol-parpol itu tidak pernah punya kader yang menjadi Presiden. Paling mentok kan cuma menteri saja," katanya.

Memang, Partai Golkar dan Berkarya bisa menjual prestasi pemerintahan Soeharto. Tetapi Golkar jelas tidak mungkin menawarkan pencapaian Soeharto kepada Pemilih. Sebab, pemimpin koalisi dari kubu petahana justru penentang utama Soeharto.

Sementara, untuk Partai Berkarya, dia juga menilai bakal sulit meraih effect Soeharto. Sebab, Bapak Pembangunan itu bukan kader partai berkarya. "Hanya kebetulan saja ada irisan trah disana," katanya.

Meski demikian, sekalipun strategi Kampanye Demokrat terbilang cerdik, tetapi gagasan itu memiliki celah yang bisa digunakan oleh pihak lain untuk membenturkan Demokrat dengan Prabowo. 

Publik tentu masih ingat, selama 10 tahun kepemimpiman SBY, Prabowo dan Gerindra secara konsisten mengambil peran sebagai oposisi. Jejak digital yang menggambarkan Prabowo dan Gerindra pernah menampik program-program SBY masih sangat mudah ditemukan.

"Nah, ketika Demokrat kini hendak menjual pencapaian SBY, perbedaan pandangan yang pernah mengemuka di antara SBY dan Prabowo atau Demokrat dan Gerindra bisa saja di 'blow up' kembali oleh pihak-pihak tertentu untuk membenturkan teman sekoalisi itu," katanya.

Tetapi hal tersebut saya kira bukan menjadi persoalan besar, sebab dalam iklim pragmatisme politik saat ini, problem semisal itu juga dialami oleh banyak partai yang lain. "Dulu lawan, sekarang teman, atau sebaliknya," tegas dia.

Dikatakannya, seandainya sejak dari awal pembentukan koalisi, parpol-parpol yang membangun kesepakatan untuk mendukung capres-cawapres menyepakati format kerjasama politik untuk Pileg, maka strategi yang dirumuskan oleh Demokrat itu sebetulnya menjadi tidak perlu.

Oleh sebab itu, pengalaman pertama di Pemilu serentak 2019 ini menjadi sangat penting untuk dijadikan pelajaran oleh partai-partai politik untuk memperbaiki format kerjasama politik mereka di Pilpres, sekaligus di Pileg. "Kalau Pemilu-nya serentak, kerjasamanya juga tentu perlu dilakukan serempak untuk dua Pemilu," tegas Said Salahuddin(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES