Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Bahasa Angka Dalam Al-Quran

Jumat, 27 Juli 2018 - 08:16 | 1.35m
Abdul Halim Fathani. (Grafis TIMES Indonesia)
Abdul Halim Fathani. (Grafis TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – PEMBAHASAN Al Quran dengan pendekatan paradigma angka atau numerik masih sangat langka bila dibandingkan dengan paradigma verbal. Pendekatan verbal di sini dimaksudkan sebagai keseluruhan kajian yang berangkat dari uraian konsep yang dituliskan dengan menggunakan huruf.

Secara umum istilah verbal atau numerik tidak dikenal karena memang tidak dinyatakan dengan istilah tersebut dalam setiap kajian, namun disebutkan demikian di sini untuk memudahkan pengertian tentang klasifikasi yang didasarkan pada notasi simbol yang diurai melalui huruf dan angka.

Kajian yang dikelompokkan pada paradigma verbal lebih dikenal dalam berbagai pendekatan disiplin ilmu yang sudah ada, seperti: sejarah, hukum, bahasa, dan lain sebagainya. Sedangkan paradigma numerik sendiri masih sangat umum, belum membentuk sebuah pendekatan tersendiri.

Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia, terdiri atas bahasa tulisan dalam hal ini huruf-huruf (verbal) dan juga “bahasa angka” (numerik) yang mana sebenarnya keduanya itu juga merupakan bahasa simbol, di mana huruf mewakili bahasa bunyi dan angka mewakili bilangan. 

Apa yang sudah dilakukan oleh anak-anak ataupun orang yang telah dewasa pada saat belajar membaca, mempelajari, dan memahami al-Qur’an adalah bagian dari upaya untuk memahami simbol-simbol, agar dapat membaca (huruf-huruf) sehingga dapat mengerti dan memahami apa pesan dari Al Quran tersebut.

Di samping itu pada saat yang bersamaan, mereka juga diberi pemahaman tentang adanya angka atau bilangan, salah satunya dengan penekanan atau pengenalan –di antaranya- bahwa sesungguhnya: Allah swt itu satu; Rukun Iman ada enam; Rukun Islam ada lima; Shalat fardhu lima kali dalam sehari semalam; dan Jumlah rakaat shalat fardlu adalah tujuh belas rakaat.

Pendekatan pemahaman terhadap Al Quran melalui bahasa tulisan (huruf-huruf) secara terus menerus dilakukan oleh umat manusia dan para ahli agama sejak masa awal Al Quran diperkenalkan di masa para khalifah sesudah wafatnya Rasulullah SAW. 

Hal itu terus berlangsung sampai saat ini, dalam rangka mencari makna dari kedalaman pesan-pesan Al Quran. Tetapi tidak demikian halnya terhadap angka atau bilangan yang ada di dalamnya, yang sesungguhnya pernah diajarkan juga pada saat sebelumnya.

Keberadaan bahasa huruf (verbal) dan juga bahasa angka (numerik) di dalam Al Quran, pada hakikatnya memperkuat keterangan Al Quran itu sendiri bahwa isi dari ayat-ayat Al Quran bersifat seimbang atau berpasangan, ada ayat-ayat yang muhkamat, yaitu ayat-ayat yang jelas isi dan maksudnya serta mudah dipahami, dan ada ayat-ayat mutasyabihat, yaitu ayat-ayat yang tidak jelas atau tersamar maksudnya, dan membutuhkan penafsiran yang lebih jauh dan lebih mendalam.

“Bahasa angka” atau numerik dapat membantu dan mendukung dalam memberi penjelasan yang lebih terhadap makna dari suatu keterangan yang disampaikan dengan bahasa verbal yang terkadang masih kurang jelas arti dan maksudnya. 

Berikut akan diberikan beberapa contoh ayat-ayat Al Quran yang dimaknai secara numerik, yang ditulis oleh Iskandar AG Soemabrata dalam bukunya berjudul Pesan-pesan Numerik Al Quran. 

Melalui bukunya, Iskandar AG Soemabrata mencoba menggali “Pesan-pesan Numerik Al Quran” dengan berpegang pada al-Qur’an yang diterbitkan oleh PT Gita Karya tahun 1982 yang telah melalui pentashhihan oleh Lembaga Pentashhih Al Quran Departemen Agama Republik Indonesia tanggal 13 Ramadhan 1402 H. 

Al Quran tersebut mempunyai karakter khusus, di antaranya: ayat pertama Surat al-Fatihah adalah Alhamdu lil-laahi Rab-bil ‘aalamin, bukan Basmalah. Sedangkan pada Al Quran yang beredar saat ini, ayat pertama surat al-Fatihah adalah Basmalah. Buku ini diterbitkan dalam 2 jilid, jilid 1 dan 2.

Adapun beberapa contoh ayat-ayat Al Quran yang dimaknai secara numerik, yang ditulis oleh Iskandar AG dalam bukunya sebagaimana tersebut adalah:

Pertama, dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 96:

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang selalu diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Kalau kita cermati penjelasan dari ayat tersebut secara verbal saja, tentu orang bisa “mempertanyakan atau bahkan lebih ekstrim lagi menyatakan bahwa Al Quran itu salah” dengan keterangan yang ada di dalam ayat al-Qur’an seperti itu. Menyalahkan al-Qur’an tentunya sama saja dengan menyalahkan Allah SWT.

Padahal Allah swt merupakan Dzat Yang Maha Suci, Maha Mengetahui segalanya dan Maha Agung yang tidak mungkin dan tidak akan pernah salah dengan apa yang diperbuat-Nya.

Yang dianggap sebagai “kesalahan Al Quran” di sini adalah, karena dalam ayat tersebut disebutkan bahwa Baitullah atau Ka’bah yang di Makkah, sebuah bangunan berbentuk kubus dan terbuat dari batu itu dinyatakan sebagai berikut: “Selalu diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”. 

Kalau memang kita merujuk hanya sebatas pada keterangan bahasa huruf (verbal), maka akan timbul semacam pertanyaan, Bagaimana suatu bangunan sederhana yang berbentuk kubus dan yang seluruhnya terbuat dari batu, selalu diberkahi dan dapat menjadi petunjuk bagi umat manusia dan juga makhluk-makhluk lain yang ada di alam semesta? Sedangkan kita tidak melihat adanya satu tulisan atau satu keterangan apapun pada seluruh batu yang menjadi bagian dari bangunan Ka’bah tersebut.

Berbicara mengenai batu, sebenarnya hal itu dapat mengingatkan kita pada salah satu surat dalam al-Qur’an yang diberi nama “al-Hijr” yang berarti “Batu”. Di sinilah Al Quran menunjukkan dirinya, bahwa dia memang berfungsi sebagai petunjuk yang mampu memberi penjelasan kepada manusia. Kata “al-Hijr” sebagai nama surat diambilkan dari nama suatu kota yang terletak di pinggir jalan antara Madinah dan Syam (Syiria).

Di mana penduduknya kaum Tsamud memahat gunung batu sebagai tempat tinggal mereka. Mereka

Posisi dari surat al-Hijr terletak pada urutan nomor atau angka ke-15 dari seluruh urutan nomor surat yang terdapat di dalam Al Quran, dengan jumlah ayat sebanyak 99 ayat. Angka 99, di satu sisi adalah suatu jumlah yang menunjukkan angka kesempurnaan, jika disamakan dengan konsep Asma’ul Husna yang memuat nama lain dan juga sifat Allah SWT sejauh yang dapat kita ketahui.

Dilihat dari sudut pandang numerik, ada dua angka atau bilangan yang berkaitan dengan surat al-Hijr tersebut. Pertama adalah angka 15, yang menunjukkan posisi atau nomor urut surat tersebut di dalam Al Quran, dan kedua angka atau bilangan sebanyak 99 sebagai jumlah ayat dari surat al-Hijr, atau kapasitas dari ayat yang terletak pada surat tersebut.

Kalau saja kedua angka yang terkandung dalam surat al-Hijr tersebut disatukan atau dijumlahkan, maka akan diperoleh nilai sebanyak: 15 + 99 = 114. Angka 114 ini dapat dirujuk pada dua hal; Pertama, surat ke-114 yaitu al-Naas yang berarti manusia, dan kedua angka 114 sebagai jumlah dari semua surat yang ada dalam Al Quran, atau 114 sebagai nilai dari Al Quran itu sendiri.

Dengan adanya penjelasan angka di sini kita baru dapat menangkap makna tentang rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, atau yang selanjutnya dikenal dengan Ka’bah itu, sebenarnya merupakan simbolisasi dari Al Quran (114 surat). 

Ka’bah sebagai sebuah simbol. Simbol dari Al Quran yang selalu diberkahi Allah SWT, Al Quran sebagai petunjuk bagi umat mansuia dan seluruh alam semesta, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 96.

Kedua, pada surat Ali Imran ayat 97:

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Keterangan ayat ini pun dapat membingungkan kalau hanya dilihat dari sisi bahasa saja. Tetapi, setelah kita sadar bahwasannya Ka’bah itu adalah simbol dari Al Quran, kita dapat paham kalau dikatakan: Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia.

Karena yang dimaksud masuk ke Ka’bah (Baitullah) di sini, bukanlah berarti manusia memasuki Ka’bah secara fisik. Terlarang bagi siapapun untuk memasuki Ka’bah, kecuali orang-orang tertentu seperti keluarga kerajaan Arab Saudi, tamu-tamu terhormat atau orang yang memang bertugas, di antaranya untuk membersihkan Ka’bah pada waktu-waktu tertentu. 

Tetapi sebagai simbol dari Al Quran, “Ka’bah” atau Al Quran dapat dimasuki oleh siapapun pada setiap waktu. Karena hampir di seluruh rumah umat Muslim (bahkan Non-Muslim) dapat dipastikan terdapat Al Quran.

Umat Muslim yang beriman tentu saja akan selalu membaca, mempelajari, dan mengamalkan semua petunjuk Allah swt yang terkandung di dalam Al Quran dan dengan demikian tentunya mereka akan selalu merasa aman dan tenteram jiwanya. Merasa aman dan tenteram jiwanya karena selalu menyandarkan dan menyerahkan dirinya kepada Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa.

Itulah Al Quran, ia dapat “dimasuki” oleh siapa pun saja, dan kapan saja manusia mau memasukinya dalam rangka mencari petunjuk, rahmat, dan perlindungan Allah swt agar selamat hidup di dunia hingga di akhirat kelak.

Kalau saja kita tidak berbicara dengan menggunakan angka, tentunya kita tidak dapat menjawab tudingan miring dari mereka yang berhati busuk yang memang sengaja bermaksud mediskreditkan Al Quran. 

Tentang peletakan surat al-Hijr pada posisi urutan ke-15 dari susunan seluruh surat Al Quran dan menentukan jumlah ayat dari surat al-Hijr sebanyak 99 ayat, hal itu bukan dilakukan Rasulullah. Itu merupakan kewenangan Allah swt sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-Hijr ayat 9:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”

Sudah sangat jelas di sini bahwa Al Quran berasal dari Allah SWT dan bukan buatan Nabi Muhammad saw. Allah SWT yang menjaganya, baik itu terkait keorisinilan ayat-ayat secara redaksional maupun tata-letak dari surat dan juga jumlah ayat-ayatnya. 

Jadi apapun yang terdapat dalam Al Quran, baik itu isi atau bunyi ayat, peletakan posisi dari ayat, surat dan jumlah dari ayat pada surat maupun juz ditentukan oleh Allah swt sendiri. Sehingga dalam hal ini angka atau bilangan merupakan bagian dari pewahyuan Al Quran yang diterima Rasulullah saw.

Bagaimana kita bisa yakin (mantap) kalau angka juga merupakan bagian dari pewahyuan Al Quran? Hal ini dapat dilihat dari reaksi umat Muslim apabila ada orang yang mencoba untuk mengubah ayat Al Quran secara redaksional atau mencoba mengubah jumlah bilangan ayat yang terdapat pada suatu surat atau juz, dengan cara menambah atau mengurangi jumlah atau bilangan ayat yang seharusnya ada pada surat atau juz itu. 

Maka, dalam hal ini umat Muslim pasti tidak akan dapat menerima atau bahkan cenderung marah bila terjadi hal yang demikian. Inilah salah satu bukti bahwa ayat secara redaksional dan juga angka (numerik) atau bilangan yang terdapat dalam surat atau juz sudah bersifat baku dan tidak dapat diubah oleh siapapun. 

Dan, hal ini merupakan tanda bahwa huruf dan angka dalam Al Quran merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena sebenarnya keduanya merupakan bagian dari pewahyuan Al Quran. (*)

 
ABDUL HALIM FATHANI
Dosen Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Islam Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES