Kopi TIMES

Bendera Perang dan Damai antara Interpretasi Kiai, Politisi dan Dipolitisi

Selasa, 06 November 2018 - 16:44 | 67.46k
Ahmad Patoni, S.S, Kepala Madrasah Diniyah Salaf Modern Thohir Yasin Lendang Nangka, Masbagik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. (Grafis: TIMES Indonesia)
Ahmad Patoni, S.S, Kepala Madrasah Diniyah Salaf Modern Thohir Yasin Lendang Nangka, Masbagik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, LOMBOK – Isu bendera Tauhid sampai hari ini terus menghangat. Semakin hari, hati kita dibuat tak karuan. Apalagi setelah adanya gerakan mengadu domba tafsir sejarah fathul makkah. Perbedaan pandangan dalam Islam dibuat menjadi alat untuk mengkafirkan dan mengklaim bodoh pada beberapa kyai panutan umat.

Santri Ahlussunnah sejak fase awal Islam sudah terbiasa dengan perbedaan pandangan dan penafsiran ulama. Tapi kita tidak pernah berani mengclaim atau menghukum hasil ijtihad ulama. karena meyakini setiap pandangan (hasil ijtihad) ulama jika salah akan mendapatkan satu pahala, jika benar akan mendapatkan dua pahala.

Berbeda dengan kondisi hari ini, tidak jarang seorang santri begitu sangat berani menjadi garda terdepan menyalahkan hasil interpretasi sejarah gurunya. Lebih lebih dengan menghangatnya perbedaan pilihan pada pilpres kali ini. Akan sangat naif dan memalukan ketika perbedaan pilihan pada pilpres mampu menghilangkan pengetahuan yang sudah lama tertanam dalam jiwa kita masing-masing. Seolah pengetahuan kita tentang perbedaan adalah rahmat, sudah hilang dibawa hembusan angin kepentingan.

Kembali pada kasus interpretasi kondisi sejarah fathul makkah. Sudah menjadi bagian kajian dalam setiap bab yang mengulas sejarah perang yang dipimpin Rasulullah. Tidak ada satupun sejarawan muslim memasukkan peristiwa fathul makkah dalam bab selain bab yang berbicara tentang perang. Terkait kondisi yang terjadi pasca pasukan Rasulullah sampai di kota Makkah, maka itu adalah efek dari besarnya jumlah pasukan yang dibawa Rasulullah dari Madinah menuju Kota Makkah.

Dengan ulasan dari beberapa sejarawan muslim tentang efek kondisi pasca sampai dikota makkah dan setelah Nabi berpidato dan menyatakan bahwa hari ini adalah hari kasih sayang. Hal ini merupakan bentuk kebijaksanaan sang utusan Allah dalam membaca situasi dan kondisi pada waktu itu. Akan tetapi misi awal keberangkatan dari Madinah menuju Makkah tidak bisa dilepaskan dari konteks keberadaan Nabi saat sampai di kota Makkah. Artinya Hari kasih sayang merupakan bentuk Reaksi Nabi setelah melihat ketidakberdayaan Masyarakat Makkah saat melihat jumlah Pasukan Nabi yang begitu Besar Memasuki Kota Makkah.

Pasukan yang jumlahnya kurang lebih 10.000 Pasukan, memasuki Kota Makkah dengan mengibarkan bendera Al Liwah (bendera besar yang hanya dipegang oleh pemimpin pasukan perang) dan Ar-Royah (bendera kecil yang dibawa oleh pasukan perang). Besarnya pasukan dan banyaknya bendera yang berkibar, akan sangat cukup menjadi sebuah petanda akan kekuatan pasukan yang datang. Dimana pasukan besar itu bisa saja sewaktu waktu akan mampu membumi hanguskan semua penduduk makkah jika tidak ada rekonsiliasi.

Kondisi ini merupakan fakta akan jiwa besar Rasulullah. Disaat beliau mampu dan sangat kuat dengan jumlah besar pasukan yang beliau bawa, bisa saja beliau dan pasukannya berbuat semaunya. Tetapi justru disaat peta kekuatan begitu dominan, malah misi kedamaian yang beliau tebarkan. Adapun posisi pengibaran bendera pasukan muslim yang memasuki Kota Makkah bisa dikatakan "Mengibarkan bendera dalam kondisi damai atau perang" jika ditinjau dari fakta konteks akan misi awal keberangkatan dari Madinah menuju Makkah, maka situasi saat berada di kota Makkah adalah masih dalam misi perjalanan jihad fisabilillah (perang). Akan tetapi jika konteks perjalanannya kita putus dan fokus pada kondisi pasca pidato Nabi dan penobatan sebagai Hari kasih sayang. Maka semua aktivitas yang ada pasca pidato itu disebut dalam kondisi damai.

Interpretasi (pemaknaan) dua ulama besar indonesia tentang kondisi fathul makkah perlu jadi bahan kajian kita. Jika acuannya adalah kitab dan tulisan sejarah Rasulullah yang dikarang para sejarawan Muslim, maka tak bisa kita pungkiri kalo perjalanan dan peristiwa Fathul Makkah masuk dalam bab perang yang dipimpin langsung oleh baginda Rasulullah. Adapun interpretasi dari ulama lainnya yang melihat proses pengibaran pasca pidato Nabi, maka ini menjadi sebuah pengetahuan baru kita. Sekaligus ini merupakan tesa baru bagi siapa saja yang ingin menulis sejarah Fathul Makkah. 

Pengungkapan kondisi pasca masuknya pasukan Nabi perlu dibuatkan bab khusus agar tidak sama seperti ulasan sejarah para ulama sebelumnya. Dimana selama ini para sejarawan Muslim selalu memasukkan kondisi dari awal sampai selesainya. semua proses di Makkah pada bab perang. Sehingga siapapun yang acuannya adalah Tarikh islam pasti akan mengatakan semua proses yang terjadi disana, mulai dari triakan Takbir dan pengibaran Bendera akan digolongkan pada kondisi perang bukan dalam kondisi damai. 

Khazanah Baru dan opsi pemilahan penulisan  ulang sejarah fathul Makkah perlu kita suarakan. Karena ada ulama kita yang mampu membaca proses pengibaran bendera saat fathul Makkah sebagai reaksi disaat Damai. Ini memiliki arti sebuah ilmu baru dan perlu dikembangkan. Harus ada reinterpretasi baru pada semua proses Fathul Makkah. Sehingga dua peristiwa bisa terjadi dalam satu Misi. Dan sudah saatnya penulisan tentang proses Fathul makkah dimasukkan pada Bab perang dan kondisi di Makkah dimasukkan dalam Bab Damai. 

Fathul Makkah adalah satu peristiwa yang mengandung dua kondisi. Dua kondisi yang memginspirasi sebuah literasi Baru di abad milenium. Inilah keindahan dalam dunia Islam. Perbedaan pandangan dan interpretasi para ulama'nya mampu menjadi pengetahuan baru yang saling mengokohkan. Dengan adanya model interpretasi baru di sejarah Islam telah mampu menambah keilmuan kita, meskipun hal ini membutuhkan riset yang mendalam dan penuh kehati-hatian. Akan tetapi kondisi ini justru harus semakin mengokohkan persatuan kita. Karena perbedaan pandangan ulama telah benar-benar menjadi rahmat bagi siapa saja yang berpikir dan mau membaca sejarah aslinya. Wallahu 'alam(*)

Penulis: Ahmad Patoni, S.S, Kepala Madrasah Diniyah Salaf Modern Thohir Yasin Lendang Nangka, Masbagik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Lombok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES