Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Ber-Matematika (Sejak) Usia Dini

Senin, 20 Agustus 2018 - 11:05 | 47.82k
Abdul Halim Fatani, Dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Malang. Penggagas Forum Literasi Matematika (forLIMA). (Grafis: TIMES Indonesia)
Abdul Halim Fatani, Dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Malang. Penggagas Forum Literasi Matematika (forLIMA). (Grafis: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGDALAM faktanya, matematika merupakan salah satu matapelajaran di sekolah yang mendapatkan perhatian “lebih” baik dari kalangan guru, orangtua maupun anak.

Selain matematika adalah termasuk matapelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN) juga masih ditemukan banyak pihak yang memiliki persepsi bahwa matematika adalah pengetahuan terpenting yang harus dikuasai anak.

Bahkan, agar cepat cerdas matematika, tidak sedikit orangtua yang menambah “beban belajar” anak, dengan mengikutsertakan berbagai les privat atau kursus lainnya.

Hakikatnya, setiap individu itu dalam kehidupannya pasti membutuhkan matematika (meski tingkat sederhana, misal: jual beli). Dan, pada prinsipnya setiap anak itu dikaruniai kemampuan matematis, yakni memiliki kemampuan mengenal angka sejak dini bahkan sebelum usia sekolah.

Anak usia pra-sekolah sudah mengerti tentang kuantitas, misalnya banyak dan sedikitnya benda, jumlah saudaranya, dan lain-lain. Sekarang, tinggal tugas orangtua dan pendidik lah untuk mempertahankan sifat-sifat yang menjadi dasar kecerdasan anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa, dengan memberikan faktor lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak dan kecerdasan anak.

Kecerdasan matematis memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun. Kecerdasan matematis logis dikategorikan sebagai kecerdasan akademik, karena dukungannya yang tinggi dalam keberhasilan studi seseorang.

Dalam tes IQ, kecerdasan matematis logis sangat diutamakan. Oleh karenanya, matematika menjadi “bermakna” dalam kehidupan individu manusia. Tinggal bagaimana kita sebagai orangtua, guru, pendamping dapat mengembangkan kecerdasan tersebut sejak usia dini. Harapannya, ketika tumbuh dewasa anak-anak tidak lagi kesulitan untuk mencari potensi matematisnya.

Dengan demikian, PAUD menjadi sarana efektif untuk menggali dan mengembangan kecerdasan matematis yang dimiliki anak. Tentunya, dengan cara yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan anak.

Misalnya, menghitung jumlah kue, jumlah uang, memperlihatkan warna-warni baju, menghitung banyaknya kotak keramik, dll. Dengan berusaha menggali dan mengembangkan kecerdasan matematis anak sejak usia dini, diharapkan ketika masuk jenjang pendidikan selanjutnya, anak tidak lagi merasa kesulitan untuk menerima materi pelajaran matematika.

Di akhir tulisan ini, perlu diingat, bahwa menurut Gardner, setiap individu manusia itu memiliki beragam kecerdasan yang dirangkum dalam kecerdasan majemuk (multiple intelligences), tetapi dengan derajat kecerdasan yang berbeda-beda. Dari kedelapan kecerdasan versi gardner, di dalamnya termasuk kecerdasan matematik.

Akan tetapi, kecerdasan matematik itu bukan segalanya, melainkan hanya salah satunya saja. Jadi, mari mengembangkan kecerdasan sesuai dengan yang kita “inginkan”. Akhirnya, kita semua menjadi pribadi yang cerdas. Cerdas di bidangnya masing-masing. Selamat. (*)

*Abdul Halim Fatani, Dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Malang. Penggagas Forum Literasi Matematika (forLIMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES