Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Menyoal Tayangan Televisi Nasional

Minggu, 14 Oktober 2018 - 15:28 | 30.56k
Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Islam Malang (Unisma Malang) (FOTO: TIMES Indonesia)
Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Islam Malang (Unisma Malang) (FOTO: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGTELEVISI sebagai media telekomunikasi setidaknya mempunyai fungsi hiburan, pendidikan, dan iklan. Dari ketiga fungsi ini masing-masing mestinya mempunyai porsi yang seimbang. Hal ini dimaksudkan agar televise dan media lainnya ikut membangun generasi bangsa lebih baik dimasa yang akan datang.

Namun demikian televisi saat ini lebih banyak menekankan pada hiburan. Hal ini sah-sah saja ketika profit yang dicari. Namun demikian jika ada misi ideology yang menunggangi hal tersebut hal ini sangatlah berbahaya pada persepsi pengetahuan yang berkembang. Artinya adalah tidak mungkin tayangan yang ada tidak bermuatan hiburan semata. Melainkan ada misi tersembunyi yang penonton harus cerdas dalam menerima tayangan tersebut.

Lihat saja misalnya, saat ini banyak televise swasta nasional menyajikan berbagai macam kisah kehidupan yang diangkat dari kisah nyata. Apakah kisah tersebut betul-betul nyata atau tidak kita tidak pernah tahu. Memang seringkali kita merasa ada kemiripan dari kisah yang terjadi. Tapi proses manusia tidaklah sependek yang disajikan dalam film-film yang ada. Lihat saja misalnya tayangan dengan judul yang diangkat dari kisah nyata. Tanpa menyebut judul filmnya pembaca saya pikir sudah tahu.

Dari film-film yang ada, setidaknya menceritakan tentang perselingkungan suami atau istri, kedurhakaan anak terhadap orang tua, kekejaman orang tua terhadap anaknya sendiri, fitnah kepada orang lain, rebutan warisan yang ujung-ujungnya berakhir dengan penderitaan, kecelakaan, kematian, dan jenazahnya mengalami penyiksaan yang disaksikan oleh mata kepala.

Memang kisah tersebut terjadi pada kehidupan manusia pada umumnya. Namun demikian hidup manusia senantiasa mengalami fluktuatif sebagaimana iman seseorang. Manusia bisa melebihi malaikat dan bisa melebihi syaitan. Tapi terus diatas dan terus dibawah rasanya tidak mungkin karena ada fase dimana manusia menyadari itu semua dan pada akhirnya bertaubat.

Dalam konteks ini bukan pada ajaran pesan yang ingin disampaikan dalam film tersebut agar kita jangan sampai meniru apa yang divisualisasikan. Namun jika kita sensitive bahwa semua pelaku kejahatan yang disebut diatas senantiasa diperankan kepada Islam. 

Seakan-akan yang bertindak durhaka, selingkuh, rebutan warisan, ahli fitnah, iri, dengki, ujub dan sebagainya adalah mereka yang beragama islam. Ini yang harus kita sensitive. Kita mengakui bahwa mereka yang beragama Islam kebetulan seperti itu namun ingat bahwa penyakit-penyakit hati tersebut bisa terjadi pada siapa saja bagi mereka yang mengaku dirinya manusia.

*Penulis Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang (Unisma).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES