Peristiwa Daerah

KH Hariri Abdul Adhim, Sosok Ulama Sufi dari Malang

Rabu, 07 November 2018 - 16:45 | 643.70k
KH Hariri Abdul Adhim
KH Hariri Abdul Adhim

TIMESINDONESIA, SITUBONDO – Sepanjang tahun 2018, banyak para ulama kharismatik wafat. Terbaru, telah berpulang ke rahmatullah, adalah KH Ach Hariri Abdul Adhim, pemangku Ma'hadul Aly, Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur. Mendiang adalah ulama sufi yang lahir di Desa Bululawang, Kabupaten Malang.

Kiai Hariri wafat pada Rabu (7/11/2018). Umat Islam, terutama santri dan keluarga besar Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, berduka. Karena ditinggal oleh sosok ulama sufi.

KH Ach Hariri Abdul Adhim bin Abdul Adhim, lahir di Bululawang, Kabupaten Malang, pada 08 Maret 1956. Kiai Hariri adalah putra dari pasangan Abdul Adhim dan Hj Nadhiroh, yang tinggal di desa Bululawang, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Sejak kecil, Kiai Hariri memang tidak dididik dan dibesarkan oleh orang tuanya sendiri. Pendidikannya, ia berbeda dengan saudara-saudaranya yang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren. Sementara Hariri kecil lebih menyukai sekolah umum. Mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga tingkat sekolah menengah atas (SMA).

Dikutip dari Buletin Tanwirul Afkar, media terbitan Ma’had Aly Sukorejo, sejak tahun 1972-1973, riwayat pendidikan Kiai Hariri berubah haluan. Saat kelas dua SMA, Ayahanda dari Gus Abdurrahman al-Kayyis ini bertemu dengan salah seorang Kiai dari Kota Pasuruan. Kiai tersebut menyarankan agar berhenti sekolah dan lebih baik mondok.

“Lho kok bisa saya harus berhenti sekolah dan harus mondok?” tanya Kiai Hariri kepada sang Kiai itu.

Kiai itu menjawab. “Kalau kamu mondok lewat dari tahun ini, maka kamu akan menjadi pedagang,” kata Kiai itu kepada Kiai Hariri. “Lalu mondok dimana menurut Kiai,” tanya balik Kiai Hariri.

“Kamu mondok di Kiai Musta’in Romli Jombang saja,” kata Kiai itu. Namun, Kiai Hariri malah menawarkan siap Mondok jika di Ponpes Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. Sang kiai itu mengiakan usulan Kiai Hariri itu.

Sejak menjadi santri Ponpes Nurul Jadid, suami dari almarhumah Nyai Hanik ini mempunyai cita-cita ingin sekolah ke Timur Tengah. Ia ingin ikut seminar-seminar internasional, dan ingin menjadi dosen.

Keinginan itu terkabul. Kiai Hariri ditunjuk oleh KH Hasyim Zaini, salah satu Dewan pengasuh Pondok Pesantren Jurul Jadid, untuk sekolah ke Timur Tengah, dengan beasiswa dari Ponpes Nurul Jadid.

Namun sayang, setelah berkas untuk berangkat ke Timur Tengah dilengkapi, saat akan dikirim ke Jakarta, berkas yang sudah diurusnya tiba-tiba hilang tanpa bekas. Akhirnya, Kiai Hariri menimba ilmu di Timur Tengah.

Tetapi, dibalik kegagalan ke Timur tengah itu, ada berkah lain yang datang. Kiai Hariri langsung dinikahkan dengan Nyai Hanik, istri tercintanya hingga akhir hayat.

Sejak menikah dengan Nyai Hanik, Kiai Hariri terus memperdalam ilmu agama. Terus belajar ilmu-ilmu dasar bahasa Arab secara otodidak dengan cara menghafal. Baik ilmu nahwu dan saraf.

Pada tahun 1978, Kiai Hariri sukses menyelesaikan studinya di Fakultas Dakwah IAI Nurul Jadid Paiton Probolinggo, yang kini sudah menjadi Universitas Nurul Jadid.

Sejak itu, Kiai Hariri mendalami ilmu Tasawuf. Ia sangat mengidolakan dan mendalami ilmu dari Syekh Abdul Qadir Jailani. Selama mengajar di Ma’had Aly, kitab yang istiqomah dibaca untuk para santrinya adalah Kitab Ihya’ Ulumiddin, karya Syekh Hujjatul Islam, Muhammad bin Muhammad Abu Hamid al-Ghazali.

Kiai Hariri mulai tertarik dengan dunia tasawuf sejak usia 20 tahun. Kiai Hariri secara inten mengajar ilmu tasawuf kepada para santri Ma’had Aly. Untuk mematangkan ilmu tasawuf, Kiai Hariri secara khusus belajar kepada para masyaikh yang memang benar-benar pakar di bidangnya.

Para guru Tasawuf Kiai Hariri diantaranya, Almarhum KH Zaini Abdul Mun’im& Pendiri Ponpes Nurul Jadid, almarhum KH Hasyim Zaini, almarhum Prof Dr Alhlul Hadits Al Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bifaqih, Pengasuh Ponpes Darul Hadits, Kota Malang, dan almarhum KH Abdul Hamid Pasuruan dan KH Fadlurahman, Banyuwangi.

Adapun pesan yang sering disampaikan Kiai Hariri kepada para Santri Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, bahwa santri akan memperoleh ilmu yang bermanfaat jika terus beribadah kepada Allah SWT. Taat kepada perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.

Selain itu jelas Kiai Hariri adalah menjalin hubungan rohani kepada nabi yang akan memberi syafaat kepada umatnya. Menjaga hubungan rohani kepada keluarga nabi, para sahabat, dan para wali Allah.

“Karena beliau-beliau itu adalah wasilah kepada Allah SWT. Tujuannya, supaya diberi ilmu yang bermanfaat dan barokah. Cara menyambungkan diri adalah perbanyak mengirim fatihah dan membaca shalawat kepada para pengarang kitab,” katanya.

Selain itu tambah KH Ach Hariri Abdul Adhim, terus mengirim al fatihah kepada pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, KHR Syamsul Arifin, KHR As’ad Syamsul Arifin, serta para guru yang ada di Ponpes Sukorejo. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES