Kopi TIMES

Waspadai Ustadz Jadi-jadian

Rabu, 15 Agustus 2018 - 01:27 | 154.83k
H Abu Yazid AM. (Grafis TIMES Indonesia)
H Abu Yazid AM. (Grafis TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTASUATU saat, pergilah Nabi Musa mencari santrinya yang sudah lama pulang dengan alasan untuk berdakwah itu ke desanya. Namun, sesampai di desa yang dituju, Nabi Musa justru mendapat informasi dari penduduk bahwa si Polan santri yang bengal itu telah lama menghilang setelah sekian lama berdakwah di tengah masyarakatnya. Sayang, tidak ada satupun penduduk desa yang mengetahui keberadaannya sekarang.

Karena tidak menemukan, kembalilah Nabi Musa untuk pulang. Namun di tengah perjalanan, nabi Musa mendapati seorang penggembala tengah menggembala seekor kambing saja di pegunungan. Karena merasa aneh, nabi Musa pun menghampiri.

“Apakah anda tahu atau pernah bertemu si Polan santri saya itu?”

“Tahu”

“Kalau tahu, dimana dia sekarang?”

“Lha ini, kambing yang saya gembalakan ini santri jenengan, Nabi Musa?”

“Lho, kok bisa berubah jadi kambing? Padahal meski ngajinya masih pas-pasan, dia dulu pulang beralasan mau berdakwah menyebarkan ajaran Allah lho?”

“Memang betul. Tapi santri jenengan itu berdakwah di tengah masyarakatnya dengan menjual ayat-ayat Allah untuk kepentingan duniawi. Hingga Allah pun murka dan ‘nyabdo’ santri jenengan itu jadi kambing ini”

Astaghfirullahal adzim

Nabi Musa pun tahu kalau penggembala itu adalah Malaikat Jibril yang tengah ‘mendo rupo’ sebagai manusia dengan menjadi penggembala kambing.

Inilah sekelumit cerita di dalam kitab Ihya’ Ulumiddin Imam Ghozali tentang tercelanya mereka mengaku ustad tapi hanya berbekal ilmu pas-pasan. Ngakunya pendakwah Islam namun akibat dangkalnya ilmu dan moral akhirnya agama hanya jadi bahan tontonan untuk gaya-gayaan.

Asal nampak sudah Islam dan laris undangan, kepentingan duniawi pun didapat dengan menjual casing sebagai agamawan. “Ini keren bro, ustad bertopi pendaki bromo!” mungkin begitulah dia dan para pecintanya dari kidz zaman now bani micin berguman.

Mereka tak tahu bahwa Al Quran itu kalam Tuhan yang penuh misteri pada setiap kata yang dimiliki dengan luasnya pengetahuan. Tak butuh kalam “jare” (jarang benere) simbah Google untuk memberi ulasan. Dan tak cukup berbekal Al Quran terjemahan untuk bisa menjelaskan.

Santri yang lama tinggal di pondok saja belum tentu berani dan mampu menafsirkan Al Quran. Lha kok ini sutad jadi jadian berani menafsirkan dan memberi fatwa dengan serampangan? Apa dianggap agama itu hanya retorika dan permainan?

Jika tidak, lihatlah dia yang tidak berguru pada Kiai mu’tabar itu menghalalkan pernikahan tanpa wali dan persetujuan. Asal suka sama suka, seorang janda bisa menikahkan dirinya sendiri dengan orang yang dia suka. Hingga ajaran Rasulullah yang shohih pun divonis tidak qot’i dan bisa diabaikan. Ya Rabb.

Lihatlah dia yang mengaku telah berguru langsung kepada Allah dan Rasulullah itu menyesatkan kanjeng nabinya yang jadi pemimpin umat manusia di seluruh alam. Hingga siapapun yang memperingati kelahiran sang Nabi dianggap sesat sebagaimana nabinya mengalami kesesatan. Astaghfirullah.

Syahdan, jika mereka yang muallaf dan baru saja masuk Islam itu langsung diustadzkan untuk memberi fatwa keagamaan, maka apa jadinya nasib Islam?

Jika mereka yang mantan penghuni bui dan tidak mengerti Islam itu dianggap telah berhijrah seraya diberi otoritas keagamaan, apa bedanya tuntunan dengan tontonan?

Dan jika sutad jadi-jadian murid wiro sableng dan simbah google seperti itu telah mengalahkan otoritas keilmuan para santri dan kiai yang lama tirakat ngaji di pesantren hingga gudikan, bagaimana akhirnya nasib Islam di akhir zaman?

Jangan-jangan nanti jebolan sekolah Kristen yang tidak pernah mambu pondokan pun disantrikan lalu dikiaikan untuk bicara tentang agama dan Islam?

Ya Rabb. Apakah ini takdir Tuhan di akhir zaman? Wallahu a'lam. Yang jelas jadi waras dan cerdas itu pilihan. Dan jika tetap mau bodoh dan saliwang ya monggo saja, silahkan! Salam waras Islam Nusantara. (*)

 

* H Abu Yazid AM, Ketua Lembaga Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) Kabupaten Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES