Politik

Said Salahudin: KPU Harus Transparan soal Syarat Admin Capres-Cawapres

Minggu, 19 Agustus 2018 - 10:44 | 49.03k
Said Salahudin (FOTO: SINDOnews)
Said Salahudin (FOTO: SINDOnews)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pengamat politik Sigma (Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia), Said Salahudin meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk lebih transparan dan jujur terkait pemenuhan syarat Administrasi Capres - Cawapres 2019 nanti.

KPU sendiri pada selasa (14/8/2018) telah mempublikasikan hasil penelitian terhadap dokumen pencalonan dan dokumen calon Presiden (capres) dan calon Wakil Presiden (cawapres) yang sebelumnya diserahkan oleh koalisi parpol dan para capres-cawapres kepada KPU pada waktu pendaftaran.

Menurut dia, informasi hasil penelitian berkas yang disampaikan oleh KPU kepada masyarakat tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan didalam dokumen resmi KPU sendiri.

:Misalkan saja saat KPU mengatakan bahwa dokumen administrasi dari capres Joko Widodo (Jokowi) dinyatakan sudah lengkap. Pernyataan ini berbeda dengan yang tertuang didalam Berita Acara (BA) KPU," katanya kepada TIMES Indonesia di Jakarta, Minggu (19/8/2018).

Hal tersebut, kata dia, merujuk pada Berita Acara KPU Nomor 175/PL.02.2-BA/06/KPU/VIII/2018, tertanggal 14 Agustus 2018 (BA 175/2018).

Ditegaskannya, dalam dokumen itu, masih ada satu dokumen persyaratan yang belum dipenuhi oleh Jokowi. Dokumen tersebut yakni tentang Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). 

"Di dalam BA 175/2018 disebutkan bahwa Jokowi belum menyerahkan surat tanda terima atau bukti penyampaian LHKPN dari KPK," ujar dia.

"Di situ Jokowi ditulis oleh KPU baru menyerahkan email konfirmasi lembar penyerahan LHKPN. Email itu jelas bukan dokumen formil yang diminta atau dipersyaratkan oleh undang-undang," imbuhnya.

Berdasarkan Pasal 227 huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU 7/2017), dokumen yang wajib diserahkan oleh capres-cawapres kepada KPU adalah surat tanda terima atau bukti penyampaian LHKPN dari KPK.

Aturan itu dipertegas kembali oleh KPU sendiri melalui Pasal 10 ayat (1) huruf e Peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PKPU 22/2018).

Didalam peraturan tersebut KPU menyatakan bahwa dokumen yang wajib diserahkan oleh capres-cawapres bentuknya harus berupa bukti tanda terima penyerahan LHKPN dari KPK, bukan berupa email konfirmasi.

"Antara email konfirmasi dan bukti tanda terima adalah dua jenis dokumen yang berbeda sehingga menurut hukum tidak bisa dipersamakan antara satu dengan yang lain," katanya.

"Jadi untuk soal-soal yang begini saya kira KPU harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi kepada publik. Jangan bertindak serampangan. Ini bukan soal sepele. Sebab dokumen calon merupakan syarat formil yang dapt menentukan lolos-tidaknya capres-cawapres," imbuhnya.

Selain itu, berdasarkan hasil pengamatannya, ketidaktransparan KPU lainnya yakni pernyataan KPU ihwal dokumen parpol pengusul Jokowi-Ma'ruf Amin yang dinyatakan telah sepenuhnya memenuhi syarat.

"Didalam BA 175/2018, KPU menyebutkan bahwa ada salah satu parpol pengusul pasangan Jokowi-Ma'ruf yang ternyata belum melegalisir dokumen Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) tentang pengesahan kepengurusan dari parpol bersangkutan," ujarnya.

Hal tersebut merujuk pada Pasal 8 ayat (1) huruf g juncto Pasal 11 ayat (1) huruf b PKPU 22/2018, Keputusan Menkumham tentang pengesahan kepengurusan parpol yang diserahkan kepada KPU haruslah dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat berwenang.

Jadi, jika dokumen dimaksud pada saat diserahkan ke KPU dalam keadaan belum dilegalisir, kata dia, semestinya KPU menyatakan dokumen tersebut Belum Memenuhi Syarat (BMS).

"Tetapi faktanya didalam BA 175/2018 KPU justru menyatakan dokumen parpol tersebut telah Memenuhi Syarat (MS). Ini tentu tidak sesuai dengan aturan," katanya.

"Kalau ada suatu persyaratan dari parpol atau pasangan capres-cawapres manapun yang belum lengkap, semestinya KPU bilang saja BMS. Jangan disebut MS. Toh, persyaratan itu masih bisa diperbaiki atau dilengkapi pada masa perbaikan berkas sampai dengan tanggal 22 Agustus," ujar dia.

Oleh sebab itu, belajar dari kedua kasus diatas, Said menyarankan agar pada proses perbaikan persyaratan administrasi parpol pengusul dan capres-cawapres, KPU perlu meningkatkan kehati-hatian serta mempertebal kejujuran dan keterbukaannya dalam menyampaikan informasi Pemilu kepada masyarakat.

"Kongkretnya saya mengusulkan agar seluruh dokumen persyaratan yang telah dan akan diserahkan oleh parpol dan pasangan capres-cawapres kepada KPU dimuat sekurang-kurangnya di website milik KPU," katanya.

Hal ini, kata Said Salahudin, sangat penting dilakukan oleh KPU guna mewujudkan transparansi Pemilu dan agar publik juga bisa ikut membantu KPU dalam mengontrol pemenuhan persyaratan administrasi dari kedua pasangan calon berikut parpol pengusulnya. Demikian kata Pengamat politik Sigma. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES