Kesehatan

Pakar UGM: Cakupan Imunisasi MR di Indonesia Masih Rendah

Sabtu, 22 September 2018 - 19:19 | 40.80k
Suasana pemberian vaksin measles rubella (MR) di Yogyakarta beberapa waktu lalu. (FOTO: Istimewa)
Suasana pemberian vaksin measles rubella (MR) di Yogyakarta beberapa waktu lalu. (FOTO: Istimewa)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM dr Mei Neni Sitaresmi mengatakan, pemberian vaksin Measles Rubella (MR) sangat penting. Alasannya, saat ini masih terjadi banyak kasus campak dan rubela di Indonesia.

“Campak dan rubella merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan masih banyak terjadi di Indonesia,” kata Mei dalam siaran pers Humas UGM yang dikirimkan kepada TIMES Indonesia, Sabtu (22/9/2018).

Menurutnya, infeksi campak dapat menyebabkan radang paru-paru, radang otak, bahkan kematian pada bayi. Sedangkan rubella sangat berbahayai jika menulari ibu hamil terutama pada kehamilan awal yang dapat menyebabkan bayi lahir cacat.

Rubella sering menyerang anak-anak dan penyakit ini bersifat ringan serta akan sembuh dengan sendirinya. Namun jika menulari ibu hamil pada trisemester pertama atau awal kehamilan maka bisa menyebabkan dampak yang sangat serius. 

Infeksi rubella dapat menyebabkan bayi lahir dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS) seperti lahir dengan kepala kecil, tuli, kelainan jantung, dan mata.

“Ini tentunya akan menimbulkan beban yang sangat berat bagi bayi dengan CRS,” papar wanita yang tergabung dalam Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) ini.

Pemberian imunisasi dengan vaksin MR disebutkan Neni merupakan langkah pencegahan terbaik untuk mencegah penularan kedua penyakit ini. Dengan satu vaksin bisa sekaligus mencegah campak dan rubella.

“Satu-satunya cara untuk mencegah kedua penyakit ini adalah dengan vaksin MR,” tegas Neni.

Neni menambahkan, pemberian imuniasi MR diberikan pada usia 9 bulan dan kembali diberikan sebelum usia 15 tahun. Vaksinasi tidak hanya ditujukan untuk melindungi orang yang divaksin saja. Namun begitu, vaksin juga bisa membentuk kekebalan komunitas (herd immunity) terhadap ancaman campak dan rubella. Hal ini akan tercapai apabila cakupan vaksin tinggi yakni mencapai 95 persen sehingga bisa mengurangi transmisi virus. 

“Kalau cakupan imuniasi rendah semisal diangka 85 persen dikhawatirkan akan ada wabah karena tidak ada kekebalan komunitas,” ujar Neni.

Cakupan imunisasi MR di Indonesia saat ini tergolong rendah. Hal ini salah satunya disebabkan adanya penolakan di beberapa daerah dan persoalan kehalalan vaksin.

“MUI sudah menyampaikan fatwa bahwa vaksin MR dibolehkan karena kondisi darurat sehingga mari pada para orang tua untuk memberikan vaksin MR pada anak-anaknya,” katanya.

Karena itu, ia meminta masyarakat khususnya para orang tua untuk tidak bersikap egois dalam mengambil keputusan melakukan vaksin MR. Pasalnya penyakit campak dan rubella merupakan penyakit yang menular dan menimbulkan komplikasi sangat berat. 

“Vaksin MR ini juga aman, efek ikutan setelah pemberian vaksin biasanya hanya demam ringan, tetapi bisa segera hilang dengan pemberian penurun panas,” jelas Ketua Komisi Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komda KIPI) DIY ini. 

Hanya saja, Neni menyampaikan vaksin ini tidak aman bagi seseorang dengan imunitas rendah. Antara lain penderita leukimia dan pasien yang menjalani terapi steroid. 

“Mereka tidak boleh mendapat vaksin ini,” jelasnya. 

Dosen Hukum Islam Fakultas Hukum UGM, Dr. Yulkarnain Harahab, S.H., M.Si., menyampaikan bahwa meskipun vaksin MR mengandung enzim babi, namun penggunaannya dibolehkan (mubah) karena sejumlah alasan. Salah satunya karena ada kondisi darurat yang mengharuskan pemakaian vaksin tersebut. 

Ini sesuai dengan Surat Al-Baqarah ayat 173 yang menyebutkan haram memakan daging bangkai dan hewan-hewan yang diharamkan salah satunya babi, tetapi dibolehkan bila dalam keadaan darurat. 

Ayat tersebut, kata dia, menjadi dasar bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menetapkan vaksin MR boleh digunakan karena dalam keadaan darurat dan penggunaannya hukumnya mubah walaupun mengandung babi. 

Vaksin MR bisa digunakan karena kondisi darurat, benar-benar dibutuhkan kalau tidak dilakukan akan menimbulkan mudharat dan hingga saat ini belum ada alternatif lainnya untuk mencegah dampak negatif jika tidak divaksinasi,” urai Yulkarnain di FH UGM. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES