Peristiwa Daerah

Roda Tank Belanda di Pondasi Masjid, Sejarah Perang di Dusun Macari

Senin, 20 Agustus 2018 - 09:12 | 588.30k
Pelda Purn TNI, Abu Bakar duduk diatas roda tank milik Belanda yang dilumpuhkan pejuang pada agresi militer Belanda kedua. (FOTO: M Dhani Rahman/TIMES Indonesia)
Pelda Purn TNI, Abu Bakar duduk diatas roda tank milik Belanda yang dilumpuhkan pejuang pada agresi militer Belanda kedua. (FOTO: M Dhani Rahman/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BATU – Sebuah rantai roda tank milik Belanda ditemukan warga saat renovasi Masjid Al Muhlisin, Jl Lahor, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu setahun yang lalu. Penemuan roda tank ini adalah bukti sejarah bahwa, di Dusun Macari, pernah menjadi kancah peperangan hebat.

Dulu, Dusun Macari memang dikenal sebagai Kampung Pejuang, di mana guru-guru Madrasah bergabung menjadi pejuang. “Lebih dari 30 warga Macari menjadi pejuang, yang muda gabung Pasukan Hisbullah, yang tua bergabung dengan Pasukan Sabilillah, “ujar Abu Bakar, anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Batu.

Roda tank yang ditemukan itu, berasal dari tank yang dilumpuhkan para pejuang. Badan tank dipergunakan untuk membuat peralatan membuat senjata dan peralatan dapur, sementara rodanya dipergunakan untuk pondasi menara Masjid.

TNI-Abu-Bakar.jpg

Meskipun usianya sudah udzur, jalannya pun sudah tegak lagi dan suaranya sudah tidak begitu jelas, Abu Bakar dengan semangat menceritakan apa yang terjadi di Dusun Macari.

Pada agresi Belanda kedua, kedatangan Belanda sama sekali tidak diketahui para pejuang yang saat itu sedang konsentrasi merebut senjata dan aset Jepang. “Tiba-tiba, tanknya sudah masuk di Kota Batu, kita tahunya sudah di depan Masjid An Nur, mereka lewat jalan biasa, “ ujar Abu Bakar.

Pasukan Belanda ini langsung masuk ke kantong-kantong pertahanan Jepang untuk merebut aset, sementara saat itu pejuang bermarkas di bangunan yang kini menjadi Rumah Sakit Bersalin Margi Rahayu, Jl PB Sudirman.

Salah satu aset yang hendak direbut adalah Holand Indiche Scholl (HIS) yang berada di Dusun Macari (Jl Lahor). Agar tidak dikuasai Belanda, para pejuang terlebih dahulu membakarnya dengan jerami. “Di situ sekolah mulai dari tingkat dasar sampai setingkat SMA, “ ujarnya.

Terjadilah pertempuran hebat, hingga akhirnya pejuang berhasil melumpuhkan tank milik Belanda. “Ya susah melumpuhkan Belanda, mereka pakai senapan, kita pakai bambu runcing, “ ujar Abu.

Di Dusun Macari, selain bermaksud merebut aset bekas milik Jepang, mereka mencari warga Macari yang menjadi pejuang. Belanda pun menciptakan banyak markas. Ada markas sesungguhnya seperti bangunan yang kini dijadikan Mapolsek Batu, Hotel Tawang Argo dan Kartika Wijaya.

“Pusat pemerintahanya di Jambe Dawe (sekarang Hotel Kartika Wijaya-red), kita sering salah menyerang markas palsu Belanda, mereka pasang baju seragam di boneka untuk mengelabui para pejuang,“ ujar Abu.

Abu-Bakar.jpg

Para tentara Belanda ini dipimpin Kapten Misson. “Misson itu kalau sekarang semacam Danramil, dia selalu menggunakan jeep diikuti anjing besar yang selalu berlari dibelakangnya,“ ujarnya.

Pernah suatu kali ia kepergok pasukan Misson, hingga ia pun bersembunyi di salah satu sungai di Dusun Jeding, Desa Junrejo. “Baca-baca doa terus, dari bawah sungai yang airnya sedikit itu, saya lihat kaki Misson, tapi dia dan pasukannya, tidak bisa menemukan saya, “ ujarnya.

Menurut Abu Bakar, ketika  kabar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, masyarakat Batu sontak mengeluarkan dan mengenakan atribut Republik Indonesia yang dimilikinya.

“Saya mendengarkan radio di gardu (pos jaga) di Kampung Macari bersama masyarakat lainnya,” cerita Abu bakar.

“Ya tidak banyak yang memiliki bendera, ikat kepala dan pin yang serba merah putih. Pokoknya simbol-simbol Republik Indonesia seadanya dikenakan,” ujarnya

Empat belas hari setelah proklamasi, Pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat agar pada 1 September 1945, bendera merah putih dikibarkan serentak seantero Nusantara.

Masyarakat sipil  rata-rata berbasis santri ini berperjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Pasalnya hingga dua bulan proklamasi dikumandangkan oleh Soekarno – Hatta, negara-negara lain di dunia belum ada yang mengakui kedaulatan Negara Indonesia.

Sehingga pada awal Oktober 1945 Bung Karno mengirimkan utusan untuk menemui Hadratusyeikh KH. Hasyim Asy’ari, Rois Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Hasil dari konsultasi mendorong lahirnya Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh PBNU pada tanggal 22 Oktober 1945. Seruan Sang Kiai yang mewajibkan atas pria – wanita, muda dan dewasa untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia disambut dengan seksama oleh seluruh santri yang berada di Jawa.

Seruan jihad itu juga disambut oleh basis santri di Kota Batu. Basis santri di wilayah Batu salah satunya adalah Dusun Macari Desa Pesanggrahan.

Sejak lama dusun tersebut kondang sebagai Kampung Pesantren yang menurut fakta sejarah sebagai tempat masjid pertama yang didirikan di Kota Batu.

Pada kurun waktu tahun 40-an, penduduk Dusun Macari tidak lebih dari 50 Kepala Keluarga yang kesemuanya masih satu darah dengan Kiai Macari (Mbah Zakaria pendiri masjid pertama di Kota Batu).

Menurut Abu Bakar, hampir seluruh pemuda Macari terpanggil oleh seruan jihad Kiai Hasyim Asy’ari. Kurang lebih tiga puluhan pemuda dari 50 KK ikut tergabung Pasukan Hizbullah.

Puluhan prajurit asal Dusun Macari tersebar sejak 22 Oktober 1945. Mereka tersebar di berbagai daerah sebagai bagaian dari pejuang – pejuang yang mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.  

Tidak sedikit warga Macari yang gugur dalam peperangan. Mereka tidak hanya berperang di Kota Batu saja, namun juga di Pasuruan hingga tapal kuda.

Ada tiga pejuang warga Dusun Macari, Desa Pesanggrahan yang meninggal dunia dalam pertempuran di daerah Wilwatikta Pandaan, ketiga pejuang kita adalah Abdoerachman, Fadhelan, dan Koeslem. Selain tiga pejuang itu ada juga nama Salamoen dan Asmari dari Kelurahan Sisir dan Paidi, salah satu pejuang dari Kepanjen, Kabupaten Malang yang ikut tewas dalam pertempuran itu.

Di tempat mereka gugur, pada 1987 dibangun tugu bambu runcing sebagai monumen peringatan di Dusun Ngampir Desa Sumbergedang Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan.

Abu Bakar sendiri, saat Belanda bergerak menuju ke Kasembon, ia sempat ditarik ke wilayah tapal kuda. Di daerah Asembagus Situbondo, ia bersama pasukannya menyerbu markas Belanda yang dijaga kurang lebih 60 orang. “Saya tertangkap dan dipenjara di Lapas Lowokwaru,“ kata veteran berpangkat terakhir Pelda ini ketika mengungkap sejarah Dusun Macari. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Batu

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES