Kopi TIMES

Aktualisasi Kesadaran Berpolitik bagi Pemilih Pemula di Pilpres 2019

Rabu, 07 November 2018 - 10:35 | 177.96k
ik Tri Wahyuni, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya Malang. (Grafis: Sholihin Nur/TIMES Indonesia)
ik Tri Wahyuni, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya Malang. (Grafis: Sholihin Nur/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – PEMILIHAN Umum (Pemilu) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin politik secara langsung. Pemimpin politik disini adalah jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pemilihan umum yang baik dan bersih mensyaratkan adanya pemilih yang mempunyai pengetahuan, kesadaran atas hak politiknya, bebas dari pengaruh pihak lain, dan terhindar dari pengaruh jaminan uang atau politik uang.

Oleh karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu wajib melakukan upaya melalui regulasi atau aturan serta bekerja sama dengan stakeholder atau pemangku kebijakan dan kepentingan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat pemilih.

Salah satu kategori pemilih yang mempunyai pengaruh besar terhadap demokrasi di masa mendatang adalah pemilih pemula.

Jumlah pemilih pemula di tahun 2019 mencapai angka 5 (lima) juta pemilih, sesuai DPSHP (Daftar Pemilih Hasil Perbaikan). Potensi daya kritis mereka dapat menetukan hasil pemilu itu sendiri.

Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali akan menggunakan hak pilihnya pada Pemilu mendatang. Tahap pengenalan proses Pemilu sangat penting untuk dilakukan kepada pemilih pemula, terutama bagi mereka yang berusia 17 tahun.

KPU dibantu oleh pihak terkait, harus mampu memberikan kesan awal yang baik tentang pentingnya suara pemilih pemula. Dalam Pemilu suara mereka sangat menentukan pemerintahan selanjutnya, sehingga diharapkan bisa menjadi motivasi untuk terus menjadi pemilih yang cerdas.

Peranan pemilih pemula sangat penting karena sebanyak 20 persen dari keseluruhan jumlah pemilih adalah pemilih pemula.

Oleh karena itu, siapa yang bisa merebut perhatian kalangan milenial atau pemilih pemula, ia yang akan merasakan keuntungannya. Hal ini tentu mempengaruhi pengamanan proses regenerasi kader politik kedepan.

Meskipun membutuhkan biaya yang tidak sedikit, ketiadaan dukungan dari pemilih pemula atau kaum milenial akan sangat merugikan dari target suara Pemilu yang telah ditetapkan oleh setiap pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Namun, demikian objek kajian politis ini semestinya tidak hanya berhenti di pada kerangka hitungan. Jauh lebih mendalam yakni meletakkan komponen ini pada kerangka pendidikan politik yang lebih mengacu pada aspek pencerdasan kehidupan bangsa, yang kini perlu ada pembenahan sudut pandang di kalangan milenial atau pemilih pemula pada ruang politik yang lebih luas.

Cara yang efektif adalah dengan meletakkan pelajar atau mahasiswa sebagai subjek pendidikan politik itu sendiri, tidak terus menerus sebagai objek.

Selama ini pemilih pemula atau kaum milenial selalu menjadi objek politik, mereka hanya dilirik dalam hasil suara saja. Hal ini mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pendidikan politik itu sendiri, padahal mereka sangat berperan aktif dan penting dalam kegiatan perpolitikan di Indonesia melalui pesta demokrasi, khususnya Pemilihan calon Presiden Dan Wakil Persiden Republik Indonesia.

Fakta dilapangan menyatakan bahwa masih banyak pemilih pemula yang sekedar memilih atau asal ikut ke TPS saja, tanpa dia menyadari begitu pentingnya suara yang diberikan bagi negara.

Penggunaan hak politik yang tidak disertai dengan pendidikan politik (politic Education) berimbang, mengakibatkan ketiadaan kesadaran berpolitik. Yang mereka rasakan tidak lebih dari kegiatan ritual 5 tahunan, yang mensyaratkan untuk sekedar menggugurkan sebuah kewajiban hak konstitusionalnya.

Jika dibiarkan, maka hal ini akan menjadi aksi apatisme akibat kejenuhan emosional mereka. Dan selama sudut pandang ini tidak dirubah, sudah bisa dipastikan bahwa keadaan ini hanya akan memicu lahirnya okploitasi politik di kalangan pemilih pemula atau kaum milenial, dan selamanya mereka hanya akan menjadi objek penderita dan objek kepentingan jabatan politis yang menginginkan dukungan suara semata.

Terlepas dari pengenalan banyaknya program yang disajikan oleh masing-masing tim, yang paling penting saat ini adalah kita harus mengetahui apakah program tersebut memiliki tujuan pendidikan politik yang jelas dikalangkan pemilih pemula?

Setidaknya ada beberapa hal yang akan menjadi hasil capaian atau output untuk diperhatikan secara sekasama dari program-program tersebut, diantaranya; Pertama, harus mampu menumbuhkan kesadaran politik sejak dini.

Kedua, harus mampu mampu menjadi aktor politik dalam lingkup peran dan status yang disandangnya. Ketiga, harus mampu memberikan pemahaman akan hak dan kewajiban politik sebagai warga negara.

Keempat, harus mampu memberikan ketentuan tentang sikap pandangan dan aktivitas politiknya. Untuk itu sebagai pemilih khususnya pemilih pemula diperlukan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan peserta Pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Beberapa hal tersebut diantara, mengetahui visi dan misi pasangan Calon Presiden secara komprehensif. Hal ini terkandung dalam rangkaian kalimat yang merupakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau individu yang ingin dicapai dimasa depan.

Selain itu, harus mengetahui program yang ditawarkan kepada pemilih. Artinya, para pemilih dapat mengetahui hal ini dari program melalui AD dan ART parpol pengusung pasangan calon. Hal itu yang harus dipahami secara utuh oleh pemilih pemula. (*)

 

* Penulis, Ninik Tri Wahyuni, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES