Kopi TIMES

Multikulturalisme sebagai Literasi Media di Panggung Politik Indonesia

Senin, 05 November 2018 - 14:12 | 70.49k
Habibi Za’idatul Ma’muriyah, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. (Grafis: Dena/TIMES Indonesia)
Habibi Za’idatul Ma’muriyah, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. (Grafis: Dena/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Hiruk-pikuk politik mulai ramai diperbincangkan oleh media. Hal itu ditandai oleh gencarnya kampanye yang dilakukan oleh kandidat calon presiden dan calon Wakil Presiden. Tahun 2019 menjadi tahun terakhir bagi pemerintahan Jokowi-JK periode 2014 hingga 2019. Tetapi di tahun selanjutnya, Jokowi maju sebagai calon presiden periode 2019-2024 bersama KH Ma'ruf Amin. Sedangkan Prabowo menggandeng Sandi Uno sebagai Cawapres.

Media berperan penting sebagai sarana komunikasi dan upaya menginformasikan atau memberitahu publik bagi kandidat Capres-Cawapres. Selain itu, media juga berperan dalam menciptakan image untuk kandidat yang dapat membentuk persepsi, sehingga masyarakat pun membutuhkan media untuk mencari tahu apa yang mereka tidak tahu.

Untuk mencari tahu tentang kampanye serta program-program Capres-Cawapres di periode selanjutnya sebagai program yang terbaik bagi masyarakat itu sendiri. Tentu saja dalam pemilihan presiden, masyarakat memiliki kandidat yang diharapkan maju sebagai president tetapi tidak semua media menayangkan informasi tentang kandidat presiden seperti yang diharapkan oleh masyarakat.

Sangat disadari bahwa media memiliki kepentingan masing-masing untuk menginformasikan kepada publik, kepentingan yang tidak hanya untuk publik tetapi kepentingan yang dimiliki oleh stakeholder media itu sendiri.

Rasa tidak puas akan dirasakan oleh masyarakat jika media menampilkan informasi-informsi yang tidak diharapkan olehnya, sehingga hilangnya rasa toleransi dan menghargai pendapat masyarakat akan muncul dan tidak heran  jika banyak sekali beredar issue issue hoax tentang politik, terutama issu mengenai kandidat Capres dan Cawapres.

Isu hoaks sangat merugikan bagi kandidat karena akan membentuk opini masyarakat awam dan persepsi negatif bagi mereka yang tidak paham tentang politik media. Pemberitaan hoaks jelas akan akan mempengaruhi masyarakat awam lainnya dan pada akhirnya, tidak bisa ditampik jika masyarakat pun akan beropini dan berpresepsi negatif tentang kandidat Capres-Cawapres yang pada akhirnya akan berujung masuk pada kelompok golongan putih (golput).

Jelas, hal ini bukanlah sikap yang bijak sebagai bangsa Indonesia, untuk itu masyarakat  diharapkan agar lebih bijak dalam bermedia yakni dengan berliterasi media.

Literasi media sendiri bisa di maknai dengan melek media, yaitu kritis terhadap informasi yang disajikan media sehingga sebagai masyarakat yang aktif menkonsumsi media bisa bersikap bijak dalam menyaring informasi yang disajikan.

Literasi media dapat menyadarkan masyarakat bahwa apa yang sedang ditayangkan media bisa sebuah settingan dari orang-orang belakang layar dan orang-orang yang memiliki kepentingan politik, atau apa yang beredar dimedia seperti isu-isu hoaks merupakan hasil pemikiran dan representasi negative dari masyarakat yang memang memiliki kepentingan dan maksud yang disengaja.

Bagi orang yang pro, maka orang-orang yang ada dibelakang pemberitaan sangat menyadari bahwa mereka harus meyajikan informasi tentang segala sesuatu kegiatan Capres-Cawapres sebagai kegiatan kampanye yang dapat menarik perhatian masyarakat dan dapat membentuk persepsi dan opini dari masyarakat.

Tetapi bagi orang yang kontra, bisa saja mereka sebagai orang yang berdiri dibelakang pemberitaan negative. Lalu apa yang harus dilakukan agar dapat berliterasi media? Pertanyaan tersebut akan kembali kepada masing-masing individu untuk bersikap terhadap media.

Tentu saja literasi terhadap media khususnya pemberitaan politik yang menjadi sorotan public dan media harus dimulai dari diri sendiri, sebagai masyarakat hendaknya menela’ah dan menganalisis sajian informasi politik oleh media, baik televisi atau media online apakah yang disajikan mengandung informasi hoaks atau tidak.

Apakah yang disajikan didasari oleh kepentingan media itu sendiri atau tidak. Dimulai dari diri sendiri, tidak hanya menelaah dan menganalisis, tetapi bersikap multikulturlisme juga menjadi salah satu tindakan masyarakat untuk melek media.

Sebagai negara multikulturalisme, sangat diperlukan untuk berikap multikulturalisme yang membawa masyarakat untuk menyadari pentingnya toleransi, Multikulturalisme bukan sebuah pengetahuan dasar bagi mayarakat, bukan pula sebuah pengetahuan baru.

Tetapi multikuturalisme merupakan representasi dari Negara Indonesia. Pengetahuan tentang multikulturalisme memberikan dampak yang baik terhadap sikap dan tingkah laku dalam kehidupan keseharian sebagai toleransi antar bangsa.

Toleransi sebagai hasil pemahaman multikulturalisme tidak hanya penting bagi kehidupan keseharian tetapi juga penting didalam ranah politik negara. Toleransi tidak hanya berbicara tentang perbedaan agama, suku, etnis, dan budaya.

Tetapi toleransi dari sikap menghargai keputusan dan pendapat orang lain dan toleransi adanya perbedaan berpolitik dari masing-masing kandidat, perbedaan visi dan misi yang dapat membawa Indonesia menjadi negara yang lebih baik, serta menyadari dan bertoleransi bahwa masing-masing individu yang menghirup udara di tanah air Indonesia memiliki hak dan kebebasan dalam memilih kandidat Capres-Cawapres pada periode selanjutnya.

Ketika masyarakat dapat mentoleransi, dapat menghargai perbedaan dari masing-masing kandidat dan menghargai pendapat rakyat, maka mereka sedang melakukan proses melek media atau literasi media dalam dirinya.

Kemudian yang akan terjadi terminimalisirnya pemberitaan hoaks yang beredar di media online dan jejaring media sosial akibat rasa tidak puas yang dirasakan masyarakat dengan pemberitaan dari media.

Tidak ada lagi hujatan-hujatan antar masyarakat karena keputusan memilih calon kandidat karena sebagai masyarakat tidak bisa hanya menyalahkan media atas informasi yang disajikan, media hanya menjalankan fungsinya untuk memberikan informasi tentang politik, tentang kampanye calon kandidat, dan infromasi lainnya yang diberikan.

Tetapi juga berliterasi media, yakni bersikap cerdas dan bijak dalam bermedia, dengan begitu masyarakat tidak mudah percaya, tidak mudah dipengaruhi oleh informasi-informasi hoaks dan tidak mudah menciptakan berita bersifat hoaks yang akan memecah persatuan Indonesia.

*Penulis, Habibi Za’idatul Ma’muriyah, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES