Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Hijrah Untuk Keutuhan Bangsa

Jumat, 14 September 2018 - 07:10 | 58.21k
Yoyok Amirudin, Dosen Universitas Islam Malang (Grafis: TIMES Indonesia)
Yoyok Amirudin, Dosen Universitas Islam Malang (Grafis: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGSIAPAPUN di dunia ini menginginkan hidupnya ada perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Dipastikan tidak ada yang mau hari ini lebih baik dari kemarin. Semangat menjadi lebih baik dari kemarin harus di sebarluaskan ketika momen peringatan Hijrah setiap tahunnya.

Hijrah yang berarti berpindah. Awal mula hijrah, ketika Nabi Muhammad SAW berpindah dari makkah menuju Yatsrib (sekarang dikenal Madinah). Sehingga Umar bin Khattab menetapkan awal kalender Islam adalah ketika Nabi Muhammad hijrah. Hijrah saat itu dimaknai tidak hanya sekedar berpindah tempat, namun perubahan membangun peradaban baru untuk menuju kejayaan Islam.

Lantas, akankah hijrah tahun ini berpindah dari satu kota ke kota lain. Tentu tidak, hijrah di era millenial ada niatan untuk menjadi lebih baik menuju perubahan dalam diri seseorang baik ucapan maupun perbuatannya. Dalam ajaran agama Islam Khoirun naas anfauhum linnaas (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain).

Bukan sebaliknya perbuatan yang tidak ada manfaatnya. Agama manapun melarang perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Diantaranya adalah sikap menggunjing kepada rekan kerja yang berprestasi, mencaci teman yang mendapatkan penghargaan, menghujat lawan politik, menebar hoax demi merebut kekuasan, korupsi berjamaah untuk memuluskan anggaran pemerintah dan perilaku yang tercela lainnya.

Oleh karenanya dengan semangat tahun baru Hijriyah ini, seseorang bersemangat dalam merubah ke arah yang baik. Berubah menjadi yang baik, dengan cara apa? Yaitu dengan cara mencontoh apa yang sudah dilakukan Nabi Muhammad SAW saat Hijrah. Hijrah adalah awal kebangkitan Islam yang sebelumnya Nabi mengalami kejadian situasi yang tidak kondusif saat di Makkah. Dan pada akhirnya Nabi mampu membangun peradaban baru di Madinah yang sebelumnya belum pernah ada.
Untuk berpindah kearah yang lebih baik, dibutuhkan energi positif dalam diri seseorang.

Dalam ilmu fisika untuk memindahkan sebuah objek dibutuhkan gaya. Gaya yang diberikan untuk mendorong meja menghasilkan usaha sehingga objek bergerak. Untuk berpindah dari sebuah kondisi yang buruk menuju baik juga diperlukan usaha. Usaha disini adalah energi yang disalurkan oleh gaya kepada objek dan akhirnya objek itu berpindah.

Seorang pelari ingin berhasil lebih baik, maka latihannya harus ditambah. Semula latihan sehari lari 1 jam, ditambah 2 jam. Ada usaha dalam diri pelari tersebut, dan hasilnya pasti memuaskan.

Hijrah Masa Kini
Penulis ingin memaknai hijrah pada tahun ini adalah tidak hanya hijrah dalam ibadah Allah namun ada dua hijrah yang sangat penting juga yaitu pertama, pertama, Hijrah insaniyah, atau disebut hijrah kemanusiaan. Nabi Muhammad SAW mencontohkan sikapnya ketika di Kota Madinah yaitu menjadi role model (suri tauladan) bagi umatnya.

Mencontohnya dengan cara membangun kesadaran saling menghormati, saling toleran, bersikap amanah ketika menjabat, bijak dalam bermedsos dan menumbuhkan energi positif. Dengan energi positif lingkungan akan terbangun rasa positif juga.

Beda halnya jika berangkat kerja dengan rasa pesimis, aura negatif, maka yang muncul kecemburuan, mengeluh dan tidak bersemangat.

Hijrah yang kedua, Hijrah wathaniyah, atau disebut dengan hijrah kebangsaan. Sampai kapanpun kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke harus tetap dalam pangkuan NKRI. Polri, TNI dan rakyat harus bersatu melawan kelompok yang ingin mengubah sistem pemerintahan dan mengancam NKRI.

Bagi kelompok tertentu, mencintai Indonesia tidak ada dalilnya, tidak ada dasarnya. Tentu ini menjadi ancaman bagi keberlansungan bangsa Indonesia. Bagaimana tidak mencintai Indonesia, hidup dan tinggal di Indonesia, makan dan menghirup udara Indonesia, dan tidur berselimutkan bumi pertiwi. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak cinta Indonesia.

Kita tidak ingin Indonesia seperti Suriah, rakyat harus memiliki sikap rasa persatuan dan kesatuan. Lantas, apa hubungannya sama Hijrah? Ketika semangat mencintai Indonesia tumbuh dan bertambah, maka ke depan tidak ada waktu untuk menghujat Indonesia dan mempertanyakan pancasila, waktunya dihabiskan untuk memberikan kontribusi yang terbaik di bidang masing-masing buat bangsa Indonesia.

Lebih-lebih tahun 2018 adalah tahun politik. Intrik dan saling serang demi kekuasaan pun dilancarkan. Maka akibatnya, banyak ditemuka di media sosial ujaran kebencian, fitnah, menghujat dan hoax dan menimbulkan ketidakrukunan. Siapapun tidak ingin Indonesia terpecah belah dikarenakan beda pendapat. Berpolitik boleh tapi jangan sampai mencederai persatuan dan kesatuan republik Indonesia. Oleh karenanya hijrah di tahun ini adalah berpolitik dengan santun, damai dan menyatukan.

Perlu diingat, membangun peradaban lebih susah dari pada merusaknya. Hal ini seperti yang dilakukan Nabi saat hijrah. Semangat untuk membangun sebuah kota Madinah yang baldatun wa robun ghofur.

Antara hijrah insaniyah dan hijrah wathaniyah ini harus seimbang. Ketika hijrah insaniyah terbangun dengan baik, maka secara otomatis terbangun hijrah wathaniyah dalam diri seseorang. Untuk menuju kedua makna hijrah di atas dibutuhkan usaha dan keinginan menjadi insan yang baik.

* Penulis Yoyok Amirudin adalah Dosen Universitas Islam Malang (Unisma) dan aktif di Halaqoh Literasi.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES