Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Resolusi Jihad Ruhul Bilad

Minggu, 21 Oktober 2018 - 13:34 | 106.85k
Muhammad Fahmi Hidayatullah (Grafis: TIMES Indonesia)
Muhammad Fahmi Hidayatullah (Grafis: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGSEJARAH berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak terlepas dari perjalanan panjang bangsa Indonesia khususnya kaum sarungan. Mereka yang telah berhasil menghiasi panggung perjuangan kemerdekaan walaupun fragment penting dalam sejarah tersebut menghilang dengan bias karena historiografi sejarah naisonal yang bernuansa elitis dan politis oleh pemikir sekular yang ingin menghapus peran umat Islam dalam sejarah nasional.

Padahal kalau kita menelusuri secara mendalam fakta dan realita perjalanan bangsa Pra maupun Pasca kemerdekaan, ada peran besar ulama’ dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, termasuk perumusan Pancasila oleh Tim 9 yang terdapat 4 tokoh kalangan ulama terlibat di dalamnya.

Sangatlah wajar jika kontribusi dalam perumusan ulama’ terlibat, karena pada kenyataannya mayoritas penduduk Indonesia adalah penduduk muslim pasca syiar Walisongo di Nusantara. Dan saat ini sejarah mengungkap adanya keterlibatan ulama’ dalam perjuangan melawan penjajah.

Peristiwa 10 November di Surabaya yang telah ditetapkan sebagai Hari Pahlawan merupakan klimaks dari Fatwa Resolusi Jihad 23 Oktober 1945. Munculnya Fatwa tersebut dilatarbelakangi oleh situasi yang membahayakan kedaulatan tanah air dengan adanya kedatangan NICA (Netherland East Indis Civil Administration) yang membonceng sekutu yang sedang bertugas di Indonesia waktu itu adalah Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) pada tanggal 29 September 1945 yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison dengan dalih membawa pesan perdamaian ke Indonesia.

NICA ke Indonesia pada tanggal 16 September 1945 yang dipimpin C.H.O. Van der Plas yang mewakili pimpinan NICA bersama rombongan perwakilan sekutu yang dipimpin Laksamana Muda W.R. Patterson berlabuh di Tanjung Priok.

Kedatangan NICA mengundang amarah rakyat untuk mempertahankan kemerdekaannya karena keinginannya mendirikan Hindia Belanda dan berkuasa di Indonesia, sedangkan pada saat itu pemerintah Indonesia sedang disibukkan dengan penataan birokrasi negara baru, pembentukan partai politk dan termasuk tentara Indonesia yang disbut dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat).

Dengan munculnya penjajah yang ingin merebut kembali kemerdekaan Indonesia memantik reaksi para ulama’ khususnya pengurus PBNU khsusnya KH. Hasyim Asy’ai, KH. Wahab Chasbullah dan KH. Bisri Syamsuri beserta para kyai lainnya megundang seluruh pengurus cabang NU terutama para Kyai se-Jawa dan Madura mengadakan pertemuan di kantor PB Ansor Nahdlatul Ulama’ (ANO) Bubutan Surabaya selama dua hari sejak tanggal 21-22 Oktober 1945.

Pertemuan itulah menghasilkan keputusan atas terbitnya Fatwa Resolusi Jihad yang dideklarasikan pada tanggal 23 Oktober 1945 oleh KH. Hasyim Asy’ari atas nama PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ sebagai seruan Jihad Fi Sabilillah dengan keputusan wajib jihad dengan hukum fardhu ‘ain bagi orang Islam yang berada dalam jarak radius 94 km dengan berbekal mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib di pertahankan dengan prinsip cinta tanah air.

Spirit resolusi jihad berkobar dimana-mana baik dikalangan warga negara Indonesia dan seluruh pondok pesantren yang pada saat itu menjadi markas Hizbullah dan Sabilillah. Fatwa tersebut memantik semangat juang masyarakat khususnya Arek Arek Suroboyo dan sekitarnya yang dipimpin oleh Bung Tomo serta kalangan kaum sarungan yang dikomandoi KH. Hasyim Asy’ari melakukan perlawanan terhadap penjajah yang ingin merebut kemerdekaan melalui perang dingin yang pada akhirnya terjadilah pertempuran pada tanggal 10 November.

Pada dasarnya jauh hari sebelum fatwa tersebut dikeluarkan, ulama’ Jawa telah membentuk tentara dari kalangan santri yang dikenal dengan Laskar santri yang terdiri dari tentara Hizbullah yang dipimpin oleh Zainukl Arifin dengan komado spiritual KH. Hasyim Asy’ari dan tentara Sabilillah yang dipimpin oleh Kyai Maskur. Kedua laskar tersebut selain memiliki kontribusi dalam kemerdekaan juga berkontribusi besar dalam melahirkan Tentara Nasional Indonesia yang militan.

Triologi Politik Ulama

Kiblat politik keagamaan Ulama’ yang di nahkodai oleh KH. Hasyim Asy’ari tidak terlepas dari politik Sunni yang menjadikannya yurispendensi Islam Nahdhatul Ulama di Indonesia. Gerakan politik ulama’ Indonesia tidak terlepas dari peran ulama’ Sunni sebagai kiblat gerakan dan keilmuan terlebih dalam bidang tauhid. Gerakan politik Sunni yang menjadi kiblat politik KH. Hasyim Asy’ari merepresentasikan triologi politik ajaran ahlussunnah wal jama’ah yang meliputi: aqidah, ubudiyah dan tasawuf.

Aspek aqidah berlandaskan ideologi Hubbul Wathon, ubudiyah berkaitan dengan fiqih jihad siyasah melalui fatwa fardhu ‘ain mempertahankan keutuhan negara dan tasawuf berkaitan keikhlasan hati nurani yang mendalam untuk membela tanah air.

Triologi politik itulah sebagai aksi politik kebangsaan yang mampu mempengaruhi masyarakat untuk turut serta ikut berjuang bersama melalui jihad fisabilillah demi kebebesan dari penjajah.

Adapun hal mendasar munculnya fatwa Resolusi jihad berdasarkan gerakan Islam yang bertujuan kepada tegaknya agama Islam di muka bumi, agar kedamaian, keadilan dan kesejahteraan bagi umat Islam terwujud. Namun gerakan Islam tersebut di tafsikan dalam sebuah negara yang pada intinya kontribusi Islam demi terbentuknya negara.

Terdapat dua metode gerakan dakwah yakni bersifat fillah dan sabilillah. Fillah adalah gerakan Islam yang berangkat dengan dakwah yang didasari oleh ilmu. Sedangkan sabilillah adalah gerakan dengan sifat ke arah peperangan. Semua gerakan ini bertujuan sama, akan tetapi gerakan ini harus melihat kapan waktu yang tepat untuk menggunakan cara fillah dan fisabilillah.

Dua metode tersebut menjadi tolak ukur gerakan Islam di Indonesia. Gerakan Islam yang dilakukan oleh para ulama’ ternyata tidak terlepas dari kedua gerakan diatas yang diimplemtasikan dalam sebuah negara yang kita kenal dengan istilah Islamic Movement of indonesia dalam artian melaksanakan gerakan berdasarkan Islam demi tegaknya negara kesatuan Indonesia.

Pada kenyataanya para ulama’ melakukan dakwah melalui konsep fillah dengan menyampaikan agama tanpa kekerasan yang salah satu cara yang digunakan adalah akulturasi budaya dengan agama dengan menyelipkan penguatan cinta tanah air. Penggunaan gerakan sabilillah sebagai klimaks metode dakwah dengan cara perang melawan penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan. Dan inilah yang melatarbelakangi munculnya fatwa resolusi jihad sebagai ruhul bilad (Ruh Sebuah Negara).

Sebagai bangsa yang beradab tentunya kita dapat mengambil pelajaran dari perjuangan para ulama’ yang tulus memperjuangkan tanah air. Sebagai generasi penerus perjuangan, belajar sungguh-sungguh modal utama mempertahankan martabat negara ditengah derasnya persaingan global. Arus golobalisasi membawa angin segara perang dingin antar negara untuk mempertahankan kewibawaannya.

Praktik korupsi dan nepotisme perlu dihindarkan agar tidak merusak tatanan nilai-nilai perjuangan para founding father negara. Selain diatas pelajaran yang dapat diambil adalah keikhlasan memperjuangkan Hak Asasi Manusia. Karena jarang sekali kita jumpai pemimpin yang benar-benar murni memperjuangkan keadilan, apalagi saat ini kita dihadapkan dengan krisis kepemimpinan yang tidak banyak kita jumpai figur pemimpin pada setiap daerah yang murni menegakkan keadilan sosial.

Bilamana keadilan sosial ditegakkan maka persatuan dan kesatuan bangsa dalam sebuah negara akan berdiri kokoh. Selamat hari santri Nasional tahun 2018, santri mandiri, berdikari dan siap selalu siap berkontribusi demi kemajuan negeri! ***

*Penulis Muhammad Fahmi Hidayatullah, Dosen Unisma Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES