Kopi TIMES

Budaya Gotong Royong dalam Mendukung Etika Berpolitik

Senin, 05 November 2018 - 16:02 | 357.30k
Fiki Moniya Yu’Min, Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya. (Grafis: Dena/TIMES Indonesia)
Fiki Moniya Yu’Min, Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya. (Grafis: Dena/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTAGotong royong merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu di sila ke-3 dan ke-4 dan di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Menjelang tahun politik, yang akan berlangsung tahun 2019, ada Pemilihan calon Presiden dan anggota legislatif, terlihat sangat rentan terjadi perpecahan dan tensi yang memanas diantara satu pihak dengan pihak lain sehingga situasi di Indonesia menjadi tidak harmonis. Etika berpolitik harus dikedepankan.

Masyarakat perlu menahan emosi dan menjaga kondusifitas serta kerukunan di lingkungan masing-masing agar tidak terjadi konflik. Sikap gotong royong diperlukan mengingat sebentar lagi akan diadakan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif.

Caranya bagaimana? Yakni, menjaga Pemilu tetap berjalan dengan langsung, umum, bebas,  rahasia, jujur, adil dan saling respek atau menghormati antar masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki pilihan yang berbeda-beda, jangan menjadikan perbedaan itu sebagai sebuah konflik.

Jadikanlah perbedaan itu sebagai hal yang positif. Dan masyarakat jangan golput atau tidak memilih. Masyarakat harus mempertahankan kerukunan bermasyarakat dan menjaga nilai-nilai gotong royong kapanpun dan dimanapun.

Untuk menjadi bangsa yang besar dan kuat, perlu peranan dari masyarakat untuk mensukseskan harapan tersebut, yaitu dengan gotong royong. Seluruh masyarakat harus terlibat dan aktif berpartisipasi dalam menjaga keamanan lingkungan sekitar agar suasana kerukunan dan kekeluargaan tetap terjaga.

Manfaat dari gotong royong itu sendiri sangat besar, khususnya di bidang politik. Contohnya, jika ada suatu permasalahan yang melanda negeri ini, pihak-pihak yang mengutamakan kepentingan umum atau nasional (dalam hal ini DPR, DPRD, atau DPD) bisa duduk bersama untuk memecahkannya walaupun berbeda partai politik.

Dalam perumusan Undang-Undang pun juga dilakukan musyawarah dengan mufakat antara Presiden dengan DPR untuk membuat suatu Undang-Undang.

Akan tetapi, bermunculan isu politik saat ini yang mengaitkan dengan isu agama membuat masyarakat menjadi terpecah belah sedangkan di dalam agama telah mengajarkan bagaimana beretika dalam politik.

Tapi entah mengapa etika dalam berpolitik dikesampingkan dan memicu perpecahan yang dikaitkan dengan agama. Padahal masyarakat kita memiliki jiwa toleransi yang tinggi dan sikap menghargai yang tinggi pula.

Namun seolah-olah itu telah bergeser karena sikap ingin menang sendiri untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Perlu adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya multikulturalisme dalam mencapai harmoni dalam berpolitik. Sehingga, perpecahan akan terminimalisir.

Gotong royong saling menjaga kerukunan pasca kampanye sampai nanti pada akhirnya pemilihan presiden berlangsung pada tanggal 17 April 2019. Karena, Budaya gotong royong sudah ada sejak penjajahan di Indonesia ketika rakyat Indonesia melakukan perlawanan atau pemberontakan terhadap penjajah.

Setelah penjajah keluar dari Indonesia, sudut pandang gotong royong berubah dari perlawanan menuju musyawarah dan kerjasama antar masyarakat. Contohnya, toleransi dari masyarakat yang etnisnya berbeda-beda, namun bahu membahu membersihkan lingkungan sekitar mereka.

Namun, banyaknya berita-berita palsu dan perpecahan-perpecahan yang membawa nama agama membuat sikap gotong royong menjadi luntur. Sikap gotong royong zaman sekarang ini cukup sulit ditemukan di kota-kota, tapi masih ada segelintir masyarakat di desa-desa yang sadar akan pentingnya gotong royong tersebut.

Masyarakat di desa masih menyikapi masalah di lingkungan mereka dengan kepala dingin, mereka melakukan pertemuan di balai desa untuk membicarakan masalah yang dialami desa mereka lalu solusinya ditemukan.

Sedangkan di kota-kota, masyarakatnya ketika mengalami masalah justru terkadang harus adu jotos satu sama lain sehingga pemecahan masalahnya menjadi tidak ada. Pentingnya pengetahuan multicultural dalam menjalin hubungan di dalam masyarakat khususnya dalam berpolitik untuk meredam sifat egoisme kepentingan-kepentingan suatu kelompok.

Oleh karena itu, kembali pada nilai-nilai pancasila dan menjalankan etika politik dengan benar. Isu-isu politik memang selalu berkaitan dengan agama dan etnik sehingga perlu sekali memegang teguh untuk mengaktualisasikan politik yang berintegritas sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Etika berpolitik berkaitan dengan tanggung jawab seseorang dalam bersikap dan tindak sebagai politikus dengan menggunakan bahasa yang santun dan menghargai budaya yang ada di dalam masyarakat.

Karena, etika merupakan norma moral yang terdapat dalam diri tiap individu sehingga dalam menyikapi suatu permasalahan tidak berdasarkan terbawa oleh emosi, prasangka akan tetapi berdasarkan pemikiran yang rasional dan objektif dalam menyikapinya.

Seyogyanya, masyarakat juga dapat menerapkan hal ini, agar bisa saling gotong royong untuk menciptakan politik yang harmoni dan kasus kejadian saat peringatan hari santri nasional, pembakaran bendera tauhid tidak terjadi lagi karena masyarakat dan juga pemilik kekuasaan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam dirinya.

Secara bersama-sama gotong royong menjalankan politik yang berjalan sesuai dengan etika dan nilai-nilai pancasila sebagai ideologi dalam memahami keadaan politik, ekonomi, budaya, sosial yang ada di masyarakat.

Gotong royong menjadikan Pilpres kali ini sebagai ajang berpolitik yang tidak hanya mengedepankan egonya masing-masing. Tidak hanya berlaku bagi masyarakat saja, pejabat, media juga ikut serta gotong royong menciptakan politik yang damai dan tidak kisruh seperti saat ini. Agar, isu-isu politik saat ini menjadi renungan bagi tiap individu untuk menerapkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya. Etika berpolitik harus terus dikedepankan. (*)

*Penulis, Fiki Moniya Yu’Min, Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES