Kopi TIMES

(Berapi-api) Merindukan Sang Pemimpin

Selasa, 14 Agustus 2018 - 20:38 | 42.58k
Ir H Supriyadi, Ketua DPD Partai Nasdem Banyuwangi. (FOTO: TIMES Indonesia)
Ir H Supriyadi, Ketua DPD Partai Nasdem Banyuwangi. (FOTO: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI73 TAHUN yang lalu, nafas perjuangan kemerdekaan begitu sambung menyambung seperti tali-temali. Mati satu tumbuh jutaan perlawanan.

Benih-benih kemerdekaan jadi kosumsi wajib bagi warga bangsa kala itu. 

Soekarno bersama para sahabatnya, juga anak-anak muda yang menjadi tulang punggung perlawanan, baik yang nasionalis, agamais bahkan sosialis-komunis, bersama bertekad mewujudkan harapan bangsa Indonesia. Yakni tanah air merdeka. 

Perjalanan yang cukup melelahkan, dari Rengas Dengklok, Bung Karno dan Bung Hatta langsung disambut dengan rapat darurat-maraton. Semalam suntuk berdebat merumuskan teks macam apa yang bakal dijadikan Piagam Kemerdekaan. Yang kemudian di Jawa diperingati dengan malam tirakatan.

Dan enam jam sebelum teks itu hendak dibacakan, tiba-tiba semua saling pandang, saling tuding konsep, maklumat, deklarasi, manifesto, proklamasi itu hilang. Saling bertanya ; siapa yang mengantongi?.

Lalu keputusan dibikin kilat. Teks dibikin ulang, Soekarno yang mendiktekan. Hatta yang mengoreksi. Sukarni yang tak piawai mengetik, mungkin lelah dan gugup karena peristiwa sebelumnya, diganti Sajuti Melik. 

Teks yang panjangnya tak lebih dari status Twitter itu dibikin tergesa-gesa. Duduk menyelesaikan satu kalimat lagi dalam situasi yang memaksa. Jadilah frase itu, yang kini, kita  bangsa Indonesia  menjadikannya sebagai warisan adi luhung bangsa, teks Proklamasi.

Beragam kisah heroik bisa dibaca disana. Dimasa-masa sebelum dan awal kemerdekaan. Sebagai fase-fase kebesaran yang harus dipahami benar oleh generasi bangsa. Agar mereka memiliki identitas sebagai bangsa yang unggul meski kondisinya tengah terpuruk. 

Agar mereka tetap bisa melihat cahaya meski berada ditengah gua yang pekat. Agar mereka bisa optimis ditengah situasi krisis. Agar mereka mampu merakit dan menjahit keberanian menjadi 'Ledakan Besar'. 

Karena keberanian semacam itu laksana virus yang menginvasi dan menginveksi. Menciptakan spirit perlawanan yang menggelora di gubuk-gubuk, di sawah, di ladang, di gunung bahkan dilaut. Menciptakan tekad untuk tetap menjaga kebesaran bangsa. 

Sebuah tekat, keberanian, motivasi besar yang ada dalam keagungan para pendiri bangsa sangat layak untuk senantiasa kita kenang ketika melihat situasi sosial-politik yang dialami oleh Bangsa Indonesia saat ini. Wajar kiranya jika kita bermimpi memiliki para pemimpin besar seperti di masa lalu. 

Para pemimpin besar yang secara prinsip adalah anak dari masyarakatnya. Ya, Masyarakatlah yang melahirkan pemimpin, sebelum pemimpin tersebut membawa masyarakatnya ke tingkatan tertentu. 

Para pemimpin yang sekarang dan nanti ada di eksekutif, legeslatif dan yudikatif.

Saat ini, setelah 73 tahun Indonesia membangun diri, ada banyak hal yang kurang elok untuk dipandang dan diwariskan kepada generasi mendatang. Meminjam bait puisi maskumambang, karya WS. Rendra:

'Apabila agama menjadi lencana politik
Maka erosi agama pasti terjadi
Karena politik tidak punya kepala
Tidak punya telinga
Tidak punya hati
Politik hanya mengenal kalah dan menang, kawan dan lawan'

Peradaban yang dangkal. Meskipun hidup berbangsa perlu politik, tetapi politik tidak boleh menjamah kemerdekaan iman dan akal didalam daulat manusia.

Apa yang akan kita bangun dan wariskan, ketika lembaga negara saling silang sengkarut?. Ketika kinerja anggota legislatif sangat tidak memuaskan dan jauh dari harapan rakyat banyak?.

Kita melihat, yang dilakukan banyak anggota legislatif hanya rutinitas semata. Lebih banyak ramai dipublik untuk berwacana. Tetapi sangat miskin hasil yang konkrit. 

Akibatnya, banyak kasus besar yang mereka bahas tak selesai. Hilang begitu saja tanpa tindak lanjut yang konkrit.

Rakyat  terus mereka bohongi dengan wacana yang mereka ciptakan di publik. Utamanya selang 4 tahun terakhir ini. 

Suatu misal DPR yang bersama-sama pemerintah memutuskan APBN. Kenyataanya, banyak anggota legislatif berwacana miring terhadap pemerintah yang menjalankan APBN.

Hal itu, sangat nampak. Tidak semata karena kepentingan partai lebih dominan ketimbang kepentingan rakyat dalam hal pembuatan regulasi, tapi juga karena kualitas individu anggota legislatif banyak yang under capacity. 

Kehadiran mereka di gedung DPR lebih sebagai sebuah proses belajar, daripada pengabdian kepada rakyat.

Saya kira, banyak anggota DPR kita tidak memiliki kepekaan terhadap apa yang merupakan pergumulan rakyat banyak. Laporan-laporan masyarakat juga agak minim yang diadvokasi oleh mereka. Kecuali yang berkaitan langsung dengan kepentingan mereka untuk masuk lagi sebagai anggota DPR dalam periode berikutnya. 

Namun, tidak sepenuhnya kita boleh meragukan para pemimpin yang kita pilih. Jika kita ingin melahirkan pemimpin hebat, terlebih dahulu kita harus berubah menjadi masyarakat yang hebat. Membentuk situasi sosial-politik yang hebat pula. 

Tidak mungkin kita memiliki pemimpin hebat jika masyarakatnya bobrok. Hukumnya bisa dipermainkan dan suara politiknya bisa dibeli.

Jalan kita untuk melahirkan pemimpin yang hebat mungkin masih panjang. Dalam konteks sekarang, perlu melalui beberapa proses. Salah satunya proses Pemilu dan Pilkada. Sudah cukup pelajaran mahal bagi kita atas tragedi yang terjadi. 

Sebuah tragedi yang menimpa para pemimpin hebat yang berakhir dengan tragis. Akhirnya, hanya sedikit saja dari kehebatan yang bisa tersalurkan dan diwujudkan dalam bentuk prestasi. Kita perlu menyemai jalan kejayaan, agar orang-orang besar bisa tampil dari kendaraan yang baik. 

Tidak memiliki dosa warisan dari masa lalu serta rakyatnya mampu memberi daya dukung secara penuh. 

MERDEKA!!!!!!. (*)

*Penulis adalah Ir H Supriyadi, Ketua DPD Partai NasDem Banyuwangi

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES