Ekonomi

INFID: Ketimpangan di Indonesia Masih Tinggi

Jumat, 21 September 2018 - 10:02 | 25.78k
Diskusi Kemiskinan, Tiga Tahun SDG's (FOTO: Antara)
Diskusi Kemiskinan, Tiga Tahun SDG's (FOTO: Antara)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Selama tiga tahun implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia, International NGO Forum on Indonesian Development atau INFID mencatat persepsi warga terhadap ketimpangan masih tinggi.

Peneliti INFID, Bagus Takwin, mengatakan survei INFID pada 34 provinsi menyimpulkan indeks ketimpangan meningkat dari 5,6 pada 2017 menjadi 6 pada 2018. Ini berarti warga menilai ada ketimpangan pada enam dari 10 ranah ketimpangan.

INFID secara khusus melakukan survei di tiga daerah tertinggal yaitu Kabupaten Dompu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

"Hasilnya, persepsi warga terhadap ketimpangan di dua kabupaten tertinggal yaitu di Kabupaten Dompu, dan Kabupaten TTS lebih tinggi dari angka di nasional,” kata Bagus, dalam Seminar Nasional Masyarakat Sipil Indonesia untuk SDGs di Jakarta, Rabu (20/9/2018).

Bagus mengungkapkan, tiga sumber ketimpangan paling tinggi di tiga daerah tertinggal tersebut adalah penghasilan, kesempatan mendapatkan pekerjaan, dan harta benda yang dimiliki.

Warga di TTS juga menilai ketimpangan gender masih tinggi (79%), diikuti Dompu dengan 38% dan Kepulauan Pangkajene yang hanya 1% menilai ada ketimpangan gender.

Sementara itu, Program Manajer INFID, Siti Khoirun Ni’mah mengungkapkan merujuk hasil survei INFID, dibutuhkan kerja bersama dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong penurunan ketimpangan.

"Salah satunya dengan mencapai Tujuan dan Target SDGs,” ungkapnya.

Dijelaskannya, SDGs menargetkan penurunan ketimpangan melalui pertumbuhan pendapatan 40 persen penduduk termiskin lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Juga dengan menghilangkan segala bentuk kebijakan, hukum maupun peraturan perundangan yang diskriminatif.

Kerja bersama mencapai SDGs tercermin di dalam bekerjanya tim pelaksana SDGs, bersama-sama menyusun peta jalan pencapaian SDGs, tersedianya data terpilah beserta dukungan pembiayaan untuk pelaksanaan dan pencapaian SDGs, juga melibatkan seluruh kelompok kepentingan termasuk masyarakat yang terpinggirkan dan kelompok rentan. 

Anggota Dewan Pengurus INFID yang juga menjabat sebagai Direktur Yayasan SAMIN, Odi Shalahuddin mengungkapkan bahwa empat tahun terakhir bekerja untuk anak yang dilacurkan di lima kota melihat faktor-faktor risiko anak terjebak dalam prostitusi karena adanya suplai dan permintaan. 

Adapun faktor penyebab anak - anak terjebak dalam prostitusi karena faktor kemiskinan. 

Menurut Odi, anak-anak korban prostitusi terstigma dan tereksklusifkan sehingga makin terjebak dalam dunia yang penuh kekerasan dan eksploitasi.

"Pada konstruksi sosial yang demikian, mengubah stigma dan perlakuan diskriminatif terhadap kehidupan anak-anak yang dilacurkan menjadi syarat utama bagi upaya menyelamatkan kehidupan anak-anak di masa depan," katanya.

Odi menambahkan, upaya menghapus segala bentuk dan praktik kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu target SDGs di Tujuan Kelima tentang pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES