Peristiwa Nasional

Kasus Pernikahan Anak Usia Dini di Indonesia Masih Marak

Rabu, 19 September 2018 - 00:02 | 50.37k
ILUSTRASI - Pernikahan. (FOTO: Istimewa)
ILUSTRASI - Pernikahan. (FOTO: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTAPernikahan anak terus terjadi di Indonesia. Agustus lalu di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan seorang anak lelaki yang baru lulus Sekolah Dasar (SD) mempersunting remaja perempuan berusia 17 tahun.

Informasi ini tentu memperpanjang daftar pernikahan anak yang terungkap ke publik. 

Di Provinsi Sulawesi Selatan, sepanjang Januari kasus pernikahan anak terus meningkat, demikian data dari Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) provinsi tersebut. 

Sulsel memang termasuk salah satu provinsi yang memiliki angka pernikahan anak tertinggi di Indonesia seperti disebut dalam laporan. "Perkawinan Usia Anak di Indonesia".

Laporan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Children’s Fund pada Januari 2017 lalu itu juga menyebut di antara perempuan pernah kawin usia 20 tahun, 22,82 persen menikah sebelum usia 18 tahun.

Angka tersebut diperoleh dari Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS pada 2015.

Perkawinan usia anak ini tak hanya terjadi di daerah tertentu saja. Praktiknya terjadi di seluruh provinsi di Indonesia.

Terdapat 20 provinsi dengan prevalensi perkawinan usia anak  yang lebih tinggi dibanding angka nasional (22,82 persen). Lima provinsi dengan prevelensi terbesar yakni Sulawesi Barat (34,22 persen), Kalimantan Selatan (33,68 persen), Kalimantan Tengah (33,56 persen), Kalimantan Barat (33,21 persen), dan Sulawesi Tengah (31,91 persen). 

Menanggapi hal itu, Koordinator Pokja Reformasi Kebijakan Publik, Koalis Oktaviani menyatakan tren perkawinan anak semakin menguat dengan semakin terbukanya praktek perkawinan anak di masyarakat. 

"Upaya masyarakat mempertahankan perkawinan anak ketika negara menolak untuk memberikan legitimasi juga mempertinggi tren tersebut," ujar Indry melalui pesan tertulis yang diterima TIMES Indonesia, Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Sementara itu, Dewan Pengawas International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Zumrotin K. Susilo mengatakan untuk 
membangun bangsa yang sejahtera, berkualitas, dan bebas diskriminasi gender sebagaimana maksud dari Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan maka pernikahan anak di Indonesia harus diakhiri. 

Zumrotin mengatakan, pernikahan anak, berdampak pada kemiskinan, kematian ibu juga kualitas bayi yang dilahirkan. "Anak yang menikah dini juga akan putus sekolah sehingga wajib belajar 12 tahun tak terpenuhi," ucapnya. 

Disamping itu pernikahan anak membuat kekerasan seksual dan kekerasan rumah tangga rentan terjadi sekaligus merenggut hak anak, merujuk Undang-undang tentang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002. 

 Zumrotin menambahkan, penghentian pernikahan anak akan memberi kontribusi pada pencapaian SDGs Tujuan 1, 2, 3, 4 dan 5. Penghapusan pernikahan anak merupakan salah satu indikator SDGs seharusnya tidak sulit dicapai. Penghapusan pernikahan anak harus menjadi komitmen berbagai kementerian antara lain Kemenkes, Kemen PPPA, Kemendiknas, BKKOS Kemensos dan Kementerian Agama.

"Selama ini pernikahan anak hanya dianggap urusan Kementerian Agama," ujarnya. 

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan memastikan bahwa anak-anak perempuan dapat mengejar pendidikan tinggi dan keterampilan kejuruan, dan menyiapkan peluang masa depan untuk memperoleh penghasilan.

SDGs telah menetapkan tujuan dan target secara khusus untuk menghapus segala bentuk praktek-praktek perkawinan anak. Tujuan tersebut tertuang di tujuan 5 Target ketiga. 

Senada dengan Zumrotin, Program Manager INFID, Siti Khoirun Ni’mah mengatakan pelaksanaan SDGs sudah memasuki tahun ketiga. Masalah perkawinan anak semestinya bisa dipecahkan melalui pelaksanaan dan pencapaian SDGs. 

Untuk itu, penting adanya peta jalan pencapaian SDGs yang disusun dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. 

"Sehingga hambatan-hambatan yang terjadi terkait dengan perkawinan anak dapat dipecahkan bersama-sama," ujar Ni'mah. 

Guna mendorong adanya kolaborasi para pihak, INFID akan menyelenggarakan Seminar Nasional SDGs di Jakarta pada tanggal 20 September 2018 yang akan dihadiri oleh 200 orang peserta dari berbagai daerah di Indonesia. 

Adapun tema seminar nasional adalah Konsolidasi Pemangku Kepentingan dalam Pelaksanaan dan Pencapaian SDGs di Indonesia.  Melalui Seminar Nasional, diharapkan terjadi pertukaran informasi dan pembelajaran para pihak untuk pencapaian SDGs yang inklusif dan partisipatif. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES