Kopi TIMES

Jangan Lupa Pakai Kondom

Selasa, 21 Agustus 2018 - 17:10 | 275.52k
Sampul  Buku Kondom Gergaji
Sampul Buku Kondom Gergaji

TIMESINDONESIA, JAKARTAMUNGKIN saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang paling menantikan kehadiran buku "Kondom Gergaji" di samping juga buku Peradaban Sarung (Veni, Vedi, Santri) karya Kiai muda Ach Dhofir Zuhry, yang dalam cover buku itu disebut Cak Dhofir.

Benar saja, sejak saya mendengar kabar bahwa buku itu akan segera terbit saya selalu mencari informasi baik di dunia nyata maupun tak nyata (maya) tentang kapan kepastian buku itu terbit. Well, sampailah buku itu di tangan saya dan segera saya lahap habis isinya.

Mungkin sebagian dari Anda bertanya-tanya apa sih istimewanya buku itu? Atau mungkin justru mempertanyakan sebaliknya; apa sih kekurangannya? Baik, mari kita bahas.

Buku-KOndom-Gergaji-a.jpg

Apa yang mula-mula hadir dalam benak Anda ketika mendengar terma "Kondom Gergaji"? Sudah dibayangkan? Bayangkan lagi! Hasilnya? Ya, beberapa kali ketika saya membaca buku ini di depan teman-teman saya rerata dari mereka tertawa. Apa sebab? Jika dilihat dari judulnya memang seolah buku ini berbicara tentang seksualitas dan atau hal-hal "hot" lainnya.

Tetapi faktanya di luar dugaan. Buku terbitan Elex Media Komputindo ini justru mengajak kita untuk mendialogkan ilmu dengan kehidupan, lintas khazanah dan peradaban, serta mengakrabi realitas dan fenomena, baik dunia pendidikan (mencakup filsafat, psikologi, sosiologi, dan tasawuf praktis), karakter, moralitas, kebudayaan, keagamaan dan sosial politik. Maka jangan heran jika seolah-olah buku ini sedang berbicara tentang kehidupan Anda sendiri. Praktis, buku ini mengajak pembacanya untuk bangkit dari kesadaran dogmatis menuju kesadaran kritis. Lantas, kenapa harus "kondom"?

Apa salahnya dengan kondom? Kondom bukan hanya alat kontrasepsi sebagaimana yang tertanam dalam pikiran orang-orang bermazhab selangkangan yang cenderung linier dan kontra produktif. Bagi Anda yang ingin bepergian dan jauh dari keramaian kondom bisa digunakan sebagai alat untuk menjaga kesegaran buah, pelindung waterproof handphone, pengaman perban dan luka, pemicu untuk membuat api, dll. Pola pikir yang linier dan kontra produktif inilah yang disebut sebagai kesadaran dogmatis, sedangkan pola pikir yang kreatif adalah kesadaran kritis. Mungkin inilah benang merah antara judul buku dengan isinya.

Secara umum, buku ini berisi 70 judul artikel dan esai dengan topik dan tema yang berbeda-beda yang ditulis dalam kurun waktu 2012-2017 dan rata-rata telah dimuat di media online, portal-portal, surat kabar lokal dan nasional, majalah, buletin, kuliah-kuliah, media sosial, dan sebagian di media cetak.

Salah satu gagasan dalam buku ini adalah lahirnya "Generasi Triple Helix," yakni bersatunya kaum cendekia-akademisi (ilmuwan), pemerintah (birokrasi) dan para pengusaha (pembisnis) yang diyakini oleh penulisnya sebagai alternatif untuk bangkitnya bangsa Indonesia. Dalam bagian ini diulas hingga menjadi tiga bagian.

Pun tak ketinggalan kritik tajam kepada model pendidikan di Indonesia yang cenderung menjauhkan anak bangsa dengan realitas; mengkerdilkan pola pikir sedemikian rupa; membonsai sedemikian gila; dan menjumudkan dengan sedemikian tega, sebagaimana yang diulas dalam judul "Sekolah" pada buku ini.

Lebih-lebih kritik kepada ngustaz-ngustaz dadakan dan pengikutnya yang kolot dan gampang kagetan, yakni kaum pentol korek dan generasi nyinyir, serta ulama picisan (pseudo ulama) dan salaf palsu (mutamaslif) yang sangat produktif dalam berfatwa namun semata-mata hanya untuk kepentingan perut dan kelamin mereka. Dalam hal ini diulas secara jelas dan tegas dalam beberapa judul seperti "Ustadz TV, Dakwah Permen Karet, Tuhan Para Pembenci, Masih Perlukah (Oknum) MUI?" dll.

Ada satu judul lagi yang penting atau bahkan sangat penting untuk Anda baca, terutama bagi para tuna asmara 24 karat yang tak kunjung menemukan pasangan, yakni "DNA Jomblo." Nah!
Kelebihan buku ini adalah, ia mampu menyajikan sebuah pembahasan yang sebenarnya cukup berat dan luas dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Tentu ini bisa menjadi solusi bagi Anda yang ingin punya bacaan berkualitas namun cepat lelah saat membaca buku. 

Jika Anda peminat sastra dan cerita buku ini bisa dijadikan sumber inspirasi. Sebab gaya bahasanya yang menggebu-gebu dan imajinasi yang meloncat-loncat membuat pembacanya dihantui rasa penasaran untuk terus membaca setiap paragrafnya.

Atau, jika Anda peminat filsafat dan tasawuf (mistisme) buku ini juga sangat recommended untuk dibaca. Sebab, setiap argumen yang dikemukakan oleh penulisnya selalu bersifat filosofis dan emansipatoris.
Selain simpel dan enteng, buku dengan dimensi 14 x 21 ini juga tidak menuntut Anda untuk membacanya secara berurutan. Anda bisa memulainya dari judul yang mana saja sesuai dengan keinginan, tanpa mengurangi esensi dan point utama dari pembahasan.

Namun demikian, tak ada gading yang tak retak. Buku ini masih menyisakan ruang-ruang diskusi jika kita kritisi, baik dari segi metodologi ataupun argumentasinya. Ambil saja pembahasan dalam judul "Habermas dan Kambing Hitam" dan juga "Psikosomatik" yang sempat menjadi perdebatan di kalangan Luhurian (sebutan untuk santri Pesantren Luhur Baitul Hikmah) dan Alfarabian (sebutan untuk mahasiswa/i STF Al-Farabi).

Dan juga buku ini masih memuat beberapa bahasa atau kata yang mungkin sulit dipahami oleh sebagian orang. Seperti kata "takhalli, tahalli, dan tajalli" dalam istilah tasawuf, kata "faktisitas" dalam istilah filsafat-nya Martin Heidegger, atau kata "bertemu tapi tak berjumpa" ala Martin Buber. Di sisi lain Anda juga tidak akan menemukan catatan kaki (footenote) dalam buku ini sebagai pelengkap refrensi bacaan Anda. Namun demikian, buku ini tetap bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Akhirul kalam, tiba saatnya saya harus berkata jujur. Satu hal yang tidak saya setujui dari pernyataan penulisnya dalam buku ini adalah pernyataan bahwa "jika Anda bahagia dengan memiliki barang tertentu, maka sejatinya Anda jauh lebih bahagia dengan tidak memilikinya." Dalam hemat saya (yang tidak begitu hemat), pernyataan ini terlalu ideal. Sebab saya pribadi justeru lebih tidak bahagia jika belum punya buku ini. Bagaimana dengan Anda? Well, inilah Kondom Gergaji, jangan lupa pakai kondom!

Adnan-Faqih.jpg

* Peresensi Adnan Faqih adalah santri Pesantren Luhur Baitul Hikmah dan Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Al-Farabi.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES